Part II

1006 Kata
Sementara di ruangan lain, Jacob mendekati pasangan suami istri yang baru saja ditinggal pergi oleh Sang Raja. "Mari saya tunjukan dimana kamar anda." Si Paman nampak masih dendam, pandangannya masih tertuju pada pintu dimana pria sombong yang dielu-elukan sebagai Raja hilang dibalik sana. Tangannya terkepal erat. Kedua rahangnya mengencang marah. Sikap Sang Raja barusan, seakan menamparnya dengan tak kasat mata. Ia merasa terhina, bukannya ia tidak tau makna yang diucapkan Sang Raja, ia bahkan sangat tahu. Belum lagi para pelayan disekitar sini yang menyaksikan kejadian tadi, pasti mereka akan bergosip ria tentang ini, dan tak menunggu lama akan tersebar diseluruh istana. ' Yang Mulia, kau boleh melakukan ini padaku sekarang. Tapi lihatlah nanti, aku akan pastikan kau bersujud dikakiku. Dan waktunya tak lama lagi, kerajaan ini akan menjadi milikku, dan kau akan menyusul ayahmu ke alam baka sana .' Ia teggakkan kepala menunjukkan bahwa dia lebih tinggi derajatnya dari siapapun yang melihatnya, kecuali Yang Mulia Raja. "Ayo istriku." Ia menarik langkah istrinya untuk ikut serta. *** "Apa kau sudah mengantarnya, Jacob?" Pandangannya lurus menghadap kaca pembatas yang menampilkan keadaan diluar istana. Patung dewi membawa bejana lalu air jernih keluar darisana, beriak-riak dalam kolam lingkar kecil di tengah halaman istana. Burung-burung kecil sesekali hinggap untuk minum ataupun membasahi bulunya. Pohon-pohon hias sengaja di tanam di halaman sebagai penyegar dari kekosongan lahan karena Raja yang tidak menyukai kebun bunga. Seseorang yang berdiri dibelakang Raja, berada tak jauh darinya menjawab. "Ya, Yang mulia. Hamba telah melaksanakan perintah." Tubuh sedikit membungkuk. Tangan kanan tersilang didepan baju zirah sebagai tanda hormat. Tidak ada sahutan, itu menandakan tidak ada lagi yang akan ditanyakan "Saya mohon undur diri Yang Mulia" Hanya gumanan samar yang terdengar oleh telinga, namun itu menandakan 'iya'. Pria yang berdiri dalam bayang-bayang gelap di sudut ruangan, membungkukkan badan sebagai tanda hormat lalu berjalan keluar, meninggalkan Raja seorang diri. 'Ayah, aku tidak pernah lupa. Ketika pedang menembus tubuhmu, demi melindungi ibu yang telah sekarat karena melindungiku. Dan aku yang engkau sembunyikan di balik semak-semak yang hanya bisa melihat, tanpa bisa membantu. Ayah aku akan membalasnya, maaf aku tidak bisa memegang janjiku padamu' *** Angin bertiup membelai sisi pepohonan, menghantarkan udara pagi yang kaya akan oksigen. Sinar matahari nampak terlihat disebelah timur istana, menerobos peraduan Sang Raja. Terlihat Sang Raja mengenakan pakaian yang berwarna hijau dengan sulur-sulur emas yang melekat padanya. Hiasan brukat berkilau di kedua lengan tangannya. Kakinya berjalan keluar istana dengan diiringi Jacob dibelakangnya. Jacob adalah pengawal pribadinya sekaligus beta dan orang yang ia percayai setelah Kasim, ayah dari Jacob. Jacob adalah werewolf menuruni ibunya yang keturunan werewolf sementara ayahnya manusia. Udara sesekali berhembus menerbangkan rambut Raja Damian yang hitam legam dan berkilau ketika cahaya matahari menerpanya. Diperjalanan menuju gerbang istana, ia berpapasan dengan paman dan bibinya yang baru saja jalan-jalan entah darimana. "Salam saya Yang Mulia, semoga anda sehat dan panjang umur. Jika saya boleh bertanya, sepertinya anda hendak pergi ke suatu tempat?" "Apakah itu urusan paman?" Raja Damian menyahut dingin. Sementara Amanda memandang wajah Raja Damian penuh pemujaan. Ia selalu lupa meski sosok ini menganggapnya rendah. "Bukan begitu, saya hanya mengkhawatirkan keadaan Yang Mulia. Lingkungan luar dan Istana sangat berbeda, disana kita tidak tau yang mana penjahat dan bukan. Rakyat jelatapun bisa menjadi penjahat dalam keadaan terdesak. Saya takut Yang Mulia akan terluka." Paman mengembangkan senyum lebar namun tidak dengan matanya. Raja Damian memaknai itu sebagai tipu muslihat dan penjilat. "Terimah kasih atas nasihatmu Paman. Saya hanya mengecek daerah perbatasan. Kalau-kalau ada semut yang menyelinap masuk maka saya injak ia sampai mati, sampai tubuhnya tak terbentuk." disertai senyum miringnya dan bibir yang menipis. Mengirimkan isyarat berbahaya melalui matanya. Sebelum kau ucapkanpun aku akan selalu siap, bagiku di luar maupun di dalam istana tidak ada bedanya, gumamnya dalam hati. "Kalau begitu, anda harus hati-hati. Biarpun kecil, semut bahkan bisa merobohkan gajah. Di luar sana, banyak hewan-hewan kecil yang jauh lebih berbahaya." "Sekali lagi terimakasih, Paman. Saya akan mengingat nasihatnya dengan jelas. Tapi, Paman harus tau Singa tetaplah Raja di hutan." Raja Damian berlalu. Pria itu melihat kepergian Sang Raja dengan amarah yang menggelegak dalam darah, tahan bukan saatnya. Ia mengontrol dirinya sendiri. Setelah nafasnya teratur, ia pandang punggung Sang Raja yang terlihat dari kejauhan dengan tatapan sinis. *** Serigala berwarna abu-abu dengan tinggi nyaris dua meter berlari menembus hutan. Melangkah dengan pasti disetiap pijakan. Sinar matahari tertutupi oleh pohon pinus yang tinggi menjulang. Ranting-ranting pohon patah dan terinjak langkahnya. Dibelakangnya berlari serigala coklat dengan tubuh lebih kecil darinya. Pohon pinus mulai berjejer merapat menutup sinar matahari, sehingga bagian bawah tampak gelap, manakalah mereka semakin memasuki dalamnya hutan. Semak-semak tinggi dan lumut-lumut tumbuh subur dalam kelembaban ini. Suasana mulai tampak berbeda, seram dan disertai suara hewan yang bersautan. Ini adalah hutan mati, tidak ada seorangpun yang berani masuk. Desas-desus yang dibicarakan oleh rakyat tentang hutan ini telah sampai ke telinga Sang Raja. Karena ada sebuah kabar beredar bahwa hutan ini ditinggali oleh seekor makhluk. Dan tidak ada yang tau wujud makhluk tersebut, karena setelah bertemu dengan makhluk itu tak ada yang masih hidup, semuanya ditemukan mati di pinggir hutan dengan keadaan yang mengenaskan. Jika ini ulah vampir seharusnya yang hilang adalah darah, namun yang hilang dari tubuh sang korban adalah organ-organ vital. Dan karena itulah Sang Raja ingin mengecek sendiri, semua prajurit yang ia kirimkan untuk menangkap makhluk itu bernasib sama dengan Si korban. Hal ini menimbulkan keresahan para warga, takut mereka yang akan jadi korban berikutnya. Memang hutan mati terletak di daerah perbatasan, tidak ada yang berani masuk ke dalamnya. Mereka lebih mementingkan keselamatan mereka, dan memutar jalan walaupun jauh jarak tempuhnya. "Seberapa jauh lagi?" Raja Damian mengirim koneksi pikirannya pada Jacob. "Kita hampir sampai, Yang Mulia." Jacob meraba situasi dan meninjau struktur bebatuan di sekitarnya. Tempat mahkluk itu ada di dekat sini jika ia tak salah. Beberapa warga mengatakan itu sebuah rumah pondok menyeramkan dan lainnya menyebutkan gua gelap tak berujung. Tak ada yang jelas karena itu hanya terkaan semata. Jumlah mahkluk itu pun masih diperdebatkan hingga detik ini. Bentuknya tidak ada yang tau, gosip mengatakan itu sejenis vampir, naga, dan mahkluk bertanduk dengan wajah seram. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN