°02° Lebih Baik Lagi

1024 Kata
(ಥ ͜ʖಥ) HAPPY READY (ಥ ͜ʖಥ) Berbagilah pada orang lain. Jangan dipendam sendiri... itu tidak baik. Keluarkan semua keresahanmu. Kalau itu sangat mengganggu di pikiran. (CS - Cinta Swara) : : : Beberapa bulan kemudian... Begitu cepat waktu terlewatkan. Kini pernikahan Swara dan Sanskar akan menginjak satu tahun. Swara yang statusnya berubah menjadi istri ingin lebih terbaik lagi. Jam menunjukkan pukul 21:30. Tandanya sholat isya telah selesai beberapa jam yang lalu. Malam yang dingin, seorang wanita masih betah berada di balkon kamar. Menikmati angin malam dengan seorang diri. Selang beberapa menit, ia dikejutkan dengan lengan kekar yang tiba-tiba saja melingkar di pinggang rampingnya. "Masuk! Sudah malam." ucap Sanskar dengan dagu berada di bahu Swara. "Tidak." gumam Swara tak bersemangat. Pandangan wanita itu tertuju ke halaman rumah dengan tatapan kosong. "Kenapa, hem?" Sanskar membalikkan tubuh Swara menghadap dirinya. Swara terdiam sambil melingkarkan kedua lengannya di leher Sanskar. "Hey! Kenapa diam?" Tanpa menjawab Swara meletakkan sebelah tangannya pada d**a Sanskar, lalu meletakkan kepala tepat di sampingnya. "Aku rindu dengan kedua orang tuaku. Kapan kita bisa menjenguk mereka, Sanskar?" tanya Swara lirih. Sebenarnya bukan itu yang sedang ia pikirkan. Ada hal lain, tapi ia tidak tahu apa itu. "Besok. Aku akan menemanimu sekalian mau kasih kejutan untuk istri kecil ku ini." ucap Sanskar sambil melepaskan pelukannya, lalu mengecup singkat dahi Swara. "Kejutan apa?" tanya Swara penasaran. "Rahasia." "Ish, sudah pandai main rahasiaan, nih!" Sanskar sempat terkekeh saat melihat bibir Swara mengerucut. "Kasih tahu apa kejutannya, Sanskar...." rengek Swara seperti anak diambil mainannya. "Kalau kejutannya di kasih tahu, itu namanya bukan kejutan lagi Swara." Sanskar membawa Swara masuk. Sebelum itu, ia menutup pintu yang menuju balkon kamar. "Sekarang kita tidur dulu. Besok saat jam 12 siang baru kita bersiap-siap, oke?!" Setelah membaringkan tubuh Swara ke tempat tidur. Sanskar menyingkapkan selimut tebal berwarna biru tua sebatas perut. Lalu, ia membaringkan dirinya di samping Swara. "Aku tidak bisa tidur." ucap Swara pada Sanskar. Jujur, entah kenapa malam ini rasanya ia sangat gelisah. Matanya mengantuk sejak selesai sholat isya, tapi kedua mata itu menolak untuk ditutup. Swara kembali lagi ke dirinya tadi. Melamunkan yang tidak jelas. Sanskar yang melihat itu, segera menepuk pipi Swara. "Apa lagi yang kau lamunkan, hem?" "Swara, ada apa?" tanya Sanskar ketika Swara tidak merespon dirinya. Swara menggeleng. "Hari ini aku gelisah seperti akan ada sesuatu yang terjadi." Swara menatap Sanskar dengan lirih. Ke hitungan detik, air mata yang tidak ingin dilihat Sanskar merembes begitu saja tanpa tahu penyebabnya. Tidak ingin tangisan Swara pecah, Sanskar membawa Swara ke dalam pelukannya. Setelah tangisan Swara berhenti, Sanskar melepaskan pelukannya. "Aku tidak suka air mata ini jatuh tanpa sebabnya." Sanskar mengecup dahi Swara, kedua matanya saat Swara menutup mata, hidung, dan terakhir bibir ranum Swara. "Sekarang tidur dan kegelisahan mu itu jangan dipikirkan lagi. Tidak akan ada yang terjadi di hari ini." Sanskar membawa Swara ke dalam pelukan, sedangkan sebelah tangan Swara berada di d**a bidang Sanskar. Sanskar menunggu Swara memejamkan kedua matanya dan sekali-kali ia mengecup puncak rambut Swara. Setelah memastikan Swara tertidur, Sanskar mulai memejamkan matanya. Menghampiri Swara di dunia mimpi. ┻┻︵⁞=༎ຶ﹏༎ຶ=⁞︵┻┻ Dini hari seorang wanita berlari tanpa arah. Berlari tanpa alas kaki dengan pakaian yang kusut, wajah penuh dengan peluh dan sekali-kali ia menoleh ke belakang dengan ketakutan. "Ya Allah bantulah hamba mu ini, hiks." Di persimpangan yang sepi, ia berhenti sambil melihat ke belakang lagi. "A-akuh. Harush kemanah?!" ucapnya dengan nafas tak beratur. "BERHENTI!" ucap 3 pria berbadan besar yang berada di belakangnya. Ia menoleh dan berlari lagi tanpa arah. Saat ini, dirinya dikejar dengan anak buah suruhan pria yang paling ia benci. Tidak ingin lari jauh-jauh, ia menginjak kan kaki di halaman rumah kecil yang berpagar kayu. Setelah wanita itu menutup pagar tersebut, ia sembuyi di balik pohon yang besar. "s**l! Larinya cepat sekali!" decak si preman pertama. "Ayo kita cari lagi! Jangan sampai ia lolos! Kalau ia lolos, bisa habis kita di tangan bos!" ucap preman kedua. "Iya, ayo!" Setelah memastikan ketiga preman itu pergi, ia keluar dengan bersyukur. "Terima kasih, Ya Allah. Hamba mu ini tidak tahu lagi harus berbuat apa kalau ketiga preman itu menemukan diriku." "...hiks. A-aku harus pergi, tapi kemana?" tanyanya kepada diri sendiri. Ia bingung harus ke tempat siapa. Tidak mungkin ia pulang ke kostannya. Bisa mati ia di tangan bos anak buah tadi. Berjalan dini hari membuat ia takut akan kegelapan. Tidak ada satu pun lampu yang menerangi dirinya, kecuali di saat persimpangan. Kendaraan pun tak dapat ia temukan lagi. "Ja-jalan ini dekat dengan kediaman Hadiwijaya. Aku akan minta tolong pada keluarga Swara. Ya, aku akan minta tolong dengan mereka." wanita itu berjalan cepat sekali-kali menoleh ke belakang seperti yang ia lakukan sebelumnya. ┻┻︵⁞=༎ຶ﹏༎ຶ=⁞︵┻┻ Satpam di kediaman Hadiwijaya terbangun karena suara seseorang. Ia keluar dari bilik post satpam dan berjalan menuju ke pintu pagar. "Nona Kavita." pak satpam yang kenal dengan wanita itu terkejut dengan kedatangan dirinya secara tiba. Apalagi di dini hari dan melihat dirinya yang... sangatlah berantakan. "P-Pak, hiks." tanpa aba-aba, wanita itu jatuh ke dalam pelukan pria paruh baya tersebut. "Nona, ayo masuk dulu!" pak Dedi membawa wanita itu masuk ke halaman rumah. Sebelum itu, ia menutup rapat pagarnya dengan rantai yang ada gemboknya. Ting nong! Ting nong! Pak Dedi memencet bel yang berbentuk saklar di sebelah pintu masuk. Melihat keadaan wanita yang di sampingnya membuat ia terpaksa untuk membangunkan semua orang. "Iya, sebentar." ucap wanita paruh baya sambil membuka pintu rumah. "Nona." Bi Ijum tak kalah terkejutnya dengan kedatangan wanita itu di jam 00:30. Segera ia membawa wanita itu masuk dengan pak Dedi yang membuntuti mereka dari belakang. "Bibik, aku takut, hiks!" "Nona, tenanglah dulu." "Siapa yang datang pada dini hari?" tanya Sujata parau. Sujata turun dengan yang lain, kecuali Swara dan Sanskar. Suara bel yang berbunyi berkali-kali membuat tidur mereka terganggu. Pak Dedi sedikit membungkuk. "Ma-maaf kalau saya mengganggu tidur kalian semua, Nyonya. Sahabat Neng Swaragini datang dengan wajah ketakutan. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Jadi saya membawa sahabat Neng Swaragini ke dalam rumah." "Ada apa, hem? Kenapa kau berantakan sekali hari ini?" wanita itu menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan Annapurna. "Uttara akan ambil air minum dulu." ucap Uttara dan diikutin Bik Ijum. "Kavita...." Swara yang melihat itu dari lantai 2 langsung berlari menuruni anak tangga. "Swara hati-hati." ucap Sanskar cemas saat Swara menuruni anak tangga begitu cepat. Sampai di bawah, Swara langsung memeluk tubuh sahabatnya, Kavita. "Pria itu datang lagi, hem?" tanya Swara khawatir. "...hiks. Swara, aku takut dia melukai diriku. Aku...." "Kak, ini minumnya." Uttara datang dengan segelas air minum di tangannya. Swara menerima air minum yang disodorkan Uttara. Segera ia memberikannya pada Kavita. "Minumlah dulu. Baru itu kau bisa menjelaskannya." (ಥ ͜ʖಥ) (ಥ ͜ʖಥ) (ಥ ͜ʖಥ) To Be Continued...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN