Amarah yang membuncah juga kecewa yang meraja semua bercampur dalam d**a, air mata mengalir deras hingga pandanganku sedikit buram ketika melihat jalanan. Aku menepi di pinggir jalan meluapkan seluruh tangisan, tak mungkin pulang ke rumah ayah dalam keadaan seperti ini. Bagaimana pun juga aku tak boleh terlihat lemah di depan para musuh, mereka harus tahu betapa garang dan kerasnya aku hingga tak mudah ditaklukkan. "Zara! Zara!" Aku melirik ke samping, seorang lelaki muda mengetuk pintu mobil, dengan cepat aku mengusap air mata yang tersisa, Arvin tak boleh tahu aku sedang menangis sendirian di sini. Kubuka kaca mobil sambil berusaha tersenyum menatap lelaki berwajah blasteran timur tengah itu. "Ngapain di sini? mobil lu mogok?" tanyanya dengan tatapan heran. "Ah engga kok, barusan

