Liburan berdua

1474 Kata
Pagi itu Mikhayla terbangun dengan keadaan terkejut dan bingung. Pasalnya dia tiba-tiba terbangun di kamar padahal seingatnya kemaring dia tertidur di Hammock dan yang lebih terkejutnya lagi, saat dia bangun ada Gibran yang tertidur di sampingnya lebih tepatnya memeluknya. " Gib....bangun, ngapain elo disini! dan juga ngapain elo peluk-peluk gue!?" teriak Mikhayla membangunkan Gibran. " Hoooaaammm.....apaan sih elo pagi-pagi ribut! gue masih ngantuk ah! udah tidur lagi aja!" balas Gibran yang dengan cepat menarik kembali Mikha untuk tidur dipelukannya. Mikhayla yang kaget tidak sempat mengelak dan otomatis badannya kembali berbaring dan kini pelukan Gibran makin erat. " Elo gila ya....lepasin gue!" berontak gadis itu yang merasa malu, tapi Gibran tak bergeming dan tambah mempererat pelukannya. " Bisa diem nggak? tolong elo diem bentar dan tetap kek gini dulu." ujar Gibran santai dengan mata masih tertutup. Sebenarnya sedari tadi Gibran sudah bangun tapi malas membuka matanya sampai beberapa saat kemudian Mikhayla bangun dan berontak. Akhirnya Mikha pun tenang sembari mengatur nafas dan debaran jantungnya yang berdetak lebih kencang. ' Semoga dia nggak ngerasain jantung gue ' do'a Mikha dalam hati. " Nah gitu, diem bentar, biar kita kek gini dulu bentar." bisik Gibran tepat ditelinga Mikhayla. Saat nafas Gibran menyentuh kulit telinganya, ia merasakan perasaan aneh. " Jantung elo nggak apa-apa kan ini? kenapa kok berdetak kencang banget?" tanya Gibran, " Mmmm.....ya jantung gue emang berdetak kali, kalo nggak berdetak mati dong gue." balas Mikha dengan nada ketus untuk menutupi kecanggungannya. Gibran hanya tersenyum mendengar jawaban Mikhayla meskipun tau sebenarnya bukan itu jawaban sesungguhnya. Sekitar 10 menit mereka saling berpelukan dalam diam, hingga getaran ponsel Gibran memaksa mereka untuk berpisah. Mikhayla langsung berdiri dan berlari ke luar, sedangkan Gibran hanya terbengong melihat kelakuan gadis itu sambil tetap mengangkat telponnya. ' Mikha bego.... bisa-bisanya elo terbuai sama kakak elo sendiri! eh tapi tadi gue juga ngerasain jantung dia sama berdebarnya kek gue sih....aaaaahhhh..... pagi-pagi nggak usah mikirin yang aneh-aneh!' perang batin Mikha. Dengan cepat ia masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya sekaligus mendinginkan kepalanya yang mulai memikirkan hal-hal aneh. Setelah 15 menit mengurung diri di kamar mandi dia memutuskan keluar dan kembali ke rumah. Hati-hati dia membuka pintu kamar dan memastikan keberadaan Gibran di dalam atau sudah keluar. Setelah memastikan bahwa Gibran tak ada di dalam akhirnya dia pun masuk ke kamar dan mengunci pintu selagi dia berganti baju. Samar-samar gadis itu mendengar suara orang memanggil namanya dari luar kamar, dan setelah cukup jelas suara itu milik Gibran yang telah kembali entah dari mana. Setelah urusannya beres Mikha membuka pintu dan keluar dengan wajah cueknya berjalan melewati Gibran begitu saja menuju lantai bawah dengan membawa ranselnya. Gibran pun hanya bisa melihat dan memperhatikan tingkah ajaib gadis yang mendebarkan jantungnya sekaligus adik tirinya ini. " Elo mau pulang kerumah hari ini?" tanya Gibran begitu Mikha akan menuruni anak tangga yang pertama, Mikha berbalik dan hanya nyengir kemudian melanjutkan langkahnya kembali. Gibran hanya bisa membuang nafas kasar menghadapi Mikhayla. Setelah mas Joe datang dan sarapan spesial buatan mas Joe, akhirnya Gibran dan mikhaila kembali ke rumah. Di tengah jalan Mikha meminta untuk singgah ke makam almarhum papanya. Gibran berjalan perlahan di belakang Mikhayla yang tampak bersemangat dengan membawa seikat mawar putih melewati jalan setapak yang membelah ratusan papan nisan yang di sediakan oleh pengelola TPU tempat di mana almarhum ayah Mikhayla di makamkan. " Papaaaaa.....Mikha datang hengukin papa, maaf ya paaaa Mikha lama nggak kesini. Maaf.... akhir-akhir ini Mikha sibuk, oh ya pa....2 hari lagi Mikha sidang skripsi, rencananya sih Minggu depan. Tapi dosen pengujinya majuin tanggal, bantu Mikha ya paaa biar Mikha bisa cepat lulus. Dan Mikha bisa ngelola usaha papa seperti harapan dan cita-cita papa." ujar gadis itu panjang lebar di depan pusara almarhum ayahnya. Tak lupa dia mencabuti rumput-rumput dan tanaman liar yang tumbuh di sekitar makam ayahnya. Tak ingin berdiam diri Gibran pun ikut membantu Mikha mencabuti rumput dan tanaman liar. Sejenak Gibran terkejut bahwa gadis yang biasanya berekspresi cuek dan masa bodoh itu bisa jadi gadis yang ceria dan manja meski hanya di depan pusara ayahnya. Dan hatinya sedikit tersentil melihat Mikhayla yang dengan senang mengunjungi makam ayahnya. Sedangkan dia? hanya saat menjelang ramadhan dan hari raya saja dia mengunjungi makam ibunya. Ia bisa menyimpulkan itu terlihat dari bekas bunga yang kering tapi belum kering sekali, dan batu nisan yang masih bersih meski di batu nisan tertulis tanggal dan tahun Kematian ayah gadis itu sudah hampir 6 tahun. Setelah dirasa cukup bersih mereka pun memutuskan kembali kerumah dan tentunya dalam keadaan membisu dan hening. Di rumah pun keheningan dan kebisuan mereka masih berlanjut, malah di tambah kecanggungan ketika mereka berpapasan. Tak tahan dengan keadaan itu, Gibran memutuskan untuk mengajak Mikhayla jalan-jalan sore ini. " Mik....Mik....elo lagi di dalem? gue boleh masuk nggak?" panggil Gibran sembari mengetuk pintu kamar Mikhayla. Tak lama pintu itu terbuka dan kepala Mikhayla menyembul dari balik pintu dengan tangan yang mengucek mata. " Apaan? " tanya Mikha begitu kesadarannya mulai berkumpul, Gibran menatap penampilan gadis di depannya dengan tatapan takjub. " Woi! malah bengong! apaan sih? klo nggak penting gue mau lanjutin kerjaan gue." ancam Mikhayla yang akan menutup pintu kamarnya kembali tapi dengan cepat di tahan oleh Gibran. Mikha menatap tajam Gibran yang hanya menampilkan smirk, " Temenin gue jalan sore ini. Bosen juga di rumah terus, terserah deh kemana. Dan juga kayaknya kita selama ini cuma stuck di rumah aja." ujar Gibran dengan wajah dibuat melas, Mikhayla cuma memutar bola matanya malas mendengar permintaan Kaka tirinya ini. " Naik motor ya....kalo sore di sini sama kek di Jakarta, rawan macet jam pulang kantor." nego Mikha, Gibran tersenyum dan mengangguk setuju. " Yaudah tunggu 15 menit, gue mau mandi dan siap-siap dulu." putus Mikha dan dengan cepat menutup pintu kamarnya lagi. Gibran telah siap dan menunggu Mikha di ruang keluarga. Tepat 15 menit seperti yang Mikha katakan, dia telah turun dari kamarnya dan langsung menuju garasi rumah. Gibran mengikutinya dari belakang dan setelah siap mereka pun mulai membelah jalanan kota Surabaya dengan kecepatan sedang. " Elo mau jalan ke mana nih? mall? taman? atau gimana nih? yang jelas biar kita nggak muter-muter!" teriak Mikha yang tetap fokus menyetir. Ya benar, saat ini Mikhayla yang menyetir dan Gibran duduk manis di boncengan. " Hhhhhhmmmmm.....tadi pas gue nungguin elo gue browsing-browsing gituuuu....gue kepikiran pengen ke Malang. Yaaa....jujur aja gue belum pernah ke sana sama sekali. Katanya tempatnya bagus gitu, apalagi kota Batu." ujar Gibran ringan tanpa dosa, sedangkan Mikhayla yang menyetir menahan emosi begitu mendengar permintaan Gibran. " Napa elo nggak ngomong dari tadi aja sih....tau gitu gue nggak lewat jalan ini. Puter balik deh!" gerutu Mikha yang dengan cepat membelokkan motor sportnya ke arah Surabaya Selatan. Dengan kecepatan penuh dia memacu motornya membelah jalanan yang mulai ramai karena 30 menit lagi akan memasuki jam pulang kantor. Gibran pun yang duduk di belakang hanya menahan tawa setelah berhasil mengerjai adiknya. " Mik, ini kita Uda sampe di kota Batu belum?" tanya Gibran begitu motor yang membawa mereka memasuki daerah dengan jalan yang mulai menanjak. " Belum, masih jauh. Masih harus lewat gunung di depan tuh!" tunjuk Mikha ke arah barisan pegunungan di depannya. Gibran hanya mengangguk mengerti dan kembali menikmati pemandangan. Kini motor mereka mulai memasuki kawasan hutan yang di sore itu tampak lengang. Tapi masih ada beberapa motor dan mobil yang lewat meski bisa di hitung dengan jari. Makin lama jalanan makin menanjak dan di kanan kiri makin jarang rumah warga, yang ada hanya barisan bukit dengan pohon Pinus di kanan dan jurang di kiri jalan. Gibran mulai bergidik ngeri, ngeri karena jalanan yang menanjak dan sepi. " Elo nggak salah jalan kan ini? kok jalannya sepi banget!" tanya Gibran penasaran sekaligus takut. " Nggak....ini kita lewat jalan alternatif, kalo lewat jalan biasanya ya kejebak macet. Lewat sini bebas macet tapi cuma medannya yang agak curam." terang Mikha santai. " Mumpung belum terlalu masuk hutan ini, elo kalo mau pipis, pipis dulu aja. Di tengah gunung nggak ada kamar mandi." lanjut Mikha setelah motor melewati tanjakan tajam hampir 45°. Di kanan kiri jalan ada warung-warung dan pondok-pondok seperti rumah penduduk, karena tidak ada jawaban dari Gibran Mikha pun melanjutkan perjalanan hingga tibalah mereka di rest area di tengah gunung. Mikhayla pun menepikan motornya dan memarkirkan motornya di depan mushola kecil di mana di sekitarnya banyak warung-warung. " Gue mau pipis dulu." pamit gadis itu yang dengan cepat berlari ke arah kamar mandi. Gibran menatap sekelilingnya takjub dan heran, di tengah gunung seperti ini ada tempat seperti ini. Tak lama Mikhayla keluar dan mengajak Gibran melanjutkan perjalanan kembali sebelum matahari benar-benar tenggelam dan jalanan jadi benar-benar gelap, karena tak ada lampu penerangan sama sekali di gunung ini kecuali lampu kendaraan yang melintas. Kali ini meskipun di liputi perasaan takut dan was-was tapi Gibran akui dia benar-benar menikmati perjalanan ini. Selain perjalanan ini dia bisa berdua dengan gadis yang membuat jantungnya berdebar juga bonus pemandangan dan udara segar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN