12. Sakit kepala

2509 Kata
Daniel duduk diam dalam mobilnya. Dia sudah sampai di tempat parkir apartemennya tapi dia tidak beranjak dari dalam mobilnya. Hatinya terasa hampa sekarang, ada perasaan lega dan bahagia tapi juga ada kesedihan dan penyesalan. Ingatan Daniel mengawang lagi pada kenangannya dengan Nara yang tidak bisa dilupakannya. Cara wanita itu tertawa, cara wanita itu menatapnya bahkan cara wanita itu memanjakan Daniel. Semuanya menyatu di kepala Daniel membuat dadanya kembali sesak karena tertampar kenyataan, wanita itu sudah bahagia dengan orang lain. Daniel berandai-andai bagaimana kalau Nara sebenarnya adalah orang kaya yang pantas untuk dirinya. Bagaimana kalau dia dulu tidak mengkhianati Nara dengan tidur bersama wanita-wanita lain. Bagaimana kalau Nara menerima lamarannya. Mungkin saat ini dia akan menjadi orang paling bahagia di dunia ini. Daniel menghela nafas panjang sambil menghapus air matanya yang kembali mengalir. Lelaki tidak boleh menangis, tapi sakitnya cinta membuat Daniel menangis juga. Sekarang dia juga mengecewakan Abel. Gadis yang baru dia temui beberapa minggu ini. Jujur saja, Daniel memang tertarik pada Abel karena gadis itu mirip dengan Nara secara fisik. Tubuh, tinggi badan, rambut bahkan wajah yang hampir mirip dengan Nara. Tapi, pandangannya juga sudah mulai berubah, dia mulai tertarik pada Abel karena ... dia adalah Abel. Abel yang selalu menyenangkan untuk di goda sehingga gadis itu akan emosi pada Daniel. Abel yang selalu mengomel pada Daniel dan membalas atau membantah perkataan Daniel. Abel yang perhatian pada hal kecil yang Daniel lakukan, Abel yang selalu mendengarkan saat Daniel bercerita. Tapi hari ini Daniel kembali mengacaukan segalanya. Dia terlalu larut pada kebahagiaan bersama Abel sehingga membuatnya ingin mengulang lagi kenangannya dengan Nara bersama Abel. Ternyata hal itu salah. Abel merasa dimanfaatkan sekarang dan mungkin saja membenci Daniel. Kembali, Daniel harus merasakan sakitnya kehilangan. *** “Tolong ubah jadwal saya besok,” kata Abel pada Katrin melalui sambungan telepon. “Baik Bu. Mau diubah bagaimana?” jawab Katrin dengan suara khas orang baru bangun tidur. “Tolong untuk rapat dengan Wijaya grup suruh saja manajer pemasaran yang ketemu. Besok penuhkan jadwal saya untuk rapat bersama para partner ekspedisi,” kata Abel. “Baik Bu, akan segera saya revisi,” jawab Katrin. “Terima kasih. Maaf ganggu tidur kamu,” kata Abel sebelum mematikan sambungan telepon. Abel kembali bersandar pada sandaran kasurnya. Rasanya dia lelah sekali hari ini. Selain karena pekerjaannya yang menumpuk, hatinya juga merasa lelah yang teramat sangat. Bagaimana mungkin Abel bisa percaya pada buaya rawa seperti Daniel. Tentu saja pria itu akan tetap menjadi dirinya, b******k. Abel tertipu pada sikap manis Daniel. Padahal Luna sudah mengingatkan Abel berkali-kali. Abel seharusnya sadar bahwa sekali watak seseorang seperti itu, dia akan selalu seperti itu. Beberapa pertemuan mereka membuat Abel nyaman di dekat Daniel. Pria itu seperti terbuka pada Abel, menceritakan semua hal tentangnya dan membuat lelucon-lelucon lucu yang menghibur Abel. Namun kenyataannya, Abel hanya seseorang yang mirip dengan masa lalu Daniel. Tidak lebih. Abel kembali menghapus air matanya yang sudah turun kembali. Dia melirik kembali jam tangannya sudah pukul 2 pagi. Dia harus segera tidur karena besok dia akan tetap masuk kantor. Dia bisa gila kalau hanya diam di rumah, lebih baik dia menyibukkan diri. *** Daniel menarik selimutnya lagi, dia merasa sangat mengantuk bahkan berencana untuk tidak masuk kantor hari ini. Suasana hatinya sangat tidak bagus sekarang ditambah lagi tubuhnya yang lelah butuh istirahat. Daniel memang sudah bangun tadi tapi hanya untuk memberitahu pengawalnya bahwa dia tidak akan pergi ke kantor hari ini karena merasa tidak sehat. Semalaman juga Daniel tidak bisa tidur. Pikirannya pergi ke Nara dan kenangan mereka juga kembali pada Abel, hingga membuat dia sakit kepala. Daniel juga sudah berusaha menghubungi Abel tapi sepertinya wanita itu telah memblokir nomor Daniel. Dasar wanita, memang seperti itu jika sedang marah. Tapi lebih baik seperti itu karena Daniel juga tidak tahu harus menjelaskan apa pada Abel. Dia tidak ingin membantah, tapi tidak juga ingin membenarkan. “Tuan muda, ada telepon dari Tuan besar,” kata salah satu pelayan Daniel yang masuk ke kamar Daniel dengan ponsel di tangannya. Daniel menghembuskan nafas gusar. Dia kemudian bangkit dan menjulurkan tangannya meminta ponsel pelayannya itu. “Halo,” sapa Daniel. “Kamu sakit? Apa perlu ke dokter?” tanya Ayahnya. “Tidak perlu, hanya sedikit demam dan sakit kepala. Aku akan beristirahat sebentar, kalau sudah baikkan aku akan ke kantor,” jawab Daniel. “Tidak perlu ke kantor, sore ini datang ke restoran di hotel H. Ajak Safina untuk makan malam, perlakukan dia dengan baik.” Alis Daniel mengerut. “Safina?” tanya Daniel. “Iya, Safina Harris. Wanita yang akan menjadi istrimu nanti,” jawab Ayahnya lagi. Daniel terdiam. Jujur saja dia tidak ingin pergi. “Tidak ada bantahan, Daniel. Kau tahu konsekuensinya.” Kemudian sambungan telepon itu terputus. Daniel meremas ponsel itu dengan emosi. Kenapa dunia begitu tidak adil kepadanya? Kenapa begitu sulit menjadi dirinya sendiri? Kenapa semua harus diatur? Daniel benci pada hidupnya. Dengan penuh emosi dia kemudian membanting ponsel tersebut. Pelayan Daniel hanya bisa meratapi ponselnya yang baru saja dibanting dengan keras oleh tuannya itu. Dia ingin protes sebenarnya tapi melihat Daniel yang sedang emosi membuatnya mengurungkan niatnya. Nafas Daniel terengah-engah selesai dia mengamuk. Dia bukan hanya membanting ponsel itu tapi hampir semua furnitur di apartemennya diacak-acak dan dibanting Daniel dengan kasar dan penuh amarah. Daniel menatap semua kekacauan yang dia buat, hatinya menjadi sedikit lega setelah melampiaskan sebagian amarahnya. Seorang pria kembali masuk ke dalam apartemen Daniel. Dia langsung membungkuk ketika berada di hadapan Daniel. “Ada apa lagi?” tanya Daniel dengan suara tinggi. “Saya baru menerima kabar bahwa untuk rapat proyek dengan G-shop dipindahkan hari ini dikantor mereka, Tuan.” “Jamnya?” tanya Daniel. “Jamnya masih sama, Tuan. Hanya tempatnya saja yang diganti,” jawab pelayan itu lagi. “Baik. Siapkan mobil aku akan segera ke kantor G-shop,” kata Daniel kemudian menuju ke kamar mandi. Pikiran Daniel tertuju pada Abel, gadis itu pasti masih marah padanya sehingga dia memindahkan lokasi rapat mereka. Tapi kenapa Abel memindahkan harinya juga?. Ya setidaknya dia masih mau menemui Daniel. Daniel harus minta maaf pada Abel, setidaknya minta maaf dulu. Hatinya mungkin masih belum bisa berpaling dari Nara, tapi setidaknya dia harus minta maaf karena menjadikan Abel sebagai pengganti sementara Nara. Setelah mandi, Daniel berniat untuk menghubungi Abel tapi masih sama dia masih di blokir dari panggilan Abel. Daniel membuang ponselnya di tempat tidur. “Kenapa dia ingin menemuiku kalau masih memblokir nomorku? Wanita memang rumit,” kata Daniel pada dirinya sendiri. Daniel pun segera menuju kantor G-shop untuk rapat proyek mereka. Sebenarnya mereka sudah ditahap negosiasi akhir. Mungkin sisa 3 kali lagi rapat dan kemudian selesai sudah rapat dengan Abel. Sekarang Daniel sedang mencari cara bagaimana dia tetap bisa bertemu dengan Abel. Seperti biasa Daniel tidak akan langsung pergi ke ruangan rapatnya. Dia akan singgah dulu ke ruangan Abel untuk melihat apakah gadis itu masih berada di ruangannya atau tidak. Dan ternyata ruangan Abel kosong menandakan bahwa gadis itu sudah berada di ruangan rapat. Daniel pun segera menuju ke ruangan rapat. Daniel membuka pintu ruangan rapat dan tidak menemukan Abel di sana. Dia pun mengira bahwa dia salah ruangan. “Oh maaf saya pikir ini ruangan rapat saya,” kata Daniel sambil menarik lagi pintu ruangan itu. “Pak Daniel,” panggil salah satu dari 3 orang di dalam ruangan itu. Daniel menghentikan gerakannya. Dia kemudian melebarkan lagi pintu ruangan itu. “Ini benar ruangan rapat Bapak.” Daniel menatap mereka dengan tatapan bingung. “Kami dari tim pemasaran, Pak. Menurut info dari Bu Abel, proyek Bapak hanya tinggal pemasaran saja makanya hanya kami yang ada,” jelas mereka lagi. “Bu Abel di mana?” tanya Daniel. “Bu Abel sedang ada rapat lain, Pak.” Daniel akhirnya paham maksud Abel ingin memindahkan jadwal rapat mereka. Agar rapat ini cepat selesai dan Abel tidak perlu menemui Daniel lagi. Hati Daniel kecewa karena dia tidak bisa menemui Abel. “Bisa kita mulai rapatnya, Pak Daniel?” tanya salah satu dari mereka lagi karena melihat Daniel mematung di depan pintu. Daniel hanya mengangguk lemah dan kemudian ikut bergabung dengan mereka. Untuk kedepannya, Daniel bahkan tidak mendengarkan mereka karena pikirannya dipenuhi Abel. *** Abel memijit pelipisnya lagi. Orang-orang tua ini sangat sulit untuk menemukan titik temu mereka. Ego mereka sangat tinggi sehingga membuat Abel pusing. “Bagaimana kalau kita sama ratakan saja semuanya menjadi diskon ongkos kirimnya dua puluh lima persen?” tanya Abel. “Tidak bisa, kami akan rugi kalau dijadikan dua puluh lima persen. Tolong jadikan di atas tiga puluh lima persen.” “Kami keberatan jika tiga puluh lima persen, seperti yang diketahui kami memakai pesawat sendiri.” “Tidak bisa ....” Abel kembali memejamkan matanya. Mereka sangat ribut membuat kepala Abel serasa ingin pecah. Dia menopang wajahnya dengan kedua tangannya. “Begini saja, besok tolong semua masukan presentasi yang diinginkan. Tolong dikirimkan ke tim kami dan tim kami yang akan membuat titik tengahnya. Rapat hari ini selesai,” kata Abel kemudian bangkit dan keluar dari ruangan. Dia sungguh-sungguh sangat muak dengan rapat tadi. Rapat dimulai dari pagi dan sampai sore hari tidak ada kesepakatan yang diambil. Abel menutup wajahnya untuk menahan amarahnya yang memuncak. Dia berniat untuk kembali ke ruangannya. “Bu Abel,” panggil Katrin. “Ya Katrin?” “Ibu dipanggil Pak Ray sebentar,” kata Katrin. Abel kemudian berputar arah menuju ke arah ruangan Ray. Dia bertanya-tanya apa yang hendak Ray katakan padanya. “Eh iya Bu. Tadi Ibu ditanya sama Pak Daniel,” kata Katrin lagi. Abel tercekat sebentar tapi dia berhasil menguasai dirinya lagi. “Dia tanya Ibu lagi di mana kenapa gak ikut rapat sama dia,” lapor Katrin lagi. “Kamu gak kasih tahu saya di mana kan?” Abel sudah lebih dulu memberitahu Katrin agar tidak mengatakan keberadaan Abel pada Daniel. Dia tahu lelaki itu bisa saja datang menghampiri Abel padahal sekarang Abel ingin menghindarinya. Abel yakin itu lebih baik daripada dia harus merasakan sakit hati lagi saat melihat wajah Daniel. “Iya Bu, saya cuma bilang Ibu ada rapat penting sampai malam,” kata Katrin. “OK, good.” Abel mengacungkan jempolnya. “Nanti bilang tim pemasaran untuk lapor ke saya hasil rapat tadi,” kata Abel. “Baik Bu,” kata Katrin lagi sambil membungkuk. Abel kemudian langsung masuk ke dalam ruangan Luna yang sekarang ditempati oleh Ray. “Bapak panggil saya?” tanya Abel. Ray memindahkan pandangannya pada Abel dari kertas-kertas laporan ditangannya. “Kamu saya kasih libur kok malah masuk?” tanya Ray. “Soalnya saya masih ada rapat penting, Pak.” “Rapat kamu semua udah selesai?” tanya Ray. Abel mengangguk. “Sekarang bantu saya untuk periksa laporan keuangan tiga bulan ini. Kamu bisa?” Abel hendak mengatakan bahwa dia ingin pulang tapi ekor matanya menangkap Daniel yang terlihat berjalan menuju lift. Kalau dia keluar sekarang maka sudah pasti dia akan bertemu dengan Daniel. “Iya Pak bisa,” kata Abel kemudian mengambil berkas-berkas tebal itu dan kemudian duduk di meja tambahan. “Kamu sudah makan?” tanya Ray lagi. Abel menggigit bibirnya pelan. Lagi-lagi dia lupa akan hal itu. Kenapa dia bisa selalu lupa makan sih? Abel kesal pada dirinya sendiri. “Kok bisa sampai lupa makan? Kamu memang benar-benar murid Luna.” Kata Ray lagi. “I-Iya Pak nanti saya minta tolong Katrin untuk belikan makan. Bapak mau sekalian?” Ray menggeleng, “Saya udah makan.” Abel pun keluar untuk minta tolong pada Katrin membelikannya makanan. “Katrin, bisa minta tolong untuk belikan saya makan?” tanya Abel. “Bisa Bu, Ibu mau makan apa?” tanya Katrin. “Abel!!!” suara Daniel terdengar. Abel menutup matanya kesal. “Apa aja, ini uangnya. Terima kasih,” kata Abel kemudian dengan cepat kembali ke ruangan Luna. “Abel! Tunggu!” teriak Daniel tapi terlambat wanita itu sudah masuk ke ruangan Luna dan di sana ada Ray. Tentu saja Daniel tidak bisa masuk karena bagaimana pun itu tidak sopan. “Permisi Pak,” kata Katrin karena Daniel menghalangi jalannya. “Kamu mau ke mana?” tanya Daniel. “Mau beli makan untuk Bu Abel,” jawab Katrin. “Dia baru makan jam segini?” Katrin mengangguk. “Biar aku saja yang beli,” kata Daniel kemudian berjalan pergi. Katrin yang bingung akhirnya kembali ke mejanya. Setengah jam kemudian, Abel keluar untuk mengecek apakah makanannya sudah ada atau belum. Tapi dia malah menemukan Katrin masih di mejanya. “Makanan saya gak kamu beli?” tanya Abel. Dia kesal karena masih menemukan Katrin di mejanya tanpa makanan Abel. “Eh itu, tadi saya mau pergi beli tapi Pak Daniel bilang dia yang akan pergi beli,” jawab Katrin takut-takut. Abel seperti akan kehilangan kesabarannya. Dia menarik nafas panjang untuk melegakan dadanya. Abel kemudian kembali masuk ke dalam ruangan. Tidak lama kemudian Daniel datang membawa sekotak makanan untuk Abel. Dia menyelipkan sebuah kertas permintaan maaf di situ. Dia kemudian meminta Katrin untuk memberitahu Abel bahwa Daniel sudah membelikannya makanan. “Bu Abel, Pak Daniel sudah ada. Dia bawa makanan untuk Bu Abel,” kata Katrin pelan. “Bilang aja sama dia kalau saya udah makan dikasih Pak Ray,” jawab Abel tanpa menoleh ke arah Katrin. “Tapi Ibu kan belum makan—“ “Bilang saja begitu dan suruh dia pergi,” potong Abel datar. Katrin hanya dapat mengangguk dan keluar dari ruangan itu. “Bu Abel ternyata sudah makan dikasih Pak Ray. Sekarang Bu Abel lagi sibuk sekali, kata Bu Abel tidak usah makanannya,” kata Katrin pada Daniel. Daniel terdiam memandang Abel dari dinding kaca. Dia tahu Abel sengaja menghindarinya dengan berpura-pura sudah makan. “Gak, saya akan tetap tunggu di sini,” kata Daniel. Sementara Katrin bingung harus bagaimana. Dia hanya bisa kembali duduk dan melanjutkan pekerjaannya yang tinggal sedikit lagi itu. Daniel berdiri menatap Abel yang sedang sibuk memeriksa kertas-kertas tebal di hadapannya. Wajah serius Abel kembali muncul yang entah kenapa membuat Daniel betah untuk memandangnya dalam waktu yang lama. Apalagi jika sedang bekerja, Abel selalu menggunakan kacamata, membuat dia semakin terlihat cantik dan menawan. Matanya keduanya bertemu ketika Abel memandang ke arah Daniel karena dia merasa seperti sedang diperhatikan. Mata Abel jelas memancarkan luka dan juga kemarahan. Sementara mata Daniel menatap sayu ke arah Abel seolah meminta permohonan maaf. Abel langsung mengalihkan pandangannya agar tidak menatap Daniel lama-lama. “Bu, Pak, saya permisi pulang lebih dulu,” pamit Katrin pada Abel dan Ray. “Baik Katrin, terima kasih untuk hari ini ya,” kata Abel sambil tersenyum. Katrin berjalan menuju ke arah Abel. “Bu, sepertinya Pak Daniel berniat menunggu Ibu,” lapor Katrin dengan berbisik pelan. Abel tersenyum ke arah gadis itu. “Dia tidak akan tahan menunggu saya. Dia tidak setulus itu. Kamu pulangnya hati-hati ya” kata Abel lagi. Abel memandang lagi ke arah Daniel, pria itu masih di sana. “Gak! Dia gak mungkin tahan menungguku,” batin Abel. Dia kemudian mencoba fokus kembali pada pekerjaannya. Dan benar saja, begitu Abel melihat lagi Daniel sudah tidak ada di sana. “Benarkan?” batin Abel. Entah kenapa dia merasa lega tapi juga kecewa. Ternyata memang benar, Daniel tidak pernah tulus padanya. Maka langkah Abel untuk menjauhi Daniel adalah langkah yang tepat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN