Penantian

1000 Kata
"Penantianku adalah Menantimu, Menanti rasa itu hadir dihatimu." -Aresha Ravan Arabella- *** Bella membulatkan matanya saat menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Daniel, ia mandi dengan air apa? Daniel tidak pernah bisa mandi pagi dengan air dingin. Ya walaupun ini hari minggu, Daniel tak pernah absen untuk mandi pagi. Walaupun setiap pagi ia selalu menyiapkan air panas untuk pria tersebut, namun difikiran Bella tidak pernah terbesit sedikitpun rencana pria itu untuknya. Daniel dengan sengaja meminta wanita itu untuk memasak air panas untuk dirinya, walaupun didalam kamar mandinya tentu saja sudah tersedia hot water, tapi Daniel tetap melakukan hal itu kepada Bella, karena ia ingin membuat Bella selayaknya pembantu dirumah ini. Ya, pembantu karena hanya status itu sjaa yang Daniel anggap pantas untuk wanita seperti Bella, wanita yang benar-benar sangat merusak kehidupannya. Lalu setelah Daniel berhasil memerintahkan wanita itu setiap pagi pasti Daniel akan langsung membuang air tersebut. Bella mengikat rambutnya simple keatas. Dan segera mengetuk pintu kamar Daniel. "Daniel…Maaf aku kesiangan," Ucap Bella sembari mengetuk-ngetuk pintu kamar Daniel. Namun tak ada respon darinya. "Aku memasak air untukmu.." Lagi-lagi tak ada balasan. Maaf, aku lancang kembali. Batin Bella ~Ckleks Bella membuka pintu kamar Daniel, tak ada Daniel dikamarnya. Di kamar mandipun rasanya tidak mungkin, Daniel tidak akan bisa mandi air dingin sepagi ini. Bella menutup kembali pintu kamar Daniel. Sesosok tubuh tinggi sekarang sudah berdiri dibelakang Bella. Tidak, lebih tepatnya sekarang didepan Bella saat tubuhnya memutar. Bella meremas pakaiannya. Ia takut, takut Daniel yang sekarang sudah berada dihadapannya akan marah kepada Bella karena sudah berani memasuki kamarnya tanpa seijinnya. Tapi tidak, lihatlah. Daniel sepertinya sudah membersihkan tubuhnya, terlihat dari rambutnya yang basah. "Kau--?" Daniel menyingkirkan tubuh Bella pelan dari hadapannya. "Maaf, aku..." "Pergi. Kembali saja kekamar. Lalu lanjutkan tidurmu itu." ucapnya santai tapi masih terdengar datar dan dingin, dengan tangan yang siap membuka kenop pintu. Bella menebak, sepertinya Daniel marah padanya. Tapi tidak mungkin sepertinya marah, Bella tak melakukan salah saja selalu ia marahi. Apalagi melakukannya. Bella melangkahkan kakinya keluar dari kamar Daniel. "Hari ini kau bebas untuk melakukan apa saja." Jawabnya datar. Bella mengernyitkan dahinya "Aku?" Tanyanya. Daniel tak menjawab dan langsung melongos masuk kekamarnya tanpa berbicara, tak lupa ia juga menutup pintunya. Bella melangkahkan kakinya kekamar. Ada apa dengan suaminya? Aneh sekali. Biasanya bila Bella bertanya pasti ia akan marah dan membentaknya. Tapi sekarang? Hanya terdiam dan menjawab tidak menggunakan nada tinggi. Apa karena kejadian semalam? Tidak mungkin, tidak mungkin hanya kejadian semalam ia merubah sikapnya dengan cepat. Tapi kalaupun itu benar, aku akan sangat bersyukur. Penantian selama ini tidak akan sia-sia, walaupun hanya setitik perasaan cinta itu ada. Aku sudah sangat bersyukur, karena suamiku bisa merasakan apa yang ku rasakan. *** Selama menikah Bella tak pernah lagi menikmati suasana luar dengan waktu yang cukup dan akhirnya Bella dapat kembali menikmati suasana luar menikmati alam yang indah dan ramainya lalu lintas, keramaian masyarakat. Berkat kebaikan Daniel, yang menurutnya sangat aneh. Tapi tidak apa-apa, yang terpenting kali ini ia bisa menikmati kembali suasana yang indah ini. 'Dugh' disaat ia tengah menikmati suasana yang indah ini, tubuh mungilnya tak sengaja ditabrak seseorang yang kelihatannya sedang terburu-buru, takut dan panik. Belum sempat orang yang menabrak Bella meminta maaf, tangan Bella sudah lebih dulu ditarik untuk berdiri dan mengikuti langkah kakinya dengan langkah yang cepat. *** Nafas Bella terengah-engah. Ia tidak mau lagi ditarik pria tak dikenal sampai sejauh ini dan sekarang mereka justru malah berakhir didalam Restaurant. "Kau gila?" Nafas Bella terdengar kasar. "Maaf, aku di kejar---" Pria ini menghentikan ucapannya, sejenak ia pandang wajah Bella. Seperti tidak asing. "Bella." Bella mengernyitkan dahinya, "Kau, Aresha Ravan Arabella kan?" Bella ikut memperhatikan wajah pria ini "Bang Ed." lirihnya pelan, "Kau benar Bang Edward? Edward the prince of the school?" Pria itu menganggukan kepalanya, "Iya, aku Edward." Edward adalah Kakak Kelas Bella sewaktu masa sekolah dulu. Ia merupakan Pangeran sekolah yang direbutkan banyak wanita di sekolahnya karena wajah tampannya itu. Ia memiliki alis dan bulu mata yang cukup tebal tak hanya itu saja ia juga merupakan pria yang ramah dan baik pada semua orang. Sampai-sampai keramahan dan kebaikan lebih dia pada dirinya justru membuat semua perempuan iri pada dirinya. "Bella.. terlalu menyukai hujan itu tidak baik. Ayo kembali ke kelas." Pintanya. Tangannya sudah menyentuh tangan mungil Bella. Bella masih terdiam terpaku dikursi taman. Menanti hujan deras, karena sudah sedari tadi hujan hanya meneteskan butiran-butiran kecil air, bukan butiran air yang begitu deras. "Aku menyukainya," "Aku tau itu. Tapi nanti kau bisa sakit, sewajarnya saja kalau kau menyukai sesuatu, jangan menyakiti diri sendiri." Bella menggeleng cepat. Bukan masalah, karena hujan yang selalu ia nantikan. Edward sepertinya tidak menyetujuinya. Ia memilih untuk bangkit lalu menarik pelan tangan Bella kemudian mengajaknya pergi dari taman yang tak beratap ini. Edward memakaikan jaket miliknya ketubuh Bella. Seketika ia jadi merasa seperti dianggap lebih olehnya, ya dianggap adik lebih tepatnya. "Aku belikan teh hangat untukmu, kau tunggu disini. Jangan kemana-mana." Edward begitu perhatian pada dirinya, menyebabkan semua mata menatapnya sinis, berbisik-bisik, bahkan ada yang langsung to the point menghina dirinya dan mengatakan kalau ia ini adalah w*************a. Tapi Bella membiarkannya, karena Bella sama sekali tidak berfikiran macam-macam, karena dalam fikirannya Edward melakukan ini hanya karena ia ini adik kelas yang mungkin sudah dianggap lebih menjadi adik sungguhannya. Bukan sebagai kekasih, atau apapun itu. Bella dan Edward tertawa lepas setelah sekian lama tidak bertemu. Ada pancaran rindu dari mata Edward kepada Bella. Entah apa yang ia rindukan dari sosok Bella. "Kau sombong sekali Bang, setelah lulus tidak pernah lagi mengunjungi sekolah ataupun menemuiku." Ucap Bella sembari mengerucutkan bibirnya. "Maaf, Mbell. Abang sibuk harus mengurus kuliah di london. Dan aku juga tidak mau membuatmu sedih.." Ucapnya sembari mengelus pelan puncak kepala Bella, "Sedih karena ditinggalkanku." "Apa? Abang melanjutkan study di London, tapi aku tidak tau sama sekali?" Ekspresinya berubah terkejut, Bella tak mengetahuinya sama sekali yang ia tahu Edward sudah melupakan Bella seiring berjalannya waktu, "Jahat sekali kau Bang!" Bella merajuk. "Aku hanya tak ingin membuatmu sedih, Mbelku..." Edward kemudian mencubit gemas hidung mancung Bella. Astaga Bella lupa!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN