“Maaf, kami sudah tutup, Nona.” Seorang wanita yang masih tampak cantik dan berwajah sangat mirip dengan pria jembatan itu bersuara dengan lembut dalam bahasa Inggris.
“Aku ... aku tahu. Tapi ... apa tidak ada yang bisa aku beli?” Zoe melirik etalase yang sudah bersih.
Sial! Ini belum terlalu malam dan sudah tidak ada yang bisa ia beli? Apa kota kecil selalu lebih cepat ‘tidur’ seperti ini?
“Belilah di tempat lain yang masih buka. Kami tidak akan menjual apapun padamu sekarang.” Si tampan dari jembatan itu bersuara (lagi-lagi) dengan ketus.
Apa semua pria tampan itu harus selalu sombong dan galak?
Zoe menatap pria itu. Di bawah lampu yang lebih terang, Zoe semakin yakin bahwa dia pernah melihat pria ini sebelumnya. Wajahnya tampak tidak asing. Namun, meskipun begitu, Zoe sama sekali tidak bisa mengingat kapan ia pernah bertemu atau melihat wajah itu.
“Kau baru tiba di sini?” Wanita itu kembali bertanya dengan ramah.
Zoe mengangguk. “Bus yang aku tumpangi tidak sampai di sini. Aku berjalan kaki dari ujung jalan sana dan ponselku kehabisan baterai.”
Wanita dan pria yang lebih tua tampak iba padanya. Berbeda dengan pria jembatan itu yang tetap tidak tersenyum padanya sama sekali. Dalam hati Zoe mencibir. Jika pria itu adalah anak sepasang orang tua itu, ia jelas tidak cocok karena mereka sangat ramah.
“Duduklah. Masih ada roti yang bisa kuberikan untukmu.” Pria tua itu kembali ke balik etalase dan menyiapkan makanan untuk Zoe sementara istrinya berkata akan membuatkan coklat panas.
“Maafkan aku harus membuat kalian tutup lebih lama,” ucap Zoe dengan menyesal.
“Kau harus membayar mahal karena membuat kami buka lebih lama!” Lagi-lagi pria tampan itu bersuara dengan angkuh.
“Byron, kau pulanglah dulu.” Wanita tua itu menatap putranya dengan pandangan menegur. “Kami akan menyusulmu nanti.”
Byron? Lagi-lagi Zoe merasa sering mendengar nama itu. Di studio. Mary dan Sue sering menyebut nama itu.
“Ini, makanlah.” Sebuah kue coklat yang tampak lezat disodorkan di hadapannya. “Maaf, hanya tinggal ini saja yang masih ada.”
Zoe mengucapkan terima kasih dan menyantap satu potong kue coklat itu. Rasanya begitu lezat. Zoe tidak pernah memakan kue selezat ini sebelumnya.
Pasangan tua pemilik toko itu kembali di balik etalase sementara anak laki-laki mereka yang galak itu tetap berdiri di tempatnya dan menatap Zoe dengan matanya yang tajam. Ia bersedekap seperti seorang sipir penjara yang kejam.
“Byron, pulanglah lebih dulu, Nak,” ulang wanita itu lagi dengan lembut.
“Tidak, Mom. Aku akan menunggu kalian.” Pria itu bahkan tidak memalingkan matanya dari Zoe.
“Lord Byron, pulanglah!”
Lord Byron? Oke, Zoe sangat sering mendengar nama itu disebut teman-temannya atau murid menarinya. Dia adalah aktor terkenal di New York dan para gadis-gadis sangat memujanya. Yah, kecuali Zoe. Dia tidak suka menonton film dan sama sekali tidak tertarik dengan majalah gossip. Akan tetapi, Lord Byron yang itu tidak mungkin sama dengan Lord Byron yang ini kan?
“Maaf, apa kalian tahu di mana hotel Bonher?” tanya Zoe setelah meminum coklatnya.
“Bonher? Mungkin Bonheur maksudmu.” Wanita tua nan ramah itu tersenyum padanya. “Itu rumah peristirahatan milik keluarga Dupont. Letaknya ada di ujung jalan sana.”
Dupont. Ya, nama keluarga Lena adalah Dupont. Pasti itu yang dimaksud Zac.
“Apa kau akan menghadiri pernikahan Lena?” Wanita itu bertanya lagi dengan jauh lebih hati-hati.
“Oh, kau mengenalnya? Ya, dia akan menikah dengan kakakku.” Zoe melirik raut wajah Byron yang mendadak berubah. “Ponselku mati jadi aku tidak bisa menghubunginya. Apa masih jauh dari sini?”
Wanita itu kembali tersenyum dan melirik putranya. “Tidak terlalu jauh lagi, dekat dengan rumah kami. Byron bisa mengantarmu ke sana.”
“Mom ...”
“Nak, jangan biarkan seorang wanita berjalan sendirian di malam hari.” Wanita itu memotong protes anaknya yang belum sempat disuarakan.
Zoe berdiri dari duduknya dan menggeleng. “Tidak, aku bisa ke sana sendirian. Berapa aku harus membayar kue dan coklat panasnya?”
Sang pria tua menggeleng dan mendekati istrinya. “Kami sudah tutup. Kuenya tidak kami jual. Tunggulah sebentar, kami akan mengantarmu sekalian kami pulang.”
“Tapi ...”
Wanita tua itu menggeleng untuk menyuruhnya diam, dan membereskan peralatan makannya. Keramahan dan kebaikan mereka membuat Zoe merasa bersyukur. Tidak semua orang itu egois dan mementingkan diri mereka sendiri seperti si Lord Byron itu.
“Jadi sejak tadi kau berjalan kaki?”
Zoe mengangguk. Terima kasih pada sepatu kets yang tidak membuat kakinya lecet meskipun dia sudah berjalan sangat jauh.
“Seharusnya kau menyewa mobil dari Avignon. Tidak ada bus yang sampai kemari.” Ayah Byron selesai mengunci pintu toko. “Ah, namaku Frank dan istriku, Ana. Dia anakku, Byron.”
“Namaku, Zoe.” Zoe tersenyum menatap sepasang suami istri itu. Tampak jelas mereka adalah pasangan berbeda negara, tetapi juga tampak jelas jika mereka berdua saling mencintai.
Zoe baru akan menarik kopernya saat tangan besar mendahuluinya lebih dulu dan menarik kopernya. Byron berjalan tanpa suara di hadapannya. Zoe menatap Frank dan Ana sementara mereka hanya tersenyum.
“Ayo, Zoe.” Ana meraih lengannya dan berjalan berdampingan dengannya sementara Frank berjalan di sebelah Ana.
Mungkin, ini bukan kota yang ingin Zoe datangi, tetapi keramahan dua orang tua ini membuatnya yakin bahwa Sault ternyata tidak terlalu buruk.
Zoe dan Zac sudah tidak memiliki ayah dan ibu, melihat Ana dan Frank yang begitu baik, rasanya dia kembali teringat pada orangtuanya. Andai mereka masih hidup, mereka pasti bahagia bisa melihat Zac akhirnya menikah meskipun yah, Zoe tidak terlalu mengenal calon istri kakaknya itu.
Ana mengajaknya berbincang sementara mereka berjalan bersama. Frank menimpali percakapan mereka sesekali sementara Byron tetap berjalan di depan mereka tanpa bersuara. Tidak lama kemudian, mereka berhenti di depan bangunan besar yang tampak ramai. Byron melepaskan kopernya dan berbalik pada Zoe.
“Ini alamat yang kau cari. Mom, Dad, ayo kita pulang,” katanya dengan suara datar.
“Terima ...”
“Byron!” Lena berseru saat gadis itu muncul dari balik pintu dan merangkul lengan Byron.
Zoe melihat raut muka Byron yang kembali berubah dan dia langsung menyadarinya. Ada sesuatu antara Lena dan Byron. Dia yakin itu.