02

1010 Kata
"Kalian mau makan apa? Gue traktir," ucap Ray membuat May tersenyum sejenak dan kembali menampilkan ekspresi murung. "Kok tiap hari kerumunan makin banyak?" tanya Kay kesal. "Gue jadi nggak selera buat makan," keluh gadis itu diangguki May. "Loker gue, tiap hari penuh sama cokelat. Sampai-sampai gigi gue sakit ngabisin cokelat yang dikasih sama orang," tambah May membuat Kay langsung mencubit hidung gadis itu saking kesalnya. "Ngapain lo habisin," kekeh Ray bangkit dari duduknya sembari menatap sekitar. Gadis itu menarik napas mencoba tersenyum pada semua orang. "Gue pesanin kalian nasi goreng, oke!?" saran Ray mendapat acungan jempol dari Kay. "Telornya dua ya," beo May hingga mereka bertiga kembali tertawa. Ray berjalan memecah keributan hingga para siswa membukakan jalan untuk gadis itu. Beberapa dari mereka bahkan sempat-sempatnya memotret Ray dengan ponsel masing-masing. Hal tersebut semakin membuat mereka berdesakan, bahkan berdempetan satu sama lain hingga... Bruk! Ray terjatuh setelah seseorang menerjang tubuhnya. Suasana menjadi senyap, hingga saat Ray membuka mata, pandangan mereka beradu cukup lama. Ray terdiam, menatap manik mata indah orang itu meski dari balik kacamata. Pandangannya mengisaratkan kekaguman pada dirinya. "Woy!" beberapa pemuda langsung menjauhkan si penabrak yang tiada lain adalah siswa culun. "Saya nggak sengaja!" teriak siswa culun tersebut kemudian pergi dengan langkah cepat hingga membuat Ray kebingungan. Tanpa mengucapkan kalimat itu, Ray juga tahu kalau kejadian tersebut hanya ketidaksengajaan. "Ray! Gue lapar!!" teriak May membuat Ray melanjutkan jalannya. Selesai makan bersama, mereka pun melangkah menuju kelas. Tentu saja langsung mendapat sambutan hangat dari seisi kelas terutama para lelaki. Ray duduk dikursi paling belakang sendirian, sedangkan May dan juga Kay berada didepannya. "Ray! Nanti malam mau nonton nggak?! Gue udah beli tiket, VIP lho!" ucap seorang pemuda mendekati Ray, dia adalah Davian Julian. Pemuda yang terang-terangan menunjukkan rasa sukanya pada Ray. "Gue sibuk," balas Ray ketus. "Buat kita aja gimana!?" May menadahkan tangannya pada Davi. "Kita?" tanya Davi bingung. "Iya, gue sama Kay!" jawab May girang. Davi berdecak lalu kembali ke kursinya dengan ekspresi gusar apalagi saat ia mendengar tawa dari May dan Kay. "Selamat pagi," sapa seorang guru wanita memasuki kelas. Seisi kelas pun menjawab dengan serentak. "Hari ini, saya tidak akan melanjutkan materi kemarin, karena beberapa dari kalian masih belum mengerti. Standar nilai sekolah kita itu tinggi! Jadi tolong, jangan kecewakan saya! Terutama, kamu Raysa!" ucap Bu Vina sontak membuat Ray terkejut. "Apa maksud kamu selalu mendapatkan nilai 60 disetiap soal yang saya berikan?" tanya Bu Vina membuat Ray menatapnya. "Ray lagi ngikutin anime yang dia tonton bu!" jawab May sontak saja membuat seisi kelas tertawa. Sedikit tepat, tetapi sebenarnya alasan Ray mendapatkan nilai tersebut agar orang-orang disekitar dapat mengetahui kesalahannya dan tidak terlalu mengidolakan dirinya. "Huh! Ya sudah, saya tidak ingin mengomel pagi-pagi begini. Baik, hari ini kalian mendapat teman baru, mari masuk." Perintah Bu Vina membuat seorang siswa memasuki kelas dengan ragu. Ray tak pernah mengalihkan pandangannya bahkan untuk sekedar berkedip menatap murid baru itu. "Dia kan murid pagi tadi yang nabrak Ray di kantin!" tunjuk Rio, salah satu teman Davi. "Iya benar! Ini videonya!" balas seorang siswi memperlihatkan video tersebut pada teman-temannya. Seketika kelas menjadi gaduh bahkan para pemuda sudah menyiapkan kertas untuk melempari siswa culun tersebut. "Diam!" tegas Bu Vina memegang penggaris. "Silahkan, perkenalkan nama kamu," perintah Bu Vina diakhiri senyum kecil. Siswa tersebut mengangkat wajahnya menatap seisi kelas yang nampak ingin menerkamnya hidup-hidup. Hingga matanya tertuju pada seorang gadis yang juga tengah menatapnya dengan tatapan berbeda. "Kenalin, nama gue..." gugupnya membuat Ray tak sabaran. "Alif Sanjaya! Dan gue nggak sengaja nabrak cewek itu!!" teriak Alif membungkukkan tubuhnya. May melongo, begitu juga Kay. Sedangkan Ray hanya tersenyum. "Baik, Alif. Selamat datang dikelas saya," ucap Bu Vina diangguki Alif. "Kamu, bisa duduk di..." Bu Vina nampak berpikir saat menatap kursi kosong hanya ada disamping Ray. Para anak lelaki nampak menolak saat mengetahui maksud dari Bu Vina. "Di samping Raysa, cewek yang duduk sendiri dipojok," tunjuk Bu Vina seketika membuat Alif melangkah dengan kikuk. "Aw!" ringis Alif saat seseorang menendang pelan kakinya. "Jangan buat keributan! Alif, cepat duduk dikursi kamu! Saya akan memulai pelajaran!" perintah Bu Vina dengan tegas. Alif duduk disamping Ray yang tengah menatapnya. "Ma--- af!" ucap Alif gugup. Ray mengulurkan tangannya dengan senyum manis. "Gue Raysa, maaf juga udah buat kacamata lo jatuh tadi pagi, pantesan elo kayak bingung, ternyata murid pindahan," ucap Ray membuat Alif membalas jabat tangan gadis itu. "Iya," jawab Alif memilih memundukkan wajah saat mengetahui beberapa siswa menatapnya dengan tatapan tak bersahabat. Jam istirahat tiba, Alif menoleh pada Ray yang ternyata tertidur dengan wajah tertutup buku. Pemuda itu mengambil buku yang menutup wajah Ray, sekali lagi, ia kembali terpana dengan kecantikan gadis disampingnya. "Ray!" panggil Kay membangunkan tidur Ray. Davi kembali menghampiri mejanya, namun kali ini tatapannya tertuju pada Alif yang nampak ketakutan. "Jangan belagu deh lo," tunjuk Davi membuat Alif hanya bisa mengangguk. "Berisik lo, pergi sana!" usir Ray menengahi. "Gue mau nantang elo duel basket, kalau gue menang, lo harus mau nonton sama gue, kalau lo yang menang---" "Jangan ganggu Alif! Itu perjanjiannya!" tukas Ray membuat Alif terkejut menatap Ray yang sudah melangkah meninggalkan kelas disusul dua temannya. "Lo udah cupu, beban juga!" hardik Davi kemudian pergi memenuhi janjinya yakni bertanding basket satu lawan satu. Hal itu sudah biasa terjadi yang selalu diakhiri dengan kemenangan seorang Raysa Elyana Samudera. Namun Davi tidak menyerah dan terus-terusan membujuk gadis itu agar mau menjadi teman dekat atau mungkin kekasihnya. Guru olah raga sekolah menjadi wasit pertandingan basket antara Ray dan Davi yang sudah ditonton oleh banyak orang. "Yang pertama masukin bola ke ring, menang!" ucap guru olahraga guna menghemat waktu pertandingan dadakan saat istirahat. Hap! Bola lebih dulu dikuasai oleh Davi karena tinggi badan pemuda itu yang mengungguli pertandingan. Davi nampak bermain-main, padahal memiliki banyak kesempatan untuk menang. Hal itu langsung digunakan Ray untuk merebut bola dan dengan satu serangan, head shoot! Bola masuk kedalam ring, suara tepuk tangan bergemuruh dan hal itu membuat Davi menganga tak percaya. "Ray!" "Lo tetap harus nonton sama gue! Gue udah beli tiket!" ucap Davi penuh harap. "In your dream!" balas Ray lalu melangkah ketepi lapangan setelah guru olahraga meniup pluit tanda berakhirnya pertandingan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN