2. Pembawa Sial?

1942 Kata
Pembawa Sial? "B uk , kenapa Melamun Lagi . Prilly perhatikan Akhir -akhir i ni ibu Sering Melamun Saat Sendirian . " Prilly Yang kala ITU baru Pulang usai berbelanja untuk review Keperluan pesanan Dari Pasar Agak bingung Melihat hal Aida ibunya Yang TIDAK seperti biasanya. terlihat seperti sedang melamun dan menyimpan sesuatu. ' Tidak apa-apa nak , ibu hanya kepikiran kamu . Harusnya Penghasilan kena pajak Lulus kamu melanjutkan kuliah seperti cita -cita mu . Tapi ibu belum bisa mewujudnya kan maafin ibu ya Prill , " Jawab Aida agak tergagap karena tak diterima putrinya sudah kembali. Apa yang dikatakan bu Aida memang menjadi salah satu beban pikirannya. Tapi lebih dari itu Aida benar-benar bingung harus mulai dari mana menjelaskan pada Prilly kalau dia benar-benar bingung putri kandungnya. Aida takut akan melukai hati putri kesayangannya jika tahu itu sebenarnya. " Ibu ini ngomong apa sih . Sudah bisa sekolah sampai lulus aja Prilly sudah bersyukur bu . Harusnya Prilly yg minta maaf belum bisa bahagiain ibu ," 'Y a Allah , terimakasih Engkau Telah menganugrahkan putri Yang TIDAK Hanya cantik rupanya tidak ditunjukan kepada hamba . Tapi juga cantik senang . Ibu Takut nak , seandainya kamu tau kalau ibu Penyanyi bukanlah Orangtua kandungmu APA Wanita Masih mau MENERIMA ibu.' batin bu Aida dalam emosi. > Sementara itu di kediaman Adam " Adam ! Ibu mau bicara sama kamu ." Bu Ratna menyambut putranya. " Ada APA bu ? Sepertinya Penting Yang Ingin di bicarakan ." " Memang sangat penting nak ." " Apa bu ?? Adam jadi penasaran ." " Ibu Minta kamu Jangan Dekat-Dekat DENGAN anaknya Aida ." " Maksud ibu ? Adam nggak ngerti bu ." " Tadi ada yangg laporan sama ibu , katanya kamu nganterin dilahirkan Aida ke pasar ." " B u, Adam cuma kebetulan aja ketemu di jalan , KARENA Kasihan lihat dia jalan Sendiri Panas-panasan Makanya Adam nawarin buat bareng sama Adam bu ." kilah Adam memberi alasan pada izin. " Apapun Alasan Wanita , Ibu TIDAK Suka Wanita Dekat -dekat DENGAN Prilly ." " Tapi kenapa bu ?" " Dia itu perempuan pembawa sial, ibu tidak pernah sengaja melihat dua tanda lahir segera di bahunya, dan perempuan seperti itu disebut bahu lawean. Jangan sekali-sekali kamu sudah dekat lagi sampai jatuh cinta sama dia Dam !" peringat bu Ratna pada putra semta wayangnya. Adam hanya mendesah pasrah mendengar rentetan cercaan dari mulutnya itu tentang gadis yang telah berhasil mengambil itu " TAPI kenyataannya Adam Sudah menaruh hati padanya sejak lama bu . Lagian Penyanyi ITU jaman yang modern bu , kenapa Masih Saja Percaya DENGAN mitos begituan . " DENGAN nada Yang Dibuat sehalus Dan sesopan mungkin Adam Masih berusaha untuk review meyakinkan ibunya kalau ITU SEMUA Hanya mitos Dan TIDAK Seharusnya dipercaya. "Terserah kamu Dam, yang pasti ibu nggak akan pernah merestui kalau sampai kamu berhubungan dengan Prilly. Kenapa harus dia sih Dam. Kamu liat itu si Ratih anaknya pak Rustam, dia anaknya cantik, lemah lembut dan yang paling penting jelas keturunannya siapa." penjelasan bu Ratna di akhir kata-katany agak mengusik hati Adam. Apa maksud ibunya itu yang mengatakan jelas keturanannya siapa. "Maksud ibu apa? Maksudnya jelas keturunannya?" "Sudahlah, lupakan! Ibu tetap ingin kamu jauhi Prilly bagaimanapun caranya Dam, Ibu lakuin ini semua demi kebaikan kamu." Malam saat acara syukuran di rumah pak Ahmad Sofyan orangtua Adam sekaligus menjabat sebagai Kades. Prilly sedang membantu bu Aida menyiapkan jamuan untuk para undangan yang hadir di rumah pak kades. Gadis cantik itu sempat melihat Adam tengah mengobrol dengan Ratih anaknya pak Rustam juragan tanah di kampungnya. Ratih sejak kecil mempunyai sifat yang sangat kurang baik. Mungkin karena kelewat di manja oleh kedua orangtuanya menjadikan ia tumbuh sebagai gadis yg ingin menang sendiri. Ia harus mendapatkan apapun yang ia mau. Sudah tak terhitung lagi berapa kali ia mencoba mencelakai Prilly hanya karena selalu merasa iri pada gadis mungil itu. Entah sudah sejak kapan tiba-tiba Adam berada tepat di sampingnya. "Dek,"panggil Adam lembut membuat Prilly menolehnya. "Mas Adam kog disini? Nanti dicariin para tamu lho mas," ucap Prilly gugup yang saat itu baru menyadari Adam disampingnya. "Tenang aja dek, cuma sebentar aja kog, kamu lagi sibuk ya? Mau aku bantuin nggak?" tawar Adam dengan senyum manisnya. "Nggak usah Mas, ini sudah siap semua kog, Mas Adam ke depan saja, kasihan tamunya pasti sudah pada nunggu," "Baiklah, aku akan ke depan, tapi sebelum itu ada yang mau aku omongin sama kamu dek," "Apa Mas?" Adam meraih kedua tangan Prilly untuk ia genggam. Matanya menatap dalam bola mata Prilly. Prilly sendiri merasa tidak nyaman sebenarnya dengan sikap Adam yang tiba-tiba menggenggam tangannya. Adam bukanlah muhrimnya, lelaki itu belum halal untuknya. Ingin menghindar tapi Adam susah terlanjur mengengggam kedua tangannya. Prilly hanya bisa mengucap istighfar dalam hati, semoga Allah mengampuni dosanya karena sudah berani bersentuhan dengan lelaki yang belum halal untuknya. "Sebenarnya sudah sangat lama aku mengagumi kamu dek," "Maksud mas Adam apa ya?" "Sebenarnya sudah sejak aku duduk di bangku SMA aku sudah menaruh hati padamu dek, tapi saat itu aku sadar, kamu masih terlalu kecil, dan sangat tidak pantas jika aku mengungkapkan perasaanku kala itu, lagipula saat itu aku masih harus memikirkan tentang kuliahku, dan aku rasa saat ini adalah waktu yang tepat untuk kamu tahu tentang perasaanku padamu Khanza Prilly Fatimah," Prily masih terdiam mencerna setiap kata-kata yang keluar dari mulut Adam. 'Jadi selama ini mas Adam juga mempunyai perasaan yg sama seperti dia. Tapi kami berbeda. Mas Adam dia anak orang berada dan terpandang di kampungnya sedangkan aku?? Aku hanya anak biasa yang hidup dengan segala kesederhanaan.' Prilly membatin mendengar pernyataan Adam yang langsung mengungkapkan perasaannya. Ada rasa bahagia tapi juga bercampur dengan rasa takut. Takut kalau tidak mendapatkan restu dari kedua orangtua Adam. Juga takut akan bayang-bayang tentang dirinya yang dicap sebagai pembawa sial. Prilly bahkan berkali-kali mengucap isthigfar di dalam hati. 'Asthagfirllahaladzim, ampuni aku ya Allah, tidak seharusnya memiliki rasa untuk lelaki yang belum halal bagiku.' ucapnya menyesal dalam hati. Memang jauh di dalam hati Prilly sebenarnya juga memiliki rasa yang sama dengan Adam. "Dek, kenapa kamu diam saja? Apa aku kurang pantas untukmu? Atau mungkin kamu sudah memiliki pilihan yang lain? Aku serius tentang perasaanku kepadamu Prilly, aku tidak pernah main-main dengan setiap kata yang kuucap apalagi ini menyangkut hati," prilly menggeleng mendengar penuturan Adam. Bukan seperti itu, justru Adam adalah yang terbaik untuknya menurutnya. Tapi Prilly masih bingung dengan apa yang di ucapkan adam kala itu dan hanya bisa terdiam cukup lama. Ia tidak menyangkah kalau Adam akan serius dengan ucapannya. "Mas, demi Allah aku tidak mempunyai pilihan siapapun saat ini, tapi aku..." "Aku ingin kamu menjadi pendamping hidupku dek," belum selesei Prilly berucap tapi kata-katanya sudah dipotong oleh Adam. "Aku tidak memintamu untuk jadi pacarku, tapi aku memintamu untuk menjadi istriku, mendampingiku yang belum apa-apa ini, hingga nanti aku berjanji sama kamu akan senantiasa membahagiakanmu," Prilly menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang diucapkan Adam. Benar-benar tidak menyangka jika Adam akan seserius ini kepadanya. "Mas, tapi kamu tahu kan kata orang-orang kalau aku ini adalah pembawa..." "Jawab saja dek, iya atau tidak untuk selamanya!" lagi Adam memotong kalimat Prilly dengan ucapannya. Baru Prilly ingin membuka suaranya bu Ratna muncul di depan pintu dapur dengan sorot mata menatap tajam ke arah mereka berdua. Air mukanya benar-benar menyiratkan amarah, inilah yang membuat Prilly ragu untuk menerima atau tidak cinta Adam untuknya "Apa-apaan ini Adam! Apa maksud ucapanmu ingin menjadikan anaknya Aida ini sebagai istrimu?" cerca bu Ratna dengan tatapan menyorot ke arah mereka berdua. "Ibu," "Jelaskan Adam! Apa maksud dari perkataanmu barusan, apa kamu sudah tidak mau mendengarkan ibu lagi Dam?" "Ibu Adam mohon dengan sangat, restui kami bu, kami saling mencintai, Adam hanya ingin menikah dengan Prilly bukan yang lain bu." ucap Adam memohon pada ibunya agar mau merestui niatnya. "Mas Adam, yang dikatakan ibu Ratna itu benar." sekuat tenaga Prilly memberanikan untuk berucap. "Masih banyak diluaran sana gadis yang lebih segalanya dari Prilly, Mas. Mas Adam bisa mendapatkan yang lebih baik lagi." lirih Prilly berkata meskipun hatinya terasa nyeri. Dalam hati sebenarnya ia juga merasa memiliki perasaan yang sama pada Adam. Tapi cinta saja tanpa restu itu sangatlah tidak mungkin. Bagaimanapun restu orangtua adalah segalanya, apalagi restu seorang ibu. "Ibu Adam mohon selali lagi sama ibu, restui kami, anggap saja ini permintaan terakhir Adam sama ibu, setelah ini Adam tidak akan lagi meminta apapun sama ibu, selama ini adam sudah berusaha menuruti semua keinginan ibu dan juga ayah, jadi untuk sekarang biarkan Adam menentukan pilihan Adam sendiri bu, izinkan Adam mengkhitbah Prilly bu," Adam kembali memohon pada bu Ratna tanpa peduli ucapan Prily. Baginya sekarang yang penting ibunya mau memberinya restu. Akhirnya setelah berhasil meyakinkan ibunya. Bu Ratna memberi izin pada Adam untuk melanjutkan hubungannya dengan Prilly, walaupun dalam hati ia masih tak rela dengan pilihan anaknya itu. "Dek kamu janji ya sama aku, apapun yang terjadi nanti kamu akan tetap setia menunggu aku kembali." Adam yang kala itu mengajak Prilly jalan-jalan ke pasar malam tak jauh dari kampungnya. Tangannya menggemggam erat jemari Prily sambil menyusuri tiap sudut Keramaian pasar malam. Besok ia harus rela berpisah untuk sementara dari kekasih hatinya itu. Iya, Adam besok akan pergi ke luar kota untuk tuntutan pekerjaannya. Entah kenapa Prilly merasa sangat berdosa karena sudah bersentuhan langsung dengan Adam. Hatinya tidak tenang setiap kali adam menyentuh kulitnya. Tapi untuk menolak pun rasanya sudah terlambat, karena jari Adam sudah menaut erat di tangannya. "Iya Mas, insya Allah aku pasti setia disini menunggu kamu kembali." hati Prilly tiba-tiba tak tenang sebenarnya saat itu. Sejak Adam berkata bahwa ia akan kembali ke kota untuk bekerja di salah satu perusahaan yang telah merekrutnya beberapa bulan yang lalu saat ia baru lulus kuliah. Adam pun sudah mengutarakan ke inginanya untuk menikahi Prilly pada bu Aida, setelah nanti ia sudah menata karirnya. Hari dimana Adam berpamitan pada Prilly ternyata menjadi hari terakhir pertemuannya dengan lelaki yang telah mengikat hatinya itu. Prilly tak menyangka sama sekali kalau mobil yang di tumpangi Adam mengalami kecelakaan saat akan menuju kota. Dunia Prily terasa limbung mendengar lelaki yang ia cintai meninggalkannya untuk selamanya dan tak akan pernah kembali lagi. Prilly merasa apa yang orang ucapkan tentang dirinya yang pembawa sial kini menjadi kenyataan. Adam pergi meninggalkannya sendirian, melupakan janji yang telah ia buat untuk Prilly. Memendam semua angan dan impian yang bahkan baru akan mereka mulai. ***** "Nak, kamu melamun lagi?" suara perempuan paruh baya menyadarkan gadis cantik yang sedang duduk termenung di tepian kolam sebuah pesantren. "Umi." "Sudalah Fatimah. Jangan sedih terus-terusan, jalanmu masih panjang nak, ikhlaskan semua yang terjadi." perempuan yang di panggil Umi itu mendekat dan mengusap lembut punggung gadis itu. Ia paham betul betapa besarnya beban perasaan yang kini dipikul oleh gadis yang dipanggil Fatimah itu. "Semuanya terjadi begitu cepat Umi, Prilly masih belum percaya kalau Mas Adam sudah pergi untuk selamanya." gadis itu masih menatap lurus dengan pandangan hampa. "Apa benar kata mereka semua Umi, kalau aku ini memang pembawa sial, aku yang menyebabkan mas Adam pergi Umi," setitik kristal bening sudah membanjiri kedua sudut mata gadis itu. Rasa penyesalan dan rasa bersalah kini mendominasi hatinya seakan menjadi lupa akan pegangan yang selama ini ia percaya, bahwa jodoh, rejeki, dan maut itu mutlak menjadi rahasia Allah dan tidak ada yang mengetahuinya. "Istighfar Nak, jangan salahkan aku sendiri atas kesalahan yang tidak kamu perbuat, percayai sama Maha Kuasa ini adalah ujian ujian untukmu nak, ikhlas dan bersabarlah, insya Allah, Umi yakin nanti akan manis membalasnya." Perempuan yang dipanggil Umi itu masih terus dipastikan Prilly, itu pun yang terjadi di dunia ini sudah merupakan jalan yang diatas, apakah itu teguran agar menjadi lebih baik lagi, atau bisa juga sebagai bentuk ujian agar bisa lebih ikhlas dan bersabar dalam penggantian. #####
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN