Nicolin memperingatkan Milo, Darius, Miya, Charly, dan termasuk dokter Albert untuk tidak mengungkit mengenai apa yang terjadi dengan Gilbert di hadapannya. Ia mengatakan bahwa Gilbert sudah dalam kondisi yang baik-baik saja dan sedang dalam pemulihan. Mereka dilarang untuk menemui Gilbert sampai Tuan Muda mereka benar-benar mengizinkannya.
Sementara para pelayan lain sebisa mungkin untuk tidak mendekati area kamar Gilbert, Nicolin yang notabene selalu lengket kemana pun Gilbert melangkah hampir-hampir tidak pernah keluar dari kamar Gilbert kecuali untuk menyiapkan makanan atau hal-hal lainnya. Gilbert mengabaikan beberapa undangan pertemuan atau ramah-tamah bersama dengan keluarga-keluarga bangsawan yang menjadi rekan-rekannya selama hal itu tidak terlalu urgen untuk dilakukan.
Tubuh Gilbert sejujurnya terasa cukup sakit dan lelah usai kerasukan jiwa asing itu. Di dalam path yang mana hal itu hanya terisi oleh dirinya dan juga pria Grey asing itu, Gilbert hanya duduk diam menyaksikan segelanya. Gilbert menyebut dimensi itu sebagai path karena ia pikir, dimensi itu adalah penghubung atau jalan antara dunia realitasnya dengan dunia yang tidak bisa Gilbert jelaskan di mana pria itu berada. Mereka berdua terpisah dalam jarak ratusan tahun, yang seharusnya tidak akan pernah bertemu atau mengenal. Pohon keluarga Grey bahkan tidak mencantumkan namanya sebagai salah satu orang yang memiliki darah Grey. Path yang hanya berbentuk seperti kegelapan tak berujung itu, adalah satu-satunya dimensi di mana keduanya bertemu, saling merasakan, berbicara, menyentuh, dan bahkan mengambil alih tubuh manusia Gilbert untuk melihat dunia yang ditempati Gilbert saat ini.
Terakhir kali yang ia ingat sebelum kekacauan akibat tubuhnya diambil alih, Gilbert tengah bertemu dengan pria itu lagi di dalam path. Masih dengan kondisi yang sama, juga pertanyaan yang sama namun tetap saja tanpa jawaban. Sesungguhnya, Gilbert penasaran mengapa pria itu tidak mau mengatakan siapa namanya. Jika memang mereka terhubung secara khusus karena suatu alasan, Gilbert ingin sekali mengetahui namanya agar ia pun mengerti apa sebenarnya korelasi mereka hingga mereka bisa bertemu pada dimensi path yang tidak bisa dijelaskan secara logis itu.
Ada beragam pertanyaan, yang mana seluruh pertanyaan itu pada akhirnya tidak mendapatkan jawaban. Bagaimana path itu bisa terbentuk dan mempertemukan keduanya? Mengapa path itu hanya sebuah kegelapan tak berujung yang hanya menampilan keduanya. Gilbert bahkan tidak tahu di mana sebenarnya path itu berada. Seandainya ia tidak mengalami pertukaran jiwa di dalam tubunya hari itu, maka Gilbert mungkin masih lebih yakin bahwa path yang selalu ia lihat, juga lelaki Grey yang bertemu dengannya hanyalah bagian dari imajinasinya yang tak terbatas. Meski Gilbert adalah sosok yang realistis, ia tidak menampik bahwa pikiran belianya terkadang berimajinasi secara luas. Hal-hal yang tidak bisa ia dapatkan sebagaimana remaja pada umumnya. Pada kenyataannya, ia harus menampik hal-hal tidak penting itu dan bertingkah selayaknya orang dewasa, sebagaimana kepala keluarga dengan titel bangsawan kelas atas.
“Hei, aku ingi melihat zamanmu hidup. Apakah di sana banyak hal-hal menarik?”
kalimat itulah yang dikatakan pria Grey itu tepat ketika Gilbert baru membuka matanya dan telah berada di dimensi path. Wajah pria itu tampak berseri-seri, menampilkan raut penasaran dan juga riang. Gilbert lupa kapan terakhir kali dirinya bisa menampilan ekspresi selepas itu. Rasanya sejak kebakaran itu terjadi, hanya raut wajah serius yang ada di wajahnya. Lebih banyak topeng berwibawa daripada ekspresi yang sebenarnya. Bagaimana rasanya menjadi orang dewasa dan masih bisa menampilkan ekspresi lepas seperti itu? Melihat lelaki Grey yang wajahnya nyaris seperti dirinya sendiri namun dalam versi dewasa, Gilbert merasa mungkin memang seperti itu visualisasinya sebagai Gilbert dewasa saat bisa menampikan ekspresi dengan lepas.
Gilbert menghela napas. “Aku tidak tahu.”
Pria itu mencebik. “Padahal kau itu bangsawan, kau bisa mengeksplorasi banyak hal dengan statusmu itu. Ayo, izinkan aku melihat duniamu sekali saja. Aku sudah terlalu lama tinggal di dalam dimensi gelap ini.”
Gilbert menaikkan sebelah alisnya. “Kau tinggal di dalam dimensi gelap ini? maksudku, sejak masamu hingga sekarang?”
Dia mengangguk. “Kurasa, lagipula aku tidak pernah menghitung waktu karena tidak ada konsep waktu di dimensi gelap ini.” Ia kemudian terbahak. “Siapa yang mengira tiba-tiba ada keturunanku yang berjarak ratusan tahun tiba-tiba datang untuk menemuiku.”
“Tapi aku tidak berniat menemuimu. Dimensi gelap ini, kurasa hanya bagian dari imajinasiku. Kau, dan mungkin permbicaraan kita sekarang masih bagian dari imajinasiku. Seorang pemuda belia sepertiku terlalu banyak mendapatkan tekanan karena statusku. Mungkin, dimensi gelap dan juga kehadiranmu hanyalah bagian dari pikiranku yang mulai tidak fokus sebagaimana mestinya.”
Pria itu menggeleng. “Tidak kok. Dimensi gelap ini ada karena memang kau ditakdirkan untuk bertemu denganku. Suatu hari, keturunanku akan datang menemuiku. Aku sudah lama menunggunya, dan ternyata keturunanku yang berhasil kemari adalah kau, Gilbert Grey.”
Gilbert terkekeh. “Kenapa kisahmu seperti dongeng fantasi yang dibuat ayahku? Aku tahu aku memang butuh hal-hal imajinatif untuk menetralkan kepalaku yang penuh pekerjaan sebagai marquess. Maksudku, mengapa keturunamu harus bertemu denganmu di dalam dimensi gelap ini. Bahkan jika itu benar, kau sudah berusia ratusan tahun. Sebagai manusia normal, kau harusnya sudah mati. Lantas, apakah kau itu abadi?”
Pria itu tersenyum, Gilbert sedikit merasa terganggu karena senyum yang ditampilkan olehnya benar-benar berbeda daripada senyuman ceria sebelumnya. Sendu, seolah ada hal berat yang menyebabkannya harus menunggu di dalam path ini selama ratusan tahun.
“Aku sudah mati, Gilbert. Atau, setidaknya itulah yang terjadi pada ragaku. Tapi jiwaku masih bertahan, seperti yang sekarang sedang kau lihat. Namun, jiwa tidak bisa hidup begitu saja di alam manusia, karena sejatinya jiwa bukanlah mahkluk hidup. Dimensi gelap inilah yang membuatku bertahan, membuatku tampak tetap hidup selama ratusan tahun menunggu.”
Gilbert tidak terbiasa dengan kisah-kisah sedih dan mendayu, ia juga tidak terbiasa dengan hal-hal di luar nalar. Ayahnya sering menceritakan kisah-kisah fantasi penuh drama ketika dirinya masih kecil, dan Gilbert sama sekali tidak mengerti di mana sisi menarik dari kisah-kisah itu. jika Gilbert bertahan mendengarkannya, maka itu hanyalah bagian dari rasa hormat kepada ayahnya, yang tampak menjiwai dan juga telah meluangkan waktunya untuk repot-repot bercerita kepadanya daripada tidur usai banyaknya pekerjaan yang harus ia selesaikan.
Ayahnya selalu tampak menikmati ketika menceritakan hal-hal imajinatif. Bahkan, ia bisa tampak sangat ceria meski sebelumya pulang dengan wajah kelelahan. Gilbert tidak memiliki hal itu. Mungkin, isi pikirannya tidak semenarik ayahnya, yang penuh warna dan juga menyenangkan. Mungkin juga, itulah yang membuat ayahnya selalu tampak bahagia tidak peduli tekanan apapun yang datang di sekitarnya.
“Gilbert?”
“Huh?”
“Kau melamun. Apa kau masih tidak percaya dengan eksistensiku di dalam dimensi gelap ini?”
Gilbert menatap pria itu, dan ia tahu bahwa pria di depannya mengerti tentang betapa tidak percayanya ia dengan dimensi gelap ini apalagi kehadirannya. Ketika seseorang berimajinasi atau bermimpi, orang tersebut tidak akan pernah sadar kecuali dia benar-benar bangun. Gilbert menyamakan hal ini seperti mimpi. Bagaimana ia tahu bahwa yang terjadi sekarang adalah kenyataan sementara ia tidak memiliki penguat untuk pembuktian.
“Apa kau memiliki cara untuk membuktikan padaku bahwa dimensi gelap ini nyata, dan aku benar-benar bertemu dengan sosok yang nyata?”
Pria itu tersenyum. “Kau yakin?”
“Memangnya kenapa?”
Dia mengangkat bahu. “Aku bilang aku ingin melihat duniamu ‘kan? Kurasa itu bisa menjadi pembuktian juga bahwa apa yang kau alami sekarang bukan sekadar imajinasi atau mimpi seperti yang selalu kau khawatirkan. Tenang saja, kau tidak gila Gilbert. Kau sangat waras sampai-sampai kau bisa bertemu denganku.”
“Lakukan saja.”
Gilbert tidak memiliki pandangan apa kiranya yang akan dilakukan oleh pria itu untuk melihat kehidupannya, termasuk menjadikan hal itu sebagai bukti bahwa eksistensinya nyata. Gilbert hanya duduk bersila, memandangi pria itu yang berdiri sembari memejamkan mata. Tidak berapa lama dari apa yang ia lakukan, simbol heksagon di dahinya tampak berpendar terang. Gilbert mengernyit, karena rasa panas yang tiba-tiba muncul di sekitar dadanya. Ia meraba dadanya sendiri, menarik fabrik yang menutupi dan membukanya. Sebuah simbol yang sama tercipta, sangat jelas dan berpendar sama seperti milik pria di hadapannya. Kedua cahaya dari masing-masing simbol heksagon itu terhubung, membentuk sebuah garis lurus.
“Aku akan melihat kehidupanmu, Gilbert.”
Kalimat itu menjadi hal terakhir yang ia katakan sebelum akhirnya Gilbert melihat semua yang dilakukan oleh pria itu menggunakan tubuhnya. Tak henti-hentinya Gilbert mengernyit dan memasang wajah terganggu dengan apa yang terjadi. Padahal orang itu meminjam tubuhnya, tetapi ia menggunakannya seenak hati tanpa memikirkan reputasi Gilbert di hadapan pelayan-pelayannya.
Gilbert memaksa mengambil alih tubuhnya sendiri ketika ia melihat pria itu mulai semakin tidak terkendali. Ia bahkan melihat Nicolin dalam perwujudan iblisnya, yang selalu dijaga agar tidak pernah tampak di pandangan Gilbert. Gilbert memaksa mengambil alih, yang ternyata hal itu merupakan perkara yang sulit. Perpindahan jiwa terjadi harus tanpa paksaan, dank arena Gilbert memintanya secara paksa, hal itu membuat tubuh manusia Gilbert terbebani hingga muntah darah. Rasa sakit dan lelah yang ada di tubuh Gilbert sama tersalur ke dalam jiwanya. Pria Grey yang akhirnya keluar dari jiwanya tampak sangat kesal. Gilbert ingin memakinya atas apa yang ia lakukan dengan tubuhnya, namun karena jiwa Gilbert memaksa untuk kembali, ia langsung tertarik dari dimensi gelap path itu dan kembali ke dalam tubuhnya sendiri. Lalu di situlah ia melihat Nicolin dalam wujud iblisnya secara nyata, tepat di hadapannya.
-----