Bab 2 - Pria Pengubah Hidup

2079 Kata
Bab 2 – Pria Pengubah Hidup Deru angin malam yang menerpa tubuh mungil Aruna tak menggentarkan dirinya untuk pergi dari tempat yang dia anggap sebagai neraka dunia itu. Dia terus berjalan mengikuti kemana langkah kaki membawanya. Jujur, tak ada kesedihan yang dia rasakan begitu berjalan meninggalkan rumah. ada rasa sakit yang menyelinap begitu melihat ayahnya yang tak memedulikannya. Tapi, setelah itu entah mengapa begitu keluar dari rumah itu dia merasa lega. Selama belasan tahun, keluarganya tak pernah sama sekali memperlakukannya dengan adil. Semua rasa sakit yang dia terima sudah begitu kebal. Air matanya sudah mengering. Sejak kecil sudah banyak air mata yang dia keluarkan. Hingga akhirnya dia sadar, sebanyak apa pun tangisan yang dia lakukan. Keluarganya tak akan pernah mengubah sikap mereka. Hal itu akhirnya membuatnya menyadari bahwa tak ada gunanya dia menangis sehingga sekarang sesakit dan sekasar apa pun yang mereka lakukan tak membuatnya gentar. Dia harus berdiri kuat dan menjalani hidupnya sendirian. Aruna hanya merasa lucu memikirkan kata-lata tak masuk akal dan bahkan kasar yang keluarkan oleh Ibu tirinya. Bagaimana mungkin wanita tua itu menjodohkannya dengan pria tua bangka yang bahkan umurnya lebih tua dari ayahnya sendiri. Sekarang yang dia pikirkan adalah bagaimana mendapatkan uang dua ratus juta itu untuk lepas dari keluarga piciknya dan memutus hubungan mereka, mengingat sisa uangnya di kantong hanya 20 ribu atau 0,0001 % dari keinginan ibu tirinya itu. Dia mendengus, ibu tiri Cinderella bahkan jauh lebih baik daripada ibu tirinya sendiri. Setidaknya ibu Cinderella hanya membuatnya menjadi babu. Sedangkan Ibu tirinya, bukan hanya membuatnya menjadi babu, melainkan juga menjadikannya tulang punggung hanya untuk membiayai adik tirinya yang manja dan menyebalkan. Dia sudah mencoba berbagai kerja sambilan saat dia masih SMP. Tukang cuci piring, tukang cuci baju, tukang bantu-bantu di manapun, semua itu dia lakukan untuk mendapatkan uang untuk sekolah. Setelah lulus SMA pun, dia harus membayar uang kuliahnya sendiri dengan bekerja sebagai House keeping di salah satu hotel ternama. Untung, hotel itu menerima pekerja paruh waktu dan memberina kebebasan untuk menentukan shift kerja yang tak mengganggu kuliahnya. Semua orang suka membantunya, sedangkan keluarganya hanya bisa menyusahkannya. Orang jauh terlihat seperti keluarga, dan keluarga sendiri malah bertindak seperti musuh. Aruna mengembuskan napas kesal, menundukkan kepalanya dan menendang batu-batu krikil di sepanjang jalan. Begitu batu yang dia tendang tadi mengenai tembok membuatnya tersadar dan menengadahkan kepala. Dia tersentak saat menyadari bahwa dia kini berada di tembok yang membatasi hotel tempatnya bekerja dengan lingkungan di belakangnya. Kakinya tahu hotel ini adalah satu-satunya tempat yang bisa dia datangi. Dia menengadah, menatap hotel mewah besar 25 lantai yang penuh dengan jendela-jendela kamar hotel yang masih terang benderang. Aruna mendengus, hidupnya berbeda 180 derajat dengan orang-orang yang bisa dengan mudah menginap di sana. Dia kembali berjalan memasuki taman belakang, menuju bagian belakang hotel yang biasanya digunakan para staff untuk masuk ke dalam hotel. Malam ini, dia akan tidur di ruang istirahat House keeping, sembari memikirkan ke mana dia harus pergi setelah ini. Dia perlu memikirkan semuanya dengan seksama. Bagaimana hidupnya setelah ini dan bagaimana dia bisa mengumpulkan 200 juta untuk ibu tiri menyebalkannya itu agar dia bisa lepas dari orang-orang picik itu. Aruna melirik ke kanan dan kiri saat sayup terdengar suara seperti erangan. Kewaspadaannya semakin keluar, dia berjalan dengan lebih Berbeda dengan bagian depan hotel yang terang benderang, bagian belakang hotel terlihat lebih redup dengan penerangan yang remang-remang. Di bagian sudut kanan terdapat tempat sampah besar yang kini dipenuhi oleh kantong-kantong plastik hitam berisi sampah kering. Aruna menatap lorong terbuka di depannya yang hanya cukup untuk dua orang, perlahan dia meniti tangga memasuki ruang belakang. Hingga tiba-tiba, ada kekuatan besar yang mendorong Aruna hingga dia terjatuh ke tumpukan sampah. Dia mengaduh, bokongnya terasa begitu sakit. Matanya mendongak melihat pria-pria berbadan tegap dan juga berkacamata hitam itu terus keluar dari pintu yang ingin dia masuki. “Cepat, jangan biarkan dia kabur!” Ujar pria bertubuh besar menunjuk ke arah luar. “Kaki pria itu cacat dan juga dalam pengaruh obat. Bagaimana mungkin kalian bisa sebodoh ini bisa kehilangan dia!” kata Pria paling besar itu dengan wajah yang memerah menahan amarahnya. “Dia dalam pengaruh obat, tak mungkin bisa jauh melarikan diri?!” Aruna sendiri masih terduduk dengan kedua tangan berada di samping tubuhnya, debaran jantungnya menggila. Tak dapat menutupi ketakutannya begitu melihat gerombolan orang itu terus keluar dari pintu. Satu ... dua ... tiga, Dia mencoba menghitung pria-pria itu dan hitungannya berhenti di angka sepuluh. Keningnya berkerut memikirkan apa yang sebenarnya terjadi sampai ada banyak pria yang terlihat bingung. “Ak...” Aruna memekik tertahan saat merasakan sesuatu menyentuh tangannya, dia sontak menoleh dan tersentak saat melihat seorang pria dengan posisi berbaring. Bersembunyi di balik kotak sampah besar. Tangan pria itu dia letakkan di depan bibir meminta Aruna untuk diam, sorot matanya frustrasi seolah meminta pertolongan. Dia beringsut, Yakin bahwa pria itu adalah orang yang dicari oleh pria-pria berjas hitam itu. Tiba-tiba, keberanian yang Aruna perlihatkan tadi menciut. Bagaimana mungkin ada pria bersembunyi di samping bak sampah seperti ini? Apa yang terjadi sehingga pria berjas hitam itu mencari pria ini? Apa salah pria itu sehingga pria-pria berjas hitam yang mungkin adalah security atau bodyguard itu mencarinya seperti ini? Jangan-jangan ... Pikiran-pikiran buruk itu memenuhi diri Aruna, sehingga membuatnya sontak berdiri, “Anu...” belum sempat Aruna berbicara, pria itu sudah terlebih dahulu menggenggam tangannya. “Tolong selamatkan aku, aku akan memberimu 500 juta!” suara laki-laki yang dalam dan serak terdengar di telinga Aruna. Suara itu terdengar menahan rasa sakit seperti seseorang yang ingin melahirkan. Aruna yang ingin menghempaskan tangan laki-aki itu terhenti. “l-lima ratus juta?” ulang Aruna dengan nada bergetar. Tawaran pria itu begitu menggiurkan. Tanpa melihat pria itu sebelumnya, Aruna sontak berdiri lalu berpura menggerutu ke salah seorang pria bertubuh besar yang celingukan. Dia dengan cepat memindahkan tubuhnya menutupi laki-laki itu agar tak terlihat dengan tumpukan sampah. “Hei, gadis kecil kau melihat ada pria cacat?” tanya Pria itu dengan suara mengerikan. Dia mengubah rautnya dengan cepat, berpura memikirkan sesuatu. “Pria cacat?!” ulang Aruna linglung, namun berusaha untuk bersikap biasa. “Saya bahkan baru mau masuk ke dalam ruangan tapi terdorong kalian.” Dumel Aruna dengan sengaja meletakkan kedua tangannya di pinggang agar mereka tak mencurigai belakangnya. Salah satu pria besar itu celingukan ke belakangnya yang sontak langsung membuatnya beralih ke depan pria itu. “Di sana!” teriak salah satu yang lain sebelum Aruna sempat berbicara lebih lanjut, mengalihkan perhatian mereka. “Cepat!” pekik salah seorang lagi sehingga membuat gerombolan orang itu perlahan berlari keluar. Begitu gerombolan itu menghilang, Aruna mendatangi pria itu, mengambil kantong dari kakinya dan tersentak saat melihat salah satu kakinya terlihat nampak tak bisa bergerak. Dia berusaha untuk menarik tubuh besar pria itu keluar. Meskipun tubuhnya mungil, dia cukup kuat memaksa pria itu berdiri, dan merangkul tangan pria itu di bahunya, sedangkan tangannya melingkar di pinggang besar pria itu. Wajah pria itu memerah, perlahan dia tak sadarkan diri. Rasa bingung memenuhi dirinya. Haruskah dia meninggalkan pria itu di sana, tapi bagaimana dengan tawaran pria itu yang akan memberinya uang 500 juta? Setidaknya dengan uang itu dia bisa memberi keluarga piciknya itu uang yang mereka inginkan sebelum memulai hidupnya sendiri dengan sisa uang itu. Dengan bersusah payah, Aruna membawa pria itu masuk ke dalam belakang hotel. Begitu sampai, di tempat yang jauh lebih terang. Dia tersentak saat menyadari pria yang dia tolong adalah tamu VVIP yang sempat beberapa kali berpapasan dengannya di lobby. Auranya yang begitu berkarisma saat itu menarik perhatian Aruna, sehingga membuatnya beberapa kali memperhatikan pria berumur pertengahan tiga puluhan itu. Aruna yang awalnya bingung ingin membawa pria itu kemana sontak tahu. Dengan langkah terseok, Aruna membawa pria itu ke kamarnya. Tubuhnya yang jauh lebih besar dari Aruna membuatnya begitu kewalahan. Untung saja, saat itu lobby hotel sedang sepi sehingga tak banyak orang yang menyadari keberadaannya. “Aku lelah!” Melempar pria itu ke tempat tidur. Dia menarik napas dalam, melepaskan sepatu pria itu lalu berganti ke arah jasnya sebelum kemudian berjalan ke kamar mandi. Dia mengambil handuk halus yang ada di bawah kabinet lalu membasahinya. Yakin bahwa pria itu tak mungkin merasa nyaman dengan tubuh yang bau sampah. Aruna tersentak, menyadari bahwa pria itu jauh lebih tampan dari dekat. Fitur wajahnya begitu tampan dengan raut kedewasaan. Batang hidungnya lurus dan mancung dengan bibir tipis yang indah, seperti karya Tuhan yang paling luar biasa dan teliti. Lekukan wajahnya begitu sempurna dengan alis tebal sebagai bonus. Pria itu tiba-tiba membuka matanya. Sepasang iris mata hitam, tajam dan ganas layaknya elang sedang menatapnya seperti elang. “Pak, Anda berjanji memberi saya 500 juta karena telah menyelamatkan Anda dan membawa Anda ke kamar,” kata Aruna dengan nada bergetar tapi dia tahan. “Pak ...” sebelum sempat Aruna melanjutkan ucapannya, Pria itu menarik tangannya sehingga membuatnya terhempas ke arah ranjang, menahan kedua tangannya ke atas dan membuatnya tak berdaya. Mata elang pria itu terus menatapnya, kali ini menatapnya dengan penuh gairah seolah ingin mengoyaknya. “A-apa yang Anda l-lakukan ...” pekik Aruna ketakutan. “Lepas...” belum sempat Aruna berteriak, bibirnya sudah dibungkam oleh pria itu. Aruna tersentak saat merasakan bibirnya penuh akan sesuatu. Seperti sebuah balon yang menyentuh bibirnya lalu melumatnya. “ah...” Aruna yang tak pernah merasakan hal itu sontak mencondongkan tubuhnya, sehingga pria itu mendapat kesempatan untuk melakukan invasi kepada mulut Aruna. Dia menyatukan kedua tangan Aruna lalu menahannya dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lain menyelinap ke bagian bawah punggungnya, menompangnya Aruna tak pernah merasakan hal ini sebelumnya, dia tahu ini salah. Pria ini berusaha melecehkannya tapi entah mengapa tubuhnya penasaran dengan apa yang akan pria itu lakukan. Napas pria itu memburu seolah ada sesuatu hal mendesak yang harus dia tunaskan. Aruna merasa tak dapat bernapas saat mata tajam itu menatapnya dengan penuh gairah. Lebih gelap, lebih berbahaya. “S-saya mohon, l-lepaskan saya,” lirih Aruna namun tak digubris oleh pria itu. Dia berusaha untuk mengeliatkan tubuhnya, mencoba melepaskan diri dari kungkungan pria itu. namun tubuh mungilnya kalah besar. Pria itu mengukungnya. Pria itu kembali melumat bibirnya kali ini lebih kasar, seolah ingin mengoyaknya. Sretttt Suara kaosnya yang terbuka karena satu tarikan membuat air mata Aruna terjatuh. “Pak.... s-saya mohon hentikan,” lirih Aruna namun pria itu kembali melumat bibirnya. “Ah...” desah tertahan Rona saat tangan itu berada di kedua benda sensitivenya lalu meremasnya kasar. “Tolong aku sekali lagi,” ujar pria itu berbisik di telinganya membuat tubuh Aruna menggelinjang. Dia tak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Otak Aruna dengan jelas menolak, namun tubuhnya bereaksi lain. Tubuh Aruna terlalu lelah, dia terus berontak, namun kekuatan besar pria itu membuatnya tak berdaya. Pria itu kembali membuat tubuhnya menggelinjang. Sesuatu dalam dirinya menyeruak. Bagian bawah tubuhnya terasa aneh. Tangan pria itu menyelip ke bagian bawah Aruna. Menangkup bokongnya, menekan ke pusat gairah pria itu. “Lepaskan saya...” lirih Aruna ketakutan saat merasakan sesuatu mendesak menyentuhnya. Dengan kasar, tangan pria itu melepaskan beha milik Aruna dan melemparnya begitu saja. Matanya berkilat tajam. Aruna kembali mengerang dan berontak saat tangan ria itu meremas dengan kasar, menariknya hingga nyeri dan memerah. Pergelangan tangan Aruna masih dia tahan. “Berhenti...” lirih Aruna merasakan bahwa lidah pria itu bermain di payudaranya. Aruna menangis, memohon agar pria itu menghentikan apa yang dia lakukan. Tangannya yang lain menurunkan celana yang Aruna kenakan. “p-pak...” lirihnya merasakan tangan pria itu bergerak menggodanya. Semua berlalu begitu cepat, Air mata memenuhi dirinya hingga memberikan efek kabur. Dia menggeleng liar, memberontak, meminta untuk berhenti. Namun, tatapan pria itu diselimuti oleh kabut gairah dan tak memperdulikan permohonan lirihnya. Aruna hampir saja pergi saat pria itu melepaskan dekapan tangannya. Tapi, tangan pria itu menahan pinggangnya, menjepit tubuhnya dengan kedua pahanya. Aruna memekik saat merasakan sesuatu menyentuh liangnya sebelum kemudian menerobos dengan kasar. Pria itu tak langsung melanjutkan, melainkan melumat bibirnya agar menghentikan pekikannya. “Aku minta maaf, tapi aku tak bisa menahannya,” ujar pria itu memeluk tubuh Aruna lalu mulai bergerak mencari kesenangan, bukan untuk dirinya sendiri melainkan juga untuk Aruna. Pria itu tak bersikap kasar seperti tadi, mencium bibir Aruna dengan lembut, mengulum, lalu menyelipkan bibirnya. Panas. Rasa terbakar memenuhi Aruna. Dia tahu ini tak boleh terjadi, tapi entah mengapa ada perasaan di dalam lubuk hatinya yang menikmat perlakuan pria itu. Tangannya tiba-tiba saja membalas pelukan pria itu sehingga pria itu mempercepat apa yang dia lakukan sebelum kemudian mereka berdua sama-sama berteriak saat merasakan sesuatu yang mendesak keluar begitu saja. “Aku akan menikahimu,” ujar pria itu yang terdengar begitu sayup di telinga Aruna sebelum kemudian dia menutup matanya dan tak sadarkan diri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN