Rahmat Sudraja sudah lupa berapa banyak kota yang ia singgahi dalam beberapa tahun terakhir. Ia adalah bayangan yang melintas di antara keramaian, selalu bergerak, selalu menghindari sorotan. Dari gang sempit di Jakarta, pelabuhan gelap di Surabaya, hingga hotel kumuh di Bangkok, setiap tempat menyimpan rahasia, dan tugasnya adalah menggali hingga ke akar.
Ia bukan polisi, bukan jaksa, apalagi pahlawan. Rahmat hanyalah seorang informan, pria yang mencari, mendengar, dan menjual informasi kepada mereka yang berani membayar. Tapi kali ini, bukan sekadar uang yang mendorongnya untuk terus berpindah kota. Ia mengejar sesuatu yang lebih besar: sebuah jaringan yang mengendalikan banyak hal dari balik layar.
Konspirasi. Korupsi. Sabotase. Narkotika. Empat kata itu menjadi pola yang terus ia temukan dalam setiap perjalanannya. Pejabat yang mencuci uang di kasino ilegal, pengusaha yang menyelundupkan senjata melalui jalur diplomatik, dokter yang bermain dengan nyawa pasien demi keuntungan pribadi, semuanya terhubung dalam satu jaring kusut yang tak terlihat oleh orang biasa.
Di dalam koper lusuhnya, ada peta yang penuh coretan, nama-nama yang ia lingkari dengan tinta merah, dan dokumen yang bisa membuat orang-orang berkuasa ketakutan. Setiap informasi yang ia kumpulkan semakin membawanya ke titik tanpa jalan kembali. Rahmat tahu, cepat atau lambat, ia akan bertemu dengan orang yang ingin membungkamnya.
Tapi ia tidak peduli.
Karena dunia ini butuh seseorang yang berani menyusup ke dalam kegelapan untuk mengungkap kebenaran.
Dan Rahmat Sudraja adalah orang itu.