Hutang Budi

1374 Kata
Tatapan Aleana membuat Alya dan Ello tidak bisa menolak. Mereka setuju ikut dengan mama Aleana ke rumahnya. Metta membantu Alya naik ke mobil dan meminta satpam untuk menaikkan kursi rodanya ke bagasi mobil. "Sayang, pasang sabuk pengamanmu." "Iya Ma." Sepanjang perjalanan, Aleana berbicara santai dengan Alya dan Ello. "Jadi, kakak ini kakaknya Kak Ello. Namaku Aleana. Kalau kakak namanya siapa?" "Aku Alya." "Kak Alya bersekolah dimana?" "Aku bersekolah di sekolah yang sama dengan Ello." "Kak Alya kelas berapa?" "Kelas 5." "Alea punya boneka, nanti setelah makan, Kak Alya mau temani Alea main bersama?" "Tentu." Aleana sungguh senang, biasanya selepas pulang sekolah dia bermain sendiri atau hanya mamanya dan bibi yang menemani. Mereka tiba di rumah Aleana. Metta meminta satpam rumahnya untuk membantu Alya dan mengangkat kursi roda Alya menaiki beberapa anak tangga yang menuju pintu utama. Lalu mereka menuju ruang keluarga. "Kalian bermain saja dulu." "Alea, Mama siapkan makan siang dulu ya." "Iya, Ma." Di ruang keluarga, ada tempat khusus yang dibuat untuk Aleana bermain. Ada rumah boneka, tenda camping, kolam bola, area masak-masakan dan bermacam jenis boneka. Alya menatap sendu dirinya. Dia tidak bisa bergerak bebas karena keterbatasan dirinya. Alya memiliki kelainan tulang pada kedua kakinya yang menyebabkan dia harus duduk di kursi roda sejak usianya 7 tahun, saat dia masuk sekolah dasar. "Kak Alya", panggilan Alea membuat Alya tersadar dari lamunannya. "Hah, iya Alea." "Ayo Kak, kita main di kolam bola", sambil menarik lengan Alya. Lalu Ello berjongkok di samping Aleana. "Alea, bagaimana kalau kita bermain masak-masakan. Kak Ello akan memasak buat kamu dan Kak Alya." "Iya, Alea mau." Selesai menyiapkan makan siang, Metta memanggil mereka untuk makan. "Alya, Ello, jangan sungkan. Pilih lauk yang kalian suka. Kalian harus makan yang banyak. Tentang ayah kalian, tidak perlu khawatir, tadi pihak rumah sakit sudah mengabarkan bahwa ayah kalian sudah ditangani dengan baik oleh dokter dan sekarang butuh istirahat saja supaya cepat pulih." "Benarkah Tante?", ucap Alya dengan mata berbinar. "Iya, jadi kamu tidak perlu khawatir ya." "Terimakasih Tante." Mereka makan dengan lahap dan setelah makan, Aleana harus istirahat. "O iya, Tante sudah suruh bibi merapihkan kamar tamu untuk Alya dan Ello. Kalian bisa istirahat setelah ini." "Ma, boleh tidak kalau hari ini Alea tidak tidur siang. Alea ingin bermain dengan Kak Alya dan Kak Ello." "Alea, tidur siang itu baik untuk pertumbuhan anak-anak. Berhubung Alea, Alya dan Ello masih anak-anak. Kalian harus tidur siang." "Iya Alea, Kak Alya dan Kak Ello akan menemani kamu bermain lagi nanti sore. Bagaimana?" "Iya sudahlah. Selamat istirahat Kak Alya, Kak Ello." Di dalam kamar tamu. "Mamanya Alea sangat baik ya Kak." "Iya El. Alea beruntung memiliki kehidupan sempurna ini. Dia memiliki orang tua yang menyayanginya dan bisa memberikan apa saja untuknya. Dia seperti putri dari cerita dongeng yang tinggal di istana megah dan bergelimang kemewahan." Dua jam telah berlalu, Alea bangun dari tidur siangnya lalu segera menuju kamar tamu. (Tok, tok, tok, suara pintu di ketuk.) "Kak Alya, Kak Ello, Alea masuk ya." "Iya, masuk saja." Aleana melihat Alya yang duduk di ranjang. Lalu Ello mendorong kursi roda dan membantu Alya duduk di kursi rodanya. "Maaf Kak Alya, kalau Alea boleh tahu kenapa Kak Alya duduk di kursi roda?" "Aku tidak bisa berjalan." Alya memperlihatkan kakinya yang tertutup rok panjang. "Aku tidak bisa berdiri dengan kondisi kaki seperti ini. Bila berdiri dengan kedua kakiku saja tidak bisa, bagaimana dengan berjalan?" Aleana menundukkan kepalanya. "Maaf Kak Alya." "Sudahlah Kak, Alea hanya bertanya." "Maaf ya Alea, Kak Alya agak kasar. Dia tidak bermaksud begitu hanya bila ada yang mempertanyakan kondisi kakinya, dia menjadi sedih dan marah." "Iya Kak Ello, Alea paham perasaan Kak Alya." Tak lama Metta masuk ke kamar tamu. "Alea, ada apa ini?", tanya Metta karena melihat raut wajahnya putrinya yang sedih. "Alea sedih melihat Kak Alya. Dia tidak bisa berjalan. Kasihan Ma. Bisa tidak kita bawa ke dokter supaya kaki Kak Alya bisa sembuh." "Sayang, kita bicarakan ini nanti ya. Mama tahu kamu ingin membantu Alya namun masalahnya tidak semudah itu. Kita tunggu sampai ayahnya Alya keluar dari rumah sakit." Aleana mengangguk. "Sekarang waktunya cemilan sore, Mama sudah buat pancake kesukaan Alea. Ayo kita ke taman belakang." "Alya, Ello, kalian juga ikut." Mereka bersama-sama ke taman belakang. Setelah menikmati cemilan sore, mereka mandi. Langit berubah gelap, terdengar suara mobil parkir di garasi. "Itu pasti suara mobil Papa sudah pulang", ucap Alea ke Ello yang saat ini tengah bermain bersama. Aleana menyambut Papanya ke pintu utama, diikuti Alya yang didorong oleh Ello. "Papa...." "Sayang, ehmmm.... putri Papa sudah wangi dan cantik", ucap Hardi sambil mencium dan memeluk Aleana. "Pa, Alea punya teman baru. Ini Kak Alya dan Kak Ello." (Metta sudah menceritakan perihal Sutoro yang masuk rumah sakit dan mengapa dia membawa Alya dan Ello ke rumah. Hardi mendukung keputusan Metta.) "Iya sayang, Mama sudah cerita ke Papa. Papa ke kamar dulu. Kalian bermain lah nanti kita makan malam bersama." "Iya Pa." Hardi membersihkan diri, berganti pakaian lalu menuju ruang tengah. Dia melihat putrinya nampak bahagia bermain bersama Alya dan Ello. Lalu Hardi menuju ruang makan dimana Metta sedang menata meja. "Wah..., menu hari ini menu kesukaan Papa nih." "Semua menu yang Mama masak kan kesukaan Papa. Iya kan." "Iya iya, apa saja yang mama masak pasti enak. Tentu jadi menu kesukaan Papa." "Papa memang paling bisa." "Alea nampak bahagia dengan kehadiran Ello dan Alya." "Iya Pa. Ini pertama kalinya dia memiliki teman bermain di rumah." "Apa sebaiknya Ello dan Alya tinggal menetap di rumah ini agar Alea tidak kesepian?" "Mama rasa itu ide yang bagus namun bagaimana dengan ayah dan ibu mereka." "Mama bilang mereka diusir dari kontrakan. Berarti mereka tidak memiliki tempat tinggal. Kita bisa memberikan mereka tempat tinggal di rumah ini dengan mempekerjakan mereka. Bagaimana menurut Mama?" "Pak Sutoro bisa menjadi tukang kebun di rumah ini dan istrinya bisa membantu pekerjaan rumah tangga. Ide bagus Pa. Mama setuju." "Kalau begitu, besok kita bawa Alya dan Ello ke rumah sakit menjenguk ayah mereka dan membicarakan hal ini." "Iya Pa. Mama panggil anak-anak dulu ya." Selesai makan, Hardi berkumpul bersama Aleana, Ello dan Alya. Hardi bertanya tentang keseharian Alya dan Ello. "Jadi sekarang Alya kelas 5 dan kamu kelas 3. Kalian bersekolah di sekolah yang sama." "Iya Om." "Ibu kalian bekerja atau tidak?" "Ibu bekerja sebagai buruh cuci di beberapa tempat. Setelah mengurus keperluan kami di pagi hari dan mengantar Kak Alya, beliau baru bekerja sampai kami pulang sekolah. Lalu ibu menjemput Kak Alya dan mengurus rumah." "Lalu Ayah kamu, apa pernah beliau pingsan seperti tadi siang?" "Kata ibu, Ayah sakit paru-paru basah namun tidak pernah sampai pingsan." "Di sekolah, pasti kamu anak yang pandai." "Tidak juga Om." "Besok sepulang sekolah, Om dan Tante akan membawamu dan Alya ke rumah sakit untuk melihat keadaan Ayahmu." "Terimakasih Om. Lalu dengan sekolah kami besok bagaimana?" "Om akan minta supir untuk mengantar kalian ke sekolah besok." "Alea, ini sudah waktunya tidur. Papa antar ke kamarmu. Kamu ingin Papa bacakan dongeng tentang apa?" "Tentang fabel Pa." "Siap tuan putri." "Ello, Alya, kalian kembali ke kamar. Ini sudah malam. Bila kalian perlu sesuatu, kalian bilang ke bibi." "Iya Om. Terimakasih", ucap Ello dan Alya. "Sampai jumpa besok pagi", ucap Aleana sambil melambaikan tangan. "Iya, sampai jumpa", balas Ello melambai. ***** Selepas pulang sekolah, Hardi menjemput Metta di sekolah Aleana lalu mereka menjemput Alya dan Ello. Mereka menuju ruang rawat tempat Sutoro di rawat. Kondisi Sutoro sudah jauh lebih baik. Ibu Ello segera menyambut mereka. "Mari Pak, Bu, silakan duduk. Terimakasih sudah datang menjenguk." "Ini buah untuk Pak Sutoro." "Terimakasih Bu, jadi merepotkan." "Tidak sama sekali." "O iya, perkenalkan saya Nian." "Metta." "Lalu apa kata dokter tentang kondisi Pak Sutoro? Kapan beliau boleh pulang?", tanya Hardi "Syukurlah kata dokter kondisi suami saya sudah membaik dan dalam 2 hari ke depan sudah boleh pulang." "Syukurlah Bu Nian, Pak Toro. Sekalian ada hal yang ingin saya sampaikan." "Mengenai biaya rumah sakit, kami....." Hardi menyela. "Bukan masalah itu Bu. Saya justru akan menanggung seluruh biaya rumah sakit Pak Toro." "Terimakasih Pak Hardi." "Dan juga bila Pak Toro dan Bu Nian tidak keberatan. Kami ingin mempekerjakan kalian di rumah kami. Kalian bisa tinggal dalam dan membawa Alya dan Ello." "Benarkah Pak? Kami sungguh berhutang budi kepada Pak Hardi dan Bu Metta", ucap Nian. "Gimana Pak?", tanya Nian meminta pendapat suaminya yang masih terpasang infus pada hidungnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN