Beberapa menit berlalu. Viola menangkap sosok Panji yang mulai kelelahan dengan menghapus peluhnya di wajah. Viola tersenyum dan langsung meraih sapu tangan di saku celananya. Namun sosok Luna lebih dulu berlari mendekati Panji dan menyodorkan sapu tangan berwarna hijau miliknya. Panji melirik sekilas, Luna tersenyum sedangkan Viola mengalihkan tatapan kesal ke arah lain.
“Vi!” Terdengar seruan Panji yang langsung membuat Viola mengalihkan tatapannya kembali. “Pinjam sapu tangan kamu dong, Dek. Ada kan?” tanya Panji sembari terus sibuk dengan kerjaan yang dia pegang.
Viola tersenyum lebar sembari meraih sapu tangan dari saku celana. Mendekati Panji dan dengan sengaja menyenggol tubuh Luna hingga ia sedikit mundur beberapa langkah. Viola langsung menyodorkan sapu tangan miliknya. Namun Panji tidak juga mengambilnya.
“Usapin napa, tangan abang kotor nih!” pinta Panji manja yang jelas saja membuat beberapa orang yang mendengarnya, langsung emngarahkan tatapan ke arahnya.
Viola terpekik kaget. Ia melirik ke arah Aldo yang berdiri di samping Panji. Tatapan mama juga mengarah tajam ke arah keduanya. Dengan sikap ragu, Viola langsung mengusap peluh di wajah Panji. Ada rasa kebanggaan di hatinya. Entah mengapa, Viola seakan merasa bahwa dirinya benar-benar telah memiliki hati Panji seutuhnya. Namun di sisi lain, rasa takut melesat pasti. Tatapan mama yang masih mengarah padanya ditambah lagi tatapan aneh Mawar dan Aldo, membuat Viola salah tingkah dan langsung kembali duduk setelah selesai mengeringkan peluh di wajah Panji.
Acara makan malam di halaman belakang pun mulai diadakan. Semuanya duduk di atas tikar yang tersedia. Mulai melahap ayam dan ikan sambil bercerita seru seputar keadaan di sekolah. Viola sendiri duduk di antara Panji dan Aldo. Berulang kali Panji menyuapin Viola dari ayam yang ia sobek dari potongan ayam miliknya. Dan semua itu membuat Aldo menundukkan kepala, Mawar menatapnya tak tega, Luna memanyunkan bibirnya serta mama yang menatapnya penuh kemarahan.
Acara malam itu pun selesai. Viola, mama, Mawar dan juga Luna, mulai terlihat sibuk membereskan piring kotor bekas makan malam. Viola sendiri baru menyadari, sejak tadi Panji tidak lagi tampak di kedua mata setelah dia menyelesaikan makan malamnya. Viola memerhatikan ke sekeliling, mencoba mencari sosok Panji di pelupuk matanya, namun tetap saja tidak terlihat.
Aldo yang baru saja keluar dari rumah dan berniat mengangkat alat panggangan, langsung mendekati Viola yang berdiri mencari sesuatu, “Sayang, kamu kenapa?” tanya Aldo yang curiga dengan sikap Viola.
Viola tersenyum simpul lalu menatap Aldo dengan mengernyitkan dahi, “Bang Panji mana ya?”
Kalimat Viola, membuat Aldo terdiam sesaat. Garis-garis cemburu tampak jelas di wajahnya. Dia tidak menyangka, Viola akan bertanya tentang Panji dan bukan tentanng dirinya mau pun membahas tentang hubungannya bersama Aldo. Aldo cemburu, pasti. Aldo selalu merasa terkalahkan dibandingkan Panji; Jika Panji lawannya untuk mendapatikan hati Viola, mungkn saat ini Aldo yakin kalau dia tidak akan bisa mendapatkan hati Viola seperti saat ini. Aldo malah sampai saat ini yakin, kalau Viola memang tidak punya hati padanya. Hatinya hanya untuk Panji,w alau raganya untuk dirinya seutuhnya.m
Diam-diam dia menghela napas lalu kembali tersenyum, “Tadi pergi sambil ngebawa gitarnya.”
“Ke mana?”
“Aku gak tahu, Yang.” Aldo memilih pergi meninggalkan Viola sambil membawa alat panggangan. Secara diam-diam, Viola memutuskan untuk pergi mencari Panji. Tanpa Viola sadari, Aldo yang sesaat berhenti dan mendapati langkah Viola pergi, langsung menyerahkan piring kotor ke tangan Mawar yang hadir di dekatnya. Lalu berlari mengikuti Viola. Luna yang juga baru saja keluar, langung mengikuti Aldo.
Tidak jauh dari tempat acara makan malam, terdengar suara petikan gitar dengan lantunan lagu Ungu—tercipta untukku—teralun indah. Dari petikan dan suara nyanyiannya, membuat Viola yang semakin mendekat merasa tenang dan sadar kalau suara itu adalah suara Panji. Viola semakin mendekati Panji yang saat itu duduk di bawah pohon rindang yang sengaja tumbuh di belakang rumah. Sadar dengan kehadiran Viola, Panji menghentikan petikan gitarnya dan melihat ke arahnya.
“Kok tahu abang di sini?”
“Tahu dong. Lagian abang pake acara ngilang segala!” ucap Viola sambil duduk di atas batu tepat di samping Panji.
“Masalah buat loe?” ucap Panji sambil tertawa meledek.
“Ya masalahlah, bukannya bantuin malah asik-asikan di sini!” gerutu Viola kesal. Meraih batu-batu kecil lalu melemparnya ke kolam ikan di hadapannya. Warna warni ikan yang berenang bebas di dalamnya, membuat ketenangan malam itu semakin jelas terasa.
“Nyanyiin lagi!” pinta Viola, manja.
“Males.” Panji memetik senar gitarnya ngasal.
“Abang ... nyanyiin lagi.” Wajah Viola memelas dengan kedua tangan menarik-narik ujung kaus berlengan panjang Panji.
“Bayar!” Panji menjulurkan lidahnya yang berhasil membuat Viola memanyunkan bibirnya.
“Ist, sama adiknya sendiri pun.”
Panji tertawa lalu mengusap kepala Viola seperti biasa, “Iya-iya, mentang lagu kesukaannya.”
Viola tertawa cengengesan menunjukkan giginya yang tersusun rapi, “Sama-sama suka aja pun!”
Panji mengusap bagian belakang kepalanya sendiri dengan wajah lucu. Viola tertawa melihat sikap yang ditunjukkan Panji seperti seorang anak-anak. Suasana seketika tenang, terdengar petikan gitar Panji mengalun indah yang berawal dari intro lagu Ungu yang akan dinyanyikan. Tidak lama, terdengar pulalah suara merdu Panji menyanyikan lagu tercipta untukku. Viola menatap Panji sambil tersenyum. Terasa hangat suasana malam itu di tambah suara gemericik air kolam. Sinar rembulan dan bintang yang juga seakan ikut bernyanyi bersama menambah ketenangan malam hingga membuat Viola terus menuai senyuman di bibirnya. Viola mulai mengeluarkan suara saat Panji memasuki bagian reff lagu. Dari kejauhan, terlihat Aldo dan Luna melihat keadaan itu dengan kecemburuan.
“Ini gak bisa dibiarin!” ucap Luna kesal sambil menarik dedaunan yang sejak tadi bergantungan di dahan pohon rambutan.
“Tolong jangan ceritakan semua ini sama Tante Alia!”
Luna menatapnya heran, “Loe kagak cemburu!”
“Cemburu itu ada, tapi apa pantas kita cemburu sama abang adik?” ucap Aldo tanpa mengalihkan tatapannya ke Luna. Dia masih menyaksikan adegan romantis di hadapannya.
Luna terdiam. Kalimat Aldo membuatnya sadar akan hubungan Panji dan Viola yang lebih erat dibandingkan antara keduanya. Luna kembali mengalihkan tatapannya ke Panji dan Viola. Kecemburuan kembali hadir saat kedua matanya menangkap sikap Panji yang membelai lembut kepala Viola di tengah-tengah nyanyian keduanya.