Manusia Tiang Listrik.

523 Kata
Di sebuah rumah, kehebohan pun terjadi, Rara mengoceh tidak jelas. Wajahnya memerah karena sinar matahari membakar kulitnya. Merasa diasingkan oleh para penghuni di rumah ini dia pun memilih untuk duduk bersantai di sofa empuk dengan kedua kaki di atas meja kecil depannya. Sambil main ponsel canggih terbaru VIVO termahal jutaan rupiah. Zaman sekarang modern telah berubah. Celana panjang bagus-bagus di sobek-sobek kayak gembel. Kaus yang cantik rapi, di kusut sampai di lipat kayak anak The Rocker. Dilihat ** nya, nggak ada satu pun mencarinya maklum bukan artis terkenal jadi segalanya sepi. Ia mematikan serasa bosan, kedua matanya tertuju pada Ayahnya – Edy Susanto Kusuma. "Papa mau ke mana?" tanya gadis pendek "Mau kerja, dong," jawabnya "Rara ikut!" Diturunkan kedua kakinya dari meja kecil itu. "Untuk apa? Enggak kumpul sama teman-teman kamu?" tanyanya "Mereka nggak jelas, Pa!" Gadis pendek itu masuk ke dalam mobil ayahnya. Ia sangat manis apalagi berada di mobil. Cuma sikap anehnya ini bikin Edy waswas. Karena penampilannya sedikit mencolok. Ya mudah-mudahan saja di kantor nanti nggak seperti sifat istri barbarnya. Sampai di kantor perhotelan tempat di mana para karyawan terpukau dengan ketampanan Edy. Tidak pernah berubah seberapa pun usianya yang mulai berkepala empat atau lima tetap saja ganteng. "Pa, Rara ke sana, sebentar ya!" Ditunjuk arah tempat minimarket. "Iya, jangan bikin onar!" Edy mengingatkan. "Siap, komandan!" Rara sampai memosisikan seperti tentara. Di dalam minimarket, Rara keliling melihat-lihat yang bisa di santap nantinya. Perutnya lapar sih, ada es krim Aice bentuknya unik banget. Buka kaca pendingin itu, terus es krim rasa paling disukainya itu tinggal satu. Baru saja mengambil keduluan sama tangan asing. Tangan lebar, kekar dan sedikit berakar uratnya. "Eh! Stop! Gue duluan yang dapat!" Di tahan tangan kekar itu. Pria bermata sipit itu mengernyit dan menatap sebuah tangan putih bagai s**u merah-merah merebut es krim bentuk merah berbintik hitam-hitam itu. Merasa di perhatikan, kedua mata Rara melebar sempurna. "Tiang listrik ..." gumamnya, “****(Nǐ shuō shénme)? ( Apa yang kamu katakan?)" ucap pria bermata sipit. Rara terbengong apa yang di dengar oleh pria bagaikan tiang listrik itu. "Hah? Di sini enggak ada Nasi liwet!" balasnya dengan bahasa lebih aneh. “** shénme? (apa?)" ucap pria itu "Om, ngomong apa sih! Kan, Rara sudah bilang di sini nggak ada nasi uduk! Om, salah alamat macam lagu ayu ting-ting saja!" balasnya di buka bungkusan es krim itu. Setelah membayar es krim di kasir, Rara makin penasaran sama pria bermata sipit itu. Sepertinya dia bukan orang lokal deh. Tapi kok bisa nyasar sampai sini ya? Pada liburan kali ya? batinnya dalam hati. Kembali ke kantor ayahnya, Rara menjilat es krim semangka. Edy sedang sibuk dengan beberapa berkas proyek untuk pembukaan cabang lain. "Pa, tadi Rara ketemu makhluk planet, loh," serunya sambil menjilat es krim Edy mengernyit keningnya, "Makhluk planet?" ulangnya. "Iya, Pa. Makhluk planet, orangnya tinggi kayak tiang listrik, terus muka boleh di bilang cakep, cuma sayang itu matanya panjang begini, mirip Alien, lah, Pa. Terus cara bicaranya itu aneh banget nggak paham Rara dengarnya," katanya menjelaskan kepada Ayahnya. Edy sampai membayangkan apa yang dikatakan oleh putrinya ini. Memang ada makhluk halus menginap di hotelnya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN