Duka dan Bahagia

1215 Kata
“Papa, balu pulang?” Teguh yang baru saja pulang dari kantor dan menjemput si kecil di Daycare yang setiap hari menjadi tempat bermainnya—Yumna Azria Wiranata—putrinya dengan seorang wanita yang telah meninggal dunia ketika melahirkan Yumna. Sulit sekali untuk Teguh mencari pengasuh yang baik untuk anaknya. Tidak ada opsi lain selain mengurus Yumna sendiri, tanpa adanya pengasuh. Dan hanya dititipkan di Daycare yang sudah dari dulu menjadi rumah kedua Yumna. Seharusnya Yumna punya pengasuh sendiri agar bisa dibawa ke kantor setiap hari. Tapi sayangnya itu tidak pernah terjadi. Putrinya dengan rambutnya yang hitam, dengan bola mata yang sangat indah. Bibirnya mungil dan hidungnya yang mancung mewarisi hidungnya Teguh. Teguh tidak tahu lagi cara mendeskripsikan anaknya karena terlihat sangat lucu baginya. Di tempat penitipan anak. Anak-anak yang lain juga sudah ada yang pulang. Intinya setiap kali orangtua mau mengambil anaknya, akan tetap dipersilakan oleh tempat ini. Untuk biaya di sana pun cukup mahal setiap bulannya. Tapi sengaja Teguh membiarkan Daycare menjadi tempat rumah kedua bagi Yumna—sebenarnya dia pernah memiliki pengasuh. Sayangnya Yumna pernah dicubit hingga memar. Maka dari itu Teguh tidak pernah percaya lagi pada pengasuh anaknya. Sudah dua kali dia memilih pengasuh untuk Yumna, yang pertama malah sering membiarkan Yumna menangis. Yang kedua malah pernah mencubit Yumna sampai Teguh murka dan melaporkan pengasuh anaknya ke pihak berwajib. Sekarang setiap kali ia bekerja, dia harus membawa anaknya ke tempat penitipan. Di sana ia bisa memantau anaknya melalui video call, dan sosialisasi Yumna juga cukup baik. Kadang kalau ada waktu, dia mengajak Yumna ke rumah mertuanya untuk silaturahmi. Meskipun istrinya sudah meninggal. Tapi Teguh sangat menyayangi anaknya dan juga masih dekat dengan orangtua mendiang istrinya. Pria dengan postur tubuh tinggi, dengan kulit sedikit kecokelatan. Tapi berbeda halnya dengan Yumna yang kulitnya lebih putih, mewarisi kulitnya Tari—ibu kandungnya Yumna. Suka duka yang pernah dilalui bersama dengan istrinya dulu sangat banyak sekali. Tari yang selalu sabar ketika dirinya belum punya apa-apa sampai sukses, pacaran pun terbilang lama. Yaitu delapan tahun lamanya dia pacaran. Kemudian dia memberanikan diri melamar Tari ketika memiliki cukup tabungan untuk menikahinya. Teguh tersadar lagi ketika anaknya menarik kemejanya. “Papa, ayo pulang!” Senyumnya tercipta oleh si kecil yang selalu mewarnai hidupnya. Dia hanya hidup bersama dengan Yumna, dan memang ada asisten di rumah. Tapi tidak dibiarkan untuk mengasuh si kecil. Karena di Daycare juga dia bisa membuat Yumna lebih aktif lagi karena memiliki banyak teman. Banyak kegiatan juga seperti menggambar, bermain dan melakukan banyak hal-hal baik di sana. Bertemu dengan banyak karakter berbeda. Kesabaran para pengasuh di sana juga diacungi jempol oleh Teguh. “Kalau begitu, kami pamit dulu. Salam sama kakak cantik dulu!” Yumna dengan sopan mengulurkan tangannya kepada pengasuhnya. “Daaaah kakak.” “Daaah cantik, besok kita ketemu lagi.” Yumna sudah mandi setiap kali dijemput oleh Teguh. Meski membayar mahal, tapi dia percaya bahwa anaknya juga bisa bersikap baik seperti ini. Dan kemudian Yumna yang ceria ketika berada di dalam mobil. “Tadi main apa aja, Nak?” “Una main talik tambang, Pa. Telus diajak gambal. Ada juga di tas, Una.” “Nanti di rumah Papa mau lihat. “ Anaknya mengangguk cepat, sebelum mereka berangkat. Teguh menusuk sus* dalam kemasan kotak yang diberikan untuk anaknya. “Tadi bobok siang nggak?” “Bobok, Pa. Teguh mulai menghidupkan mesin mobilnya, perlahan dia mulai melanjutkan mobilnya untuk kembali lagi ke rumah. Setiap hari dia selalu bersama si kecil. Kecuali hari Sabtu dan Minggu, Teguh memberikan waktu yang sangat penuh untuk anaknya. Semenjak istrinya meninggal, dia memang berencana untuk mengurus anaknya sendirian. Sayangnya dia harus terbentur dengan pekerjaan yang tidak bisa membawa si kecil ke kantor. Seusia Yumna memang butuh waktu untuk bermain dan belajar di luar sana. Sedangkan Teguh bekerja di kantor tidak mungkin bisa meluangkan waktu sebanyak itu untuk Yumna. Atas izin dari kedua orangtua dan juga mertuanya dia memasukkan Yumna ke tempat penitipan anak yang akhirnya orangtuanya setuju. Sebab jarak mereka tidak ada yang dekat, jadi tidak mungkin kalau Yumna dititip di sana. Pada traffic light Teguh menoleh ke arah anaknya yang mengeluarkan buku cerita. “Papa, Una bisa baca.” “Ohya, sejak kapan anak Papa pintar baca?” “Tadi diajalin di sana. Telus Una bisa baca, sedikit.” Teguh sangat sayang sekali pada bocah ini, sebenarnya dia juga merasa tidak adil kalau Yumna ditinggal untuk selamanya oleh Tari. Baru saja Yumna lahir, beberapa jam kemudian Tari meninggal. “Nggak apa-apa kalau cuman sedikit.” Hatinya nyeri setiap kali mengingat kabar dukanya. Entah apa yang harus dilakukan oleh Teguh ketika Yumna ulang tahun. Antara bersedih dan bahagia pernah menghampirinya dalam satu hari. “Papa, besok ke lumah, Nenek?” Teguh mengangguk lalu melanjutkan lagi mobilnya setelah lampu berwarna hijau. Matanya tetap fokus pada jalan. Tapi dia tetap mendengar pertanyaan Yumna. “Iya, kita ke rumah Nenek besok. Papa yang ajak Yumna ke sana. Terus beliin buah-buahan buat, Nenek.” “Nggak ke, Mama?” Yumna sudah tahu tentang kabar bahwa Tari sudah tiada. Yaitu ketika Yumna masuk ke dalam kamarnya Tari dan mendapati boneka yang dulu pernah diberikan oleh Teguh untuk Tari. Teguh selalu tahu bahwa boneka yang paling disukai oleh Tari dulu adalah boneka Stitch, begitu banyak barang itu masih disimpan oleh mertuanya. Di sana dia menanyakan foto wanita yang sangat cantik, kemudian Teguh menjelaskan tentang mamanya Yumna. Mendengar pertanyaan anaknya tentang ke makam Tari. Sudah pasti Teguh akan ke sana, karena Tari di makamkan di pemakaman umum tempat tinggalnya atas permintaan dari orangtua istrinya. Walaupun berat, tapi Teguh mengizinkan. “Papa ... Nanti Papa nggak sedih lagi, kan?” Yumna sekarang ada di gendongannya saat mereka masuk ke dalam rumah. Membahas mengenai Tari, barangkali bagi Teguh, wanita lain tidak akan sempat dia lirik lagi. Mengingat mendiang istrinya yang sangat baik. Selalu lembut dan sangat sabar. Pahit manisnya cinta dan rumah tangga pernah dia hadapi bersama dengan Tari. Kebahagiaan yang baru saja dia rasakan tiba-tiba sirna ketika istrinya diambil oleh Sang Pemilik Hidup. Terima tidak terima, semua telah menjadi ketentuan-Nya. Di kamar yang cukup besar dengan sticker karakter Stitch juga menghiasi kamarnya sekarang. Semenjak Yumna tahu bahwa mamanya tidak ada. Teguh menghias kamar yang sangat mirip dengan kamar Tari di sana. Boneka Stitch juga sudah entah jumlahnya ada berapa. Teguh sendiri tidak tahu tentang mainan anaknya. Yumna adalah nama yang diberikan oleh Tari dulu sebelum Yumna lahir, dan sampai putrinya lahir ke dunia ini. Teguh menepati janjinya untuk memberikan nama tersebut untuk putrinya. “Papa mandi sebentar, ya! Ingat jangan ambil tablet dan Hp, Papa. Nggak boleh main HP, kasihan matanya.” Yumna mengangguk ketika pria itu pergi. Anak kecil itu menyalakan televisi lalu menarik bonekanya yang dijadikan bantal lalu berbaring di depan televisi dengan botol sus* yang selalu disiapkan oleh pengasuhnya Yumna sebelum pulang dari tempat penitipan anak. Teguh sudah mengganti baju dan sekarang sudah cukup segar melihat putrinya berbaring di depan televisi dengan botol sus* yang ada di mulutnya. “Nanti minum sus* lagi.” Yumna menggeleng dan masih tetap membiarkan botol sus* itu di mulutnya. Tidak ingin berkomentar lagi, Teguh membiarkan anaknya lalu menyiapkan pakaian yang akan dibawa besok ke rumah mertuanya untuk Yumna. Menjadi seorang duda yang mengurus anaknya sendiri itu tidak mudah. Setiap kali ada pekerjaan yang mewajibkan dia harus lembur, mau tidak mau ia harus menunggu Yumna tidur terlebih dahulu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN