Sekolah Baru

1005 Kata
"Kau akan baik-baik saja bukan?" tanya Gote dengan raut wajahnya yang khawatir, meskipun Gothe mengklaim bahwa sekolah tersebut berisikan anak-anak yang ramah bukan anak bar-bar seperti Angelic, namun lelaki paruh baya tersebut tetap saja merasa khawatir pada ponakannya tersebut. "Aku bisa menjaga diriku sendiri dengan baik, percaya saja padaku." balas Anasthasia dengan keyakinan yang tinggi. BRUUUK Pintu mobil sedan Gothe pun tertutup dengan suara yang sedikit nyaring, Hawa panas langsung terasa saat Anasthasia melangkahkan kakinya ke luar, rasanya aneh karena selama di perjalanan menuju sekola, cuaca terasa sejuk dan tidak nampak cahaya matahari sediitpun, namun di sekolahan tersebut malah terasa panas seakan sedang berada di dekat api unggung di bawah terik matahari. "Hei!" panggil Gothe, Anasthasia langsung menoleh ke belakang, dan menundukan kepalanya saat kaca mobil Gothe tersebut turun "Kau mungkin akan membutuhkan ini" ujar Gothe sembari menyodorkan kipas anggin mini pada Anasthasia, nampaknya pamannya tersebut juga ikut merasakan hawa panas yang ada disana. Anasthasia mengambil kipas tersebut dengan senang, pasalnya benda tersebut memanglah sesuatu yang ia harapkan semenjak ia keluar dari mobil "Terimakasih Paman. Kau meang Paman terbaik yang pernah ada di dunia" ujar Anasthasia sambil tertawa kecil. ***** Anasthasia mengedarkan pandangannya ke segala arah, ia memandangi bangunan sekolah barunya yang megah namun tampak tua dengan warna hitam di beberapa sudut dan tanaman liar yang menjuntai di sekitar "Apakah bangunan ini tiidak ada yang mengurusnya?" batin Anasthasia. Beberapa pasang mata mengamati Anasthasia, merasa penasaran dengan sosok Anasthasi yang masih nampak asingg begi mereka. Anasthasia menundukan kepalanya, ia malu karena harus ditatap secara langsung oleh orang-orang di sekitar "Menyebalkan!" pekik Anasthasia dalam hati. Anasthasia sengaja mengambil arah berbelok, melewati pintu belakang sekolah, sebenarnya ia sama sekali tidak tahu apakah akan ada pintu masuk lainnya di belaang, ia hanya mengandalkan intuisi, ya mau ada ataupun tidak, dia tetap akan mencari jalan pintas agar dapat menghindar dari orang sekitar. Seorang lelaki tengah duduk di sisi jalan yang dilewati oleh Anasthasia, Anasthasia terkejut karena tiba-tiba saja harus bertemu dengan orang lain disana, apagi lelaki tersebut melemparkan ttaapan dingin pada dirinya, raut wajahnya tanpa ekspreasi, ia menggenggam buku bacaan yang tebal di tangan kanannya. Anasthasia di buat kikuk, bola matanya bergerak ke kanan dan kiri "Tidak perlu pedulikan aku, lewat saja jika kau mau" ujar lelaki itu dengna suaranya yang terdengar tenang, suara yang bass terkesan terdengar begitu gentle di telinga Anasthasia, membuat jantungnya berdegup dengan kencang. "Ah, kalau begitu permisi" balas Anasthasia sembari berlenggok melewati lelai tersebut. Ia berlari sangat kencang setelah berhasil melewati lelaki asing yang ia temui. "Huuuft" dia menghela napas dengan lega. ***** Para guru nampak sangat sibuk saat Anasthasia memasuki ruangan kantor dengan banyak tumpukan meja di tiap mejanya. "Permisi" ujar Anasthasia" namun suaraya yang kecil membuat suaranya tersebut tidak terdengar oleh siapapun dan membuat dirinya terabaikan begitu saja. BUUUAGH Seseorang mendepak pundaknya hingga Anasthasia sedikit terdorong ke depan. Ia mendongakan kepalanya dan menemukan sosok lelaki yang sama dengan yang ia temui saat sedang mencari pintu masuk lain di belakang seolah. Lagi-lagi lelaki tersebut menatapnya dengan dingin, sperti seorang pembunuh bayaran yang sering ia tonton di film-film lga favoritnya. Lagi-lagi jantungnya dibuat berdegup dengan kencang namun sekarang ia tahu bahwa degupannya itu berasal dari rasa ngeri saat memandang mata lelaki tersebut. "Dion?" Anasthasia membaca nama lelaki tersebut yang ada di papan nama seragamnya, sejak saat it juga Anasthasia telah bertekad untuk menjauhi diri dari Dion. "Kenap kau terus memadangiku eperti itu?" tanya Dios dengan suaranyayang terksan taja, setajam tatapan matanyapada Anasthasia. "Oh maaf, tapi aku tidak sedang melihati dirimu" balas Anasthasia, tangannya menunjukan seorang lelaki tua yang ditunjuk sebagai wali kelasnya, Tuan Hans namanya. Dion mengangkat satu sudut bibirnya, ia tidak pernah menyangka bahwa dia dan gadis di sampingnya tersebut akan berada dalam satu kelas dengan wali kelas yang sama. "Kenapa kau tersenyum seperti itu?" tanya Anasthasia penasaran. "Aku? Tersenyum? Aku tidak pernah tersenyum pada siapapun Nona" balas Dion dengan wajah datarnta. Tuan Hnas datang dan menyudahi ucapan Dion dengan Anasthasi "Ekhem" Tuan Hans berdeham dengan keras, membuat Anasthasia merasa tegang namun tidak begitu dengan Dios, wajah lelaki itu selalu bertahan dengan wajah tanpa ekspreasinya, terkesan misterius. "Jadi, aku kedatangan dua murid baru ya di sekolah ini, satu adalah anak bungku keluarga Edilson yang terhormat, sedangkan satunya lagi adalah pembuat onar di sekolahnya?" ujar Tuan Hans tidak peraya, ia memandangi Anasthasia dengan seksama, "Aku tidak menduga bahwa gadis bertampang polos sepertimu ternyata seorang pembuat onar" ujar Tuan Hans dengan dahi yang mengerut. Mata Anasthasia terbelalak seketika, pasalnya dia adalah korban dari si pembuat obar, dan entah apa berita apa yang disebarkan oleh Fredrick tentang dirinya hingga seorang yang baru saja bertemu dengannnya langsung memberikan cap pembuat onar padanya. "Ah tidak Tuan! Aku bukan gadis yang seperti itu. Demi apapun aku adalah gadis yang selalu menjaga sikap" sergah Anasthasia, ia sama sekali tidak terima bahwa nam baiknya hancur begitu saja karena ulah Angelic, setidaknya ia tidak ingin orang di lingkungan barunya langsung menjauhinya hanya karena berita burung yang disebarkan oleh Fredrick. "Ya, terserah. Mau kau dahulunya adalah pembuat onar ataupun tidak, aku tidak akan peduli, yang jelas kau harusselalu menjadi murid yang baik selama berada di kelasku, mengerti?" ucap Tuan Hans dengan suaranya yang tegas, membuat Anasthasia merasa segan pada wali kelas barunya tersebut, namun satu hal yang jelas, Anasthasia merasa tenang mendengar ucapan Tuan Hans, karena itu artinya tidak akan ada muridnya yang berskap kurang ajar di kelas jika dilihat dari ucapanya. "Baik Pak, kau akan lihat sendiri nanti bahwa aku bukanlah si pembuat onar seperti berita yang kau dengar" ujar Anasthasia, masih dengan pembelaan diri. Tuan Hans meletakkan lembaran kertas biodata Anasthasia dan Dion ke meja kerjanya, lalu ia berdiri dari kursinya, punggungnya yang terasa sakit semenjak beberapa hari yang lalu membuat Tuan Hans harus berjalan sambil membungkuk dan memegangi pinggangnya. "Baiklah, sekarang ikui aku, aku akan antar kalian ke kelas baru kalian" ajak Tuan Hans. Dion dan Anasthasia membuntuti Tuan Hans dari belakang, Anasthasia dengan wajahnya yang tertunduk, sedangkan Dion dengan wajahnya yang berdiri tegak dengan angkuh, seolah ia tidak akan peduli dengan tatapan orang-orang kepadanya, atau mungkin dia terlalu percaya diri?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN