Empat

993 Kata
-Dia terlalu berharga untuk dipecahkan, kamu terlalu sempurna untuk dimusnahkan, Dan aku terlalu naif untuk melakukan pengharapan- ♤♤♤ Ardian tak henti-hentinya tersenyum mengingat kejadian tadi. Lalu ia segera menghubungi Vani untuk menagih janji yang tadi di ucapkan. ArdianAzka Van Ardian masih setia menatap benda pipih yang ada ditangannya. 5 menit 10 menit Masih belum ada jawaban, akhirnya Ardian melempar asal  benda pipih tersebut di tempat tidurnya. Drrrttttt drrrttttt Benda pipih tersebut bergetar dengan secepat kilat, Ardian mengambil hp nya. Senyumnya langsung mengembang saat tau siapa pengirimnya. VaniaVeronika Ya Ar? Tangan Ardian bergerak lincah mengetikkan balasan untuk Vani. ArdianAzka Id nya Nia mana? VaniaVeronika Vanniadipa ArdianAzka Makasih Van, lo emang temen paling baik:) Vani hanya menatap nanar pada hp nya. Balasan terakhir Ardian begitu menohok hatinya, karena Ardian hanya menganggapnya sebagai teman. Yah, cuman TEMAN. Vani memilih untuk tidak membalasnya, karena ia bingung akan menjawab apa. Lalu Vani hanya menatap kosong pada foto yang terletak di meja belajarnya, disana ada fotonya bersama dengan orang yang membuatnya jatuh cinta sekaligus cintanya jatuh. Siapa lagi jika bukan, Ardian. Didalam foto tersebut, Ardian merangkul pundak Vani dengan senyumnya yang lebar. Lalu senyum tipis terpancar dari wajah Vani ketika mengingat kejadian dalam foto tersebut. Vani tersadar dari lamunannya saat ada notifikasi dari hp nya. Windi is calling... Vani mengernyit bingung, karena Windi memang jarang menghubunginya lewat telfon. Karena Windi lebih sering menghubunginya lewat chat. Akhirnya Vani menekan tombol hijau dan mendekatkan benda pipih tersebut di telinganya. "Halo..." "Van, lo dimana?" "Di rumah, ada apa? "Hangout yuk," suara Windi terdengar antusias "Boleh," "Oke, gue tunggu jam 4 sore di cafe biasa." "Hmm," telfon langsung terputus. Vani beranjak dari tempat tidurnya untuk ke kamar mandi membersihkan dirinya. ♤♤♤ Vani tengah menikmati secangkir teh hangat sambil melihat pemandangan luar lewat jendela, lalu melihat jam yang ada di pergelangan tangannya. Vani berdecak sebal, karena sahabatnya ini selalu saja terlambat disaat situasi apapun. Lalu pintu masuk terbuka menunjukkan orang yang ditunggunya, "Ck, lo kebiasaan banget deh win telat mulu!" Sembur Vani ketika Windi duduk di kursi yang ada dihadapannya. "Maap yah Van, kan cuman telat setengah jam." Windi menggaruk tengkuk belakangnya yang tak gatal, "WHAT?! Cuman lo bilang? Ckckck, coba deh lo yang nunggu. Bosen gak?" Balas Vani yang tak terima dengan jawaban Windi. "Hehehe, yaudah sebagai gantinya gue traktir apa aja deh yang penting lo gak ngambek lagi." "Gak perlu, gak nafsu gue." Ketus Vani "Yah Van, jangan marah lagi ya? Please." Ucap Windi dengan Puppy eyes nya. Vani menghela nafas, kemudian mengangguk sebagai jawaban. "Thanks Van." Mata Windi berbinar lalu beranjak memeluk Vani, "Eh Van, bukannya itu Ardian sama Nia yah?" Vani menoleh kearah yang ditunjuk oleh Windi, dan bener saja. Ardian dan Nia sedang tertawa lepas, hal itu membuat hati Vani tersayat. Segitu bahagianya lo Ar, Batin Vani. ♤♤♤ Setelah mendapatkan Id milik Nia, Ardian langsung menghubungi Nia. ArdianAzka Hai Nia Tak lama, ponsel Ardian bergetar. Begitu mengetahui siapa pengirimnya, senyum Ardian mengembang. VanniaD Iya Ar? ArdianAzka Nanti sore ada acara gak? VanniaD Gak ada kok, emangnya kenapa? ArdianAzka Jalan yuk, mau gak? VanniaD Boleh. ArdianAzka Oke, jam 4 nanti gue jemput ya. See you. Balasan terakhir Ardian membuat Nia langsung loncat-loncat di tempat tidurnya. Ia tak menyangka akan bisa dekat dengan Ardian. "Mandi dulu ah, biar cantik." Ucap Nia dengan kekehannya. Nia menuju kamar mandinya untuk membersihkan diri. Setelah selesai ia langsung keluar dan mengambil baju dilemarinya. Pilihannya jatuh pada dress warna tosca. Setelah siap, Nia menuju teras rumahnya sambil menunggu Ardian. Tak disangka Ardian telah menunggu diatas motornya. "Udah lama Ar nunggunya?" "Enggk kok, yaudah ayok. Nanti keburu macet," ucap Ardian sambil menyerahkan helm pada Nia. Lalu Ardian langsung berangkat dengan kecepatan sedang, karena ia ingat jika sedang bersama Nia. Ardian membawa Nia ke sebuah cafe. Lalu mereka memilih tempat duduk dan memesan makanan. Ardian langsung membuka pembicaraan, "ehmm, Ni. Olahraga apa yang paling lo suka?" "Basket lah," jawab Nia dengan wajar berbinar. "Sama kayak gue dong, kapan-kapan main bareng gue. Gimana?" "Kalau ada waktu, gue pasti mau." Balas Nia "Ya harus mau lah, kapan lagi bisa main sama orang ganteng kayak gue." Ardian menjawab dengan menepuk dadanya. "Narsis banget sih," Nia tertawa. Melihat Nia tertawa, Ardian juga tertawa. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang menatap nanar ke arah mereka. ♤♤♤ "Udah kali Van, jangan diliatin mulu. Adanya lo cuman makan ati," dumel Windi. Sebelumnya, Ia menepuk bibirnya berulang kali karena telah memberi tahu Vani. Vani langsung tersadar dan memalingkan wajahnya. "Win, pulang aja yuk?" Ajak Vani. "Yaudah ayo pulang, gue kasian ngeliat lo kayak gini. Kayak orang jalanan," Pletakk Vani menepuk kepala Windi dengan tasnya, hingga si empu kepala mengaduh kesakitan. "Aduh, sakit kali Van." Adu Windi "Suruh siapa kalo ngomong yang enggak-enggak," ketus Vani. "Yaudah, ayo buruan pulang." Putus Windi. Saat sampai dirumah, Vani langsung terduduk disofa nya. Ia menghela nafas berulang kali untuk menghilangkan pening di kepalanya, lalu memilih beranjak dari duduknya. Kamarnya yang berada di lantai dua, mau tak mau ia harus menaiki tangga. Saat ia akan menaiki anak tangga pertama, ia mulai kehilangan keseimbangan badannya. Penglihatannya mengabur dan, Brukkkk Tubuh Vani ambruk, bersamaan dengan Fandi yang keluar dari kamarnya. "VANI!!!" pekik Fandi. "Dek, lo kenapa dek. Bangun dek, jangan bikin kakak khawatir. Kakak mohon!" Fandi menepuk-nepuk pipi Vani, namun tetap saja tak menunjukkan pergerakan dari Vani. "Pak ujang, siapin mobil!!" Seru Fandi, dan langsung membawa Vani menuju mobilnya. Fandi berjalan kesana kemari, karena ia sangat khawatir dengan kondisi adiknya. Ia tak pernah melihat adiknya dalam kondisi seperti ini. Orang tuanya telah dihubungi, dan sekarang mereka telah dalam perjalanan. Fandi bersandar di tembok lalu tubuhnya luruh ke bawah. Ia menjambak rambutnya, ia merasa tak berguna menjadi kakak. "Fandi, adek kamu gimana kondisinya?" Ucap Indah-mama Vani dengan nada paniknya. Fandi menolehkan kepalanya, "Lagi ditangani dokter Ma." Fandi mengucapkannya dengan suara bergetar, "Maafin Fandi ya Ma Pa, gak bisa jaga Vani dengan baik." "Ini bukan salah kamu, yang penting sekarang kita berdoa supaya adik kamu gapapa." Mahesa-papa Vani mengusap punggung anaknya untuk memberi ketenangan anak sulungnya ini. Tiba-tiba dokter keluar, "Keluarga pasien?" "Iya dok, saya mamanya." Ucap Indah. "Mari ikut ke ruangan saya," ucap dokter tersebut. Indah dan Mahesa mengikuti langkah dokter tersebut menuju ruangannya. Fandi tetap berada ditempat, karena ia tak mau mendengar berita buruk tentang adiknya. Dokter mempersilahkan Indah dan Mahesa untuk duduk di bangku. "Jadi anak saya kenapa dok?" Mahesa angkat bicara. "Maaf jika ini membuat anda akan terkejut. Sebenarnya anak anda mengalami...." "Anak saya kenapa dok?" Tanya Indah dengan isakannya. Dokter tersebut menghela nafas, "Anak anda mengalami Leukimia." "APA???!!" Ucap Indah dan Mahesa secara bersamaan.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN