6

834 Kata
Mereka langsung terkejut dan salah tingkah, si wanita mundur sambil mengusap bibirnya sementara Mas Arya langsung mendekat. "Ariska, ngapain kamu di sini?" tanya Mas Arya yang masih tak sanggup menyembunyikan keterkejutan. "Ngeliat kamu yang lagi pacaran dengan sahabatku," jawabku dingin. Aku maju dan mendekat dengan tatapan tajam pada mereka berdua "Kita gak pacaran? Ini hanya...." Mas Arya berusaha melindungi Bella di belakang punggungnya. "Perselingkuhan kan ya?" tanyaku sinis dengan suara lantang. "Bukan ... Ini bisa dijelaskan," ujar Mas Arya sambil menarik lenganku. "Jangan mendekat kamu, Mas!" Aku berusaha menjauh darinya. "... kamu juga Bella, aku gak nyangka ya, kamu setega ini dengan sahabat sendiri?!" Wanita itu bersembunyi sambil memeluk pinggang Mas Arya, melihat kemesraan mereka hatiku makin panas rasanya, terlebih ketika Mas Arya juga membalas sentuhan wanita itu dengan genggaman pasti. Apa yang harus aku ucapkan untuk menggambarkan bagaimana sakitnya perasaanku saat ini, rasa-rasanya kalimat u*****n dan cacian paling buruk di dunia tidak akan cocok untuk mereka. "Kami nggak melakukan apa-apa kok," sanggah Bella pelan. "Jelas-jelas aku melihat kalian berciuman? Apa kalian ingin mengelak, apa aku terlihat buta?" teriakku mengambil sebuah gelas dan melemparnya ke lantai sehingga pecah berkeping-keping. Wanita itu terkejut, wanita yang sudah kuanggap saudara dalam hidupku. "Astaga ... ayo kita pulang," ajak Mas Arya sambil menarik lenganku, sikapnya seolah-olah akulah yang bersalah. "Lepaskan aku! Kenapa aku harus pulang, kau suruh pulang dengan cara diseret, kau pikir aku hewan Mas?" elakku melepaskan cekakan tangannya "Ariska aku harus bagaimana menjelaskan ini padamu?" tanyanya sambil mengacak rambut. Dia terlihat gusar "Inikah yang katamu akan menemui klien dan membahas bisnis? Apa Bella adalah klienmu? Apa bisnis kalian adalah membohongiku dari belakang?!" Air mataku meluncur begitu saja, tak tertahan dan tak bisa kutepis pilu menyakitkan ini. "Aku hanya sedang menghiburnya, ini salah paham Ariska," bujuk Mas Arya mendekat. "Cukup tutup mulutmu Mas," tolakku menampik tangannya ke udara. "Baik, aku akan mengaku, aku sudah lelah," jerit Bella. Kali ini suaranya melengking melebih intonasi suaraku yang seharusnya lebih murka dari mereka. "Bella, diam dulu, aku ingin bicara, dengan Ariska," ujar Mas Arya yang terlihat kini panik menghadapi dua wanita yang sedang marah. "Aku memang pacarnya, aku ingin dinikahi Mas Arya, aku sudah menuntut lama untuk hal ini, memangnya kenapa? kau mau apa?!" tanya Bella sambil berkacak pinggang. "Kurang ajar kamu ya," desisku yang mendekat dan hendak menamparnya namun suamiku mencegah dan menyeretku keluar dari kamar hotel itu. "Ayo pergi Ariska," ajaknya kasar. Plak! Kutampar wajahnya hingga kacamata yang dia kenakan hampir terlepas "Kamu gak berhak seret aku seperti ini, Mas, aku butuh penjelasan terhadap apa yang terjadi, kenapa sahabatku ingin menikahi kamu, sejak kapan ini?" "Sahabat? Hah, siapa yang menganggap kamu sahabat, aku benci banget sama kamu karena kamu menghalangi semua langkahku," teriak Bella melempar botol air mineral ke kaca jendela. Tak kusangka dia menganggapku seperti itu, dibalik semua kalimat manis dan sikap perhatiannya sebagai teman. Wanita itu terlihat menangis dan meremas rambutnya lantas menjatuhkan dirinya di kursi. "Aku sudah lama menjalin hubungan sama Mas Arya, kami sering menghabiskan malam bersama, aku butuh kepastian juga. Aku bosan disebut hanya teman, aku butuh status!" ujarnya sambil mengusap air matanya. "Jadi, itu yang terjadi di antara kalian?" tanyaku bergetar. "Kami sudah seperti suami istri, dia jarang makan siang di rumahmu karena dia pulang ke rumahku. Kau pasti sering bertanya kenapa dia selalu sibuk di hari libur? Itu karena dia bersamaku, menghabiskan waktu denganku, berbagi hidup dan asmara, kau puas!" Dia mengatakan semua itu dengan lantang. "Diamlah Bella, kau menghancurkan semuanya!" Mas Arya memarahi simpanannya itu "Aku bosan menjadi wanita cadangan, seolah aku hanya mainan, aku lelah disembunyikan, aku ingin diakui dan dibanggakan seperti dia yang kau gandeng ke mana-mana, aku muak dengan kepalsuan ini!" "Tetap saja kau salah, karena Mas Arya suamiku, kalian berdua memang menjijikkan," bentakku. "Kau hanya menang status saja, kau hanya pajangan yang tak berguna. Coba, aku ingin tahu kapan terakhir kau dia membicarakan program punya bayi lagi? Tidak pernah lagi kan? Itu karena dia merencanakan itu denganku. Aku tahu kau istrinya, namun aku juga manusia, aku lelah hanya diberi janji, aku butuh bukti." "Cukup Bella!" Bentak Mas Arya yang berusaha mendekat dan memelukku. Apa lagi yang lebih memedihkan hati daripada mendengar pengakuan Bella, rasanya hati ini ditusuk-tusuk lalu dibakar dengan begitu kejamnya. Bagaimana tidak, sahabatku, suamiku, mereka sudah lama menjalin hubungan rahasia dan parahnya, aku tak menyadarinya. Astaghfirullah. Aku hanya bisa mengurut d**a. "Selesaikan ini Mas!" ujarku sambil mundur menjauh. "Tunggu Ariska!" "Aku tidak ada kata kata lagi," ujarku. Aku melangkah pergi sementara obat dan makanan yang kubeli untuk Bella ternyata masih di tangan dan aku tak menyadarinya. Kulempar benda itu dan mereka tumpah ke lantai, ke dekat kaki Bella. Isinya obat maag dan asam lambung, suplemen makanan dan vitamin c, juga digestive biskuit. "Aku kecewa berharap dan memberikan kasih sayang pada orang yang kusebut sahabat. Kau tak lebih dari benalu!" "Maaf Ariska ...." Mas Arya kini tak mampu menatap mataku, ia hanya menunduk. "Maaf ...?" Rasanya sia sia sudah Mataku memanas, pandanganku kabur oleh lelehan air mata, kutinggalkan kamar itu dengan hati berdarah, penuh luka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN