Suspicious

1226 Kata
Senin, 12 April 2020   Bel berbunyi disaat waktu tepat menunjukkan pukul 07.00. Hari ini adalah hari Senin, semua murid berkumpul di lapangan dan melakukan upacara bendera seperti biasa. Upacara berjalan lancar dan dilanjutkan dengan pembelajaran. Lily dan Zevan yang kebetulan bertemu berjalan bersama menuju kelas mereka, ketika berjalan di depan aula yang habis dipel, Lily terpeleset dan hampir jatuh, untungnya Zevan sigap memegang Lily. “Lo gapapa kan?” tanya Zevan dengan raut wajah khawatir tercetak jelas diwajahnya. “I--iya gapapa,” jawab Lily dengan raut wajah malu. Murid-murid lain tertawa dan bersorak ketika melihat kejadian tersebut karena seperti di drama dan film yang mereka tonton. “Cie cieeee, jadian aja uhuy,” ucap salah satu murid di sana. “Apaan sih,” jawab Lily malu. Akhirnya mereka kembali ke kelas masing-masing dan mengikuti pembelajaran. Lily harap dia tidak akan canggung dengan Zevan setelah ini.   *   Karin mengira terornya sudah selesai jadi dia dapat pergi ke toilet dengan tenang sekarang. Akan tetapi, teror tersebut masih berlanjut sampai sekarang. Karin yang tengah berada dalam bilik toilet menerima kertas itu lagi. Kali ini kertas tersebut bertuliskan pesan yang lengkap. Karin langsung jatuh lemas setelah membaca tulisan are you ready for the game? yang ada di kertas tersebut. Yang membuat Karin semakin gemetar adalah tulisan tersebut seperti ditulis menggunakan darah. Ya, darah. Berwarna merah kehitaman dan sedikit kental. Karin yang ketakutan dan menyadari bahwa teror tersebut belum usai langsung berlari keluar toilet dan menuju ke kelasnya untuk mengambil ponsel yang ia tinggalkan di dalam tas. Karin langsung bertanya kepada teman sekelasnya, tetapi mereka menganggap Karin hanya mencari perhatian dan memilih untuk mengabaikannya. Saat itu, dia tidak bisa percaya pada siapapun, kecuali teman-teman satu grup musiknya. Dia langsung menghubungi teman-temannya untuk berkumpul di kantin pada saat itu juga. “GUYS, KE KANTIN SEKARANG! URGENT. GUE BAKAL JELASIN DI KANTIN,” ujar Karin di group chat  mereka. Revaz yang kebetulan sedang di kantin langsung membalas chat tersebut, “Gue lagi di kantin nih, kumpul di meja 12 ya.”   Zevan, Atlan, Lily, Yura, Zeanne, Jovan, Vella, dan Karin serta Harsa langsung bergegas menuju kantin. Tak lama mereka semua sampai dan langsung berkumpul di meja nomor 12. Harsa yang saat itu baru selesai bermain basket di lapangan datang dengan tubuh penuh keringat. “Sa, lo bau banget sumpah,” ucap Yura mendorong Harsa agar menjauh darinya. “Not your business, yang penting gue keren,” sambung Harsa menyisir rambut basahnya menggunakkan kelima jarinya. “Really? bau matahari gitu dibilang keren?” lanjut Yura sudah bersiap kabur dari amukan Harsa. “Shuuuuttt, kita kesini karena Karin, kenapa jadi nontonin lo berdua ribut?” ucap Zeanne yang kesal dengan Harsa dan Yura. “Iya, sorry,” lanjut Yura.   Zevan yang sudah sangat penasaran langsung bertanya, “Kenapa lo nyuruh kita kumpul, Kar?” Dengan tangan dan badan yang masih gemetar bersamaan dengan kucuran keringat yang keluar, Karin menyerahkan kertas yang dia terima di toilet kepada teman-temannya. “Gue gatau mau percaya sama siapa, gue cuma bisa percaya sama kalian,” ucap Karin sembari menahan air matanya agar tidak jatuh. Semua temannya kaget ketika membuka dan membaca kertas tersebut. “Kar, ini belum selesai?” tanya Vella terkejut. “G--gue g--ga tau,” jawab Karin yang sudah tidak bisa menahan air matanya karena ketakutan. Lily yang berada di sebelah Karin langsung memeluknya dan menenangkannya. “Kar, lo tenang dulu, jangan panik. Gue yakin ini cuma ulah orang iseng aja,” ujar Atlan yang juga mencoba menenangkannya. “Iya, ini pasti cuma perbuatan orang yang sirik sama lo,” sambung Zevan. “Apa ini ulah Nancy lagi?” tanya Lily suudzan. Yura menggeleng cepat, “Engga, gue yakin bukan Nancy, dia hari ini ga keluar kelas sama sekali jadi gak mungkin dia.” “T--tapi kalo i--ini beneran gimana ….” Karin masih ketakutan gemetar. Jovan menyodorkan minuman yang tadi sempat ia beli di depan wajah Karin, berniat menenangkan gadis itu. “Minum nih.” Karin dengan berat hati mengambil minuman itu dan langsung meneguknya. “Udah lo tenang aja, kita semua bakalan temenin lo kok, kalo ini kejadian lagi, lo langsung kabarin kita ya,” sambung Jovan menepuk pundak Karin. Karin mengangguk mengatur nafasnya dan kembali menyadarkan dirinya. Dia tidak boleh lengah di saat seperti ini. Setelah Karin tenang, mereka semua kembali ke kelas masing-masing dan melanjutkan pelajaran. Hingga tiba waktunya pulang, semua murid pulang ke rumahnya masing-masing. Sesampainya di rumah, Karin langsung berlari masuk ke rumahnya dan menceritakan yang terjadi kepada kedua orang tuanya. Orang tua Karin yang terkejut langsung menenangkan anaknya dan berkata bahwa itu hanya ulah orang iseng dan langsung membakar kertas tersebut.   *   Selasa, 13 April 2020   Waktu istirahat pun tiba, Karin yang masih trauma akan kejadian kemarin lalu menghubungi Lily dan minta untuk ditemani ke kamar mandi. Lily langsung menemani Karin dan semuanya berjalan baik, tidak terjadi apa-apa. Akan tetapi, ketika Karin kembali ke kelas dan membuka tasnya, betapa kagetnya Ia ketika melihat kertas yang sama seperti yang waktu itu Ia terima di toilet. Sontak, Karin berlari keluar kelas menuju lapangan, karena hari itu merupakan jadwal kelasnya melaksanakan olahraga. Karena semua teman sekelasnya sedang di lapangan pada saat itu, tidak ada yang melihat siapa yang masuk ke kelas dan menaruh kertas itu disana. CCTV yang ada di kelas Karin juga sedang tidak berfungsi. Karin langsung menghubungi teman-teman grup musiknya untuk memberi tahu kejadian tersebut. Mereka berkumpul di kantin dan Karin menunjukkan kertas yang ia bawa. “G--gue nemu kertas ini lagi di dalem tas gue,” ucap Karin ketakutan. Semua teman-temannya saling melontarkan pandangan terkejut dan juga bingung. “Wah gila sih, ini teror serius. Kayanya kita harus bener-bener cari pelakunya,” ucap Atlan. “Ayo kita cari pakai cara waktu itu, minta semua teman kelas kita nulis tulisan yang sama,” ucap Revaz dan disetujui oleh semua. Mereka akhirnya bergegas ke kelas masing-masing dan meminta semua temannya untuk menulis tulisan yang sama, tetapi usaha tersebut sia-sia, tidak ada yang tulisannya sama persis seperti pada kertas. “Kita ga bisa pake cara itu lagi, peneror aslinya ga akan pakai tulisan asli dia,” ucap Zevan menunjukkan semua kertas yang sudah terisi penuh oleh coretan pulpen yang sangat beragam. “Dan pelakunya bisa aja salah satu teman sekolah kita yang memodifikasi tulisan dia,” sambung Zevan. “Kar, lo pernah punya masalah sama orang lain ga?” tanya Revaz pada Karin. “Seinget gue ga ada, gue ga pernah punya masalah sama orang lain,” jawab Karin. Akan tetapi pandangan Jovan tertuju pada tangan Vella, terdapat perban dengan semburat merah seperti habis tergores. “Itu kenapa, Vel?” tanya Jovan menunjuk tangan Vella. Gadis itu nampak terkejut dan menyembunyikan tangannya, “Oh itu, kena pecahan piring, kenapa?” jawab Vella. “Yakin?” sambung Jovan. “Maksud lo? Darah itu darah gue? Lo nuduh gue yang teror Karin?” tanya Vella kesal. “Udah-udah jangan berantem, ga mungkin Vella pelakunya,” ucap Atlan mencairkan suasana.”Iya ga mungkin salah satu dari kita pelakunya,” sambung Zevan. Teror tersebut ternyata tidak berhenti, Karin terus mendapat kertas tersebut, bukan hanya ketika di toilet, di dalam tas, bahkan sampai dikirim ke rumahnya. Karin yang sudah terbiasa dengan hal tersebut memilih untuk mengabaikan teror itu. Ia berpikir bahwa itu hanya perbuatan orang yang sirik dengannya karena kehidupannya yang bahagia seperti tidak pernah diterpa masalah.   Sampai tiba hari ulang tahun Karin ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN