BAB 2: Dansa

2152 Kata
“Aku kan masih rindu padamu, duduk saja disini.” Lily menarik-narik ujung jass yang Helian kenakan. Lily sangat ekspresif, dia blak-blakan dengan perasaan apapun yang ingin dia ungkapkan agar Helian langsung mengerti maksud ucapannya.  “Tidak bisa” tolak Helian seraya menarik jassnya agar terlepas dari genggaman Lily. “Kenapa?” suara Lily berubah merendah. Wajah Helian tampak sedikit pucat karena takut, di matanya Lily terlalu agresif. Helian terlalu mencintai dirinya sendiri, tidak ada yang boleh membuat tubuhnya sembarangan, hatinya menjadi tidak tenang. Termasuk Lily.  “Kau tidak mau duduk disini?.” Tanya Lily lagi. “Tidak bisa. Kau akan menodai kepolosanku.” Jawab Helian terdengar sedikit menuduh. “Baiklah, aku akan mengatakannya kepada Nyonya Yu.” Gumam Lily sedih. “Merepotkan.” Ketus Helian yang langsung duduk lagi di kursinya. Lily langsung tersenyum cerah karena Helian paling tidak suka membuat ibunya marah. Lily menegakan tubuhnya dan duduk dengan baik, gadis itu melihat ke sekitar memperhatikan penari yang berkostum seperti bulu tengah beratarksi di lantai tiga. Para tamu undangan terlihat sangat senang karena pesta yang semakin meriah. Berbeda dengan Helian, alih-alih merasa terhibur, dia malah menguap seakan semua yang ada di dalam pesta sangat membosankan. Apalagi ketika Julian Giedon menyambut acara dan sedikit berpidato. Helian sedikit berdecih, Helian merasa tidak begitu suka karena setiap kali melihat wajah Julian, Helian selalu seperti melihat dirinya sendiri. Kesuksesan Julian adalah beban yang sangat berat untuk Helian karena apapun yang dia lakukan, selalu ada bayangan Julian yang mengikutinya. Begitu pula dengan Endrea, karena ibunya yang awet muda. Semakin bertambahnya usia Endrea, orang-orang mulai mengatakan Endrea seperti ibu Yura, sementara Yura seperti anak Endrea. Sangat menyenangkan memiliki orang tua yang sempurna, namun di sisi lain Endrea dan Helian benar-benar terbebani oleh komentar orang lain karena terus membandingkan pencapaian orang tua mereka dengan apa yang di miliki Endrea dan Helian saat ini. Melihat keterdiaman Helian, Lily menggeser tempat duduknya untuk semakin dekat dengan pria itu. Lily senang karena sejak mereka duduk, tidak ada satupun orang yang mendatangi mereka.  “Aku akan menginap di Neydish selama beberapa hari.” Cerita Lily dengan senyuman cantiknya, matanya yang berbinar itu terlihat indah berkilauan memantulkan cahaya-cahaya dari dalam ruangan pesta, “Kau mau jalan-jalan denganku?.” “Tidak.” Jawab Helian tidak peduli. Bibir Lily sedikit mengerut, namun penolakan Helian tidak pernah bisa membuat Lily kecewa apalagi menyerah. “Ayo berdansa denganku.” Ajak Lily terdengar seperti sebuah bisikan. Helian langsung menengok dan melihat gadis itu, perhatian Helian teralihkan kearah Endrea yang kini berbicara dengan beberapa pengusaha. Endrea melakukan pekerjaannya dengan baik, dia terlihat sangat dewasa dan berusaha melakukan perannya dengan baik. Bibir Helian membentuk senyuman bangganya kepada Endrea. Helian sendiri tidak begitu berantusias untuk berkenalan dan berbicara dengan rekan kerja ayahnya meski dia sudah di beri perintah untuk menyapa beberapa orang karena sudah di persiapkan. Julian tidak sembarangan meminta Helian maupun Endrea kenal dengan beberapa rekan kerjanya yang memang bisa dapat di percaya. Karena itu Julian ingin kedua anaknya mulai bisa membuat koneksi sendiri meski itu di mulai dari perkenalan biasa. “Helian. Kau tidak dengar aku?.” Lily mengguncang lengan Helian karena pria itu tidak kunjung menjawab. “Ayo berdansa denganku.” Ajak Lily lagi. “Ah, baiklah.” Helian langsung setuju, jika dia menari dengan Lily, itu bisa menjadi alasan untuk Helian agar tidak menyapa tamu orang tuanya. Helian segera beranjak dan mengulurkan tangannya, Lily langsung menerimanya dan berdiri. Gadis itu tersenyum lebar dengan pipi merah merona, binar di matanya yang polos memancarkan kebahagiaan. Kedua remaja itu segera pergi bergabung dengan kerumunan orang yang menari. Helian melepaskan genggaman tangannya dan mundur dalam dua langkah, pria itu membungkuk di hadapan Lily. “Berdansalah denganku.” Pinta Helian dengan sopan mengikuti aturan menari yang sesungguhnya. Bibir Lily mengukir senyuman indahnya, gadis itu langsung menerima uluran tangan Helian, mereka perlahan mendekat dan saling menggenggam. Lily menempatkan tangannya di bahu Helian. Merasakan sentuhan orang asing di bahunya membuat Helian menatap horror penuh ketakutan, pria itu melihat ke sisi melihat tangan mungil Lily yang berada di pundaknya. “Pakailah sapu tangan, jasku di rancang secara khusus. Jika kau terlalu lama menyentuhnya, nanti parfume milikmu akan menempel di pakaianku.” Peringat Helian terdengar menyebalkan. Alih-alih kesal, Lily malah memeluk leher Helian. “Tidak apa-apa, kalau parfumeku menempel pada bajumu. Nanti kau akan terus ingat aku.” Jawab Lily dengan mata berbinar. “Kenapa diam saja?. Ayo peluk pinggang aku.” Pinta Lily memberitahu. “Aku tidak pakai sapu tangan.” Tolak Helian halus, dia tidak mau sembarangan menyentuh seseorang. “Jika kau tidak mau memeluk pinggangku. Aku yang akan memeluk pinggangmu kalau begitu.” “Jangan!.” Helian langsung menempatkan telapak tangannya di pinggang Lily, kepalanya sedikit terangkat menghindar dari tatapan Lily yang tidak berhenti memandangi wajahnya. “Jangan terus menatapku, ketampananku bisa terkikis.” “Semakin aku pandangi, justru kau semakin tampan.” Puji Lily. “Karena wajahku estetik.” Lily sedikit cemberut mendengarnya, kakinya perlahan bergerak bersama Helian. Mereka yang sudah di latih berdansa sejak kecil tampak tidak canggung untuk melakukannya. Perlahan kepala Helian menurun, bola matanya yang hijau indah itu melihat kilauan anting Lily yang berwarna biru seperti langit malam. Gadis itu sangat muda dan cantik, matanya yang besar berbinar polos penuh ketulusan dan aura yang sangat positif. Rambutnya yang terurai dan bergerak tercium harum seperti bunga yang baru mekar di setiap kali. Pandangan mereka bertemu, tubuh mereka bergerak menari mengikuti alunan musik. Wajah Lily bersemu merah, gadis itu itu tersipu malu karena Helian menatapnya dengan serius. “Kenapa menatapku seperti itu?. Apa malam ini aku cantik?.” “Tidak.” Jawab Helian dengan datar. Lily kembali di buat cemberut mendengarnya. Helian terlalu spontan dan jujur. “Tapi, matamu unik.” Kata Helian lagi. Lily langsung berbinar mendengarnya. “Benarkah?.” Lily sedikit maju membuat tubuh mereka semakin rapat dan mendekat. Kakinya yang memakai heels itu sedikit berjinjit untuk melihat lebih dekat Helian. “Benarkah?.” Wajah Lily semakin menengah mencoba mengikis jarak dengan wajah Helian, Lily sedang mencuri-curi kesempatan untuk berdekatan dengan Helian. “Coba lihat lebih dekat, apakah masih terlihat unik?.” Tanya Lily dengan suara bergetar dan detak jantung yang bedegup kencang. “Ya, matamu seperti bunga Wisteria.” Jawab Helian spontan. “Ayo besok kita ke Jepang dan melihat bunga Wisteria. Kita berkencan dengan romantis di sana.” Ajak Lily penuh semangat. Gadis itu semakin mendekat dan memeluk Helian lebih erat, kakinya lebih berjinjit melangkah ke sisi dan belakang masih mengikuti irama musik. Helian menegak kaku terlihat takut, Lily terlalu dekat dengannya, pria itu melihat ke sisi dan menyadari bahwa kini Julian menatapnya dengan tajam. “Helian, kau mau kan?.” Tanya Lily terdengar sedikit merengek. “Kita pergi ke Jepang dan berkencan di bawah bunga Wisteria.” “Tidak,” Jawab Helian tanpa keraguan. “Kenapa?.” “Kau bukan tipeku.” “Tipe pacarmu seperti apa?.” Tanya Lily dengan gigih tidak mempedulikan sudah berapa kali Helian menolaknya, Lily tidak akan berhenti mencoba. Sesaat Helian terdiam, pria itu tidak memiliki tipe apapun tentang wanita karena Helian belum pernah tertarik dengan wanita. Selama ini Helian hanya tertarik untuk hidup semaunya sendiri. Belum sempat Helian menjawab, suara musik berhenti membuat dansanya dengan Lily selesai. Dengan cepat Helian melepaskan pelukannya dan mundur, dia dan Lily saling membungkuk memberi hormat. Helian kembali berdiri dengan tegak dan melihat ke sekitar, pria itu tersenyum samar melihat ibunya yang berdiri sendirian belum melakukan dansa. Tanpa bicara apapun kepada Lily, dia melangkah pergi menemui ibunya. “Helian selalu begitu.” Cemberut Lily terlihat kesal, Lily langsung berbalik dan pergi menemui teman-temannya yang berada di pesta. Berdansa dengan Helian malam ini, sudah cukup untuknya, Lily tidak bisa terlalu menempel kepada Helian lebih lama. “Ibu,  berdansalah denganku.” Pinta Helian membungkuk dan mengulurkan tangannya. Tanpa keraguan Yura menerimanya dan pergi bersama Helian ke tengah lantai, Yura menempatkan tangannya di pundak Helian dengan tangan saling menggenggam. “Bagaimana pertemuanmu dengan Lily?.” “Biasa saja.” Jawab Helian tidak begitu berkesan, pria itu mulai bergerak. “Dia sangat senang bertemu denganmu, aku harap kau tidak terlalu dingin kepadanya.” Yura mengenal Lily sejak gadis itu masih kecil, karena itu Yura tidak begitu khawatir jika Helian dekat dengan Lily. Lily suka keramaian dan selalu di penuhi oleh aura yang positif, jika Helian dekat dengan gadis itu, setidaknya Helian akan sedikit berubah untuk tidak terlalu santai dengan kehidupannya. “Dia terlalu agresif, aku tidak suka di sentuh sembarangan.” Ungkap Helian. “Dulu saat masih kecil, kalian terus saling berpegangan tangan kemanapun pergi.” “Aku tidak ingat.” Yura tersenyum semar, wanita itu mendekat lebih rapat dan memeluk Helian. “Apa Lily mudah kau lupakan?.” “Tidak juga, matanya yang seperti bunga Westeria, mudah aku ingat.” Jawab Helian membalas pelukan ibunya. “Suatu saat nanti kau pasti mengingatnya.” Helian sedikit berdeham gelisah merasakan sesuatu yang panas di belakang lehernya. Helian segera melepaskan pelukannya dan melihat ke belakang, pria itu sedikit tersenyum kaku karena rupanya tatapan tajam Julianlah yang membuat dia tidak nyaman. Julian pasti akan mengomel karena Helian mencuri dansa pertama Yura di pesta malam ini. *** Helian berdiri bersedekap melihat lemari yang di sisi banyak minuman beralkohol, setiap tutup botol yang di buka, dia bisa mencium aroma yang berbeda, rasa dan sensasi yang berbeda meski lidahnya belum mencoba. Julian sengaja mengumpulkan banyak jenis minuman untuk menjamu tamu pentingnya. “Tuan Helian.” Seorang pria bertubuh tambun datang menyapanya. Helian melihat ke sisi, perhatiannya langsung tertuju pada kumis pria itu yang terlihat rapi dan berbentuk mirip seperti tanduk hewan carabao. “Anda siapa?.” Tanya Helian bingung. “Saya Feldman. Kita pernah bertemu saat pelelangan lukisan ibu Anda.” Jawab Feldman dengan suara yang serak. Helian tersenyum lebar meski dia tidak ingat apapun. Feldman mengambil secarik kartu nama dari balik tuxedonya dan memberikannya kepada Helian. “Jika Anda butuh bantuan, hubungi saya. Saya akan selalu ada di Paris jika Anda ingin bertemu.” “Terima kasih.” “Sampai jumpa.” Feldman membungkuk dan segera pergi, pria itu tidak bersikap basa-basi membuat Helian tidak begitu terganggu. Helian sedikit membaca carik kertas kartu nama itu, rupanya Feldman adalah seorang kolektor lukisan yang cukup terkenal. Helian segera  memasukan kartu nama itu ke dalam sakunya.  “Di mana Endrea?. .” Bisik Helian mencari-cari Endrea. Ada yang harus Helian katakan kepada kakaknya itu. Helian pergi ke sisi jendela dan melihat ke sekitar. Tanpa di sengaja dia melihat Endrea pergi bersama Kenan mengikuti Julian, mereka pergi menjauh dari keramaian. Tidak berapa lama Lucas William dan Yura ikut menyusul. Semua orang pergi menuju lantai tiga, menjauh dari keramaian. Helian langsung pergi mengikuti kemana orang-orang pergi. Begitu sudah berada di lantai tiga, Helian tidak melihat siapapun selain kekosongan. Perlahan Helian mendekati setiap pintu dan mengetuknya.  Langkah Helian mengantarkan dirinya pergi berbelok menuju lorong kecil menuju kamar vip. “Katakan sekali lagi!.” Suara bentakan Julian terdengar di dalam membuat Helian melihat ke balakang. Perlahan Helian mundur dan membuka pintu pintu. Helian tersenyum polos melihat Julian yang tengah berdiri sambil bertolak pinggang melihat Endrea dan Kenan yang duduk terlihat sangat tegang, sementara Lucas ayah Kenan duduk dengan penuh kewaspadaan. Yura duduk bersebrangan, di sebelah Julian yang tengah berdiri. Semua orang melihat kehadiran Helian yang tersenyum polos tidak mengerti ketegangan semua orang. “Ada apa?.” Tanya Julian dengan sedikit geraman. Helian menunjuk Endrea. “Aku ada perlu dengan Endrea.” “Tidak sekarang.” “Kenapa?.” “Kami sedang bicara penting.” “Oh.” Helian mangut, alih-alih keluar, Helian ikut masuk dan menutup pintu rapat-rapat. “Aku tunggu di sini.” Ujar Helian seraya berdiri di sisi dinding dan membelakangi semua orang sambil melihat lukisan, Helian yang terlalu santai terlihat tidak peduli dengan ketegangan yang kini tengah bertengkar. Julian memijat batang hidungnya dengan keras terlihat tidak tahu harus berkata apa pada puteranya. “Lanjutkan.” Titah Julian pada Kenan yang tadi sempat berhenti bicara. “Saya ingin bertunangan secara resmi dengan Endrea. Restui kami.” Ucap Kenan dengan tegas. Julian sedikit tertawa murka. “Dalam mimpimu. Sampai kapanpun kau tidak pantas untuk puteriku. Sudah aku katakan kepadamu sejak dulu, kau boleh bersama puteriku setelah bisa mengalahkanku.” “Jika kau tidak merestui pertunangan Endrea dan puteraku. Kita perang saja Julian.” Ancam Lucas tidak main-main. Lucas tidak suka putera kebanggaannya di pandang sebelah mata oleh Julian Giedon, sahabat Lucas sendiri. “Kau pikir aku takut?. Akan ku buat kau mengalami krisis dalam waktu semalam.” Jawab Julian yang membalas tantangan Lucas. Diam-diam Endrea dan Kenan saling memandang dan berpegangan tangan, mereka hanya bisa menelan saliva mereka dengan susah payah. Kini kedua orang tua mereka yang arogan akan bertengkar lagi. Rahang Lucas mengeras, tatapannya berubah tajam seperti ujung pisau, begitu pula dengan Julian yang membalasnya. “Bisakah kalian tenang sedikit?.” Tanya Yura. “Tidak.” Jawab Lucas dan Julian berbarengan. Merasakan ketegangan yang semakin kuat, Helian membalikan tubuhnya dan bergerak ke sisi. “Kalian mau minum?.” Semua orang kembali melihat Helian dengan ekspresi kesal. To Be Continue...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN