05

1370 Kata
Reya berjalan dengan cepat ketika kaki nya baru saja menginjak lantai koridor. Ketika matanya sudah melihat pintu kelas nya Reya semakin mempercepat langkahnya karena ia merasa tidak aman jika terlalu lama berada di luar kelas. "Lo kenapa?" Tanya Lena saat melihat Reya memasuki kelas dengan langkah tergesa-gesa. "Gak papa." Jawab Reya sambil tersenyum. Lena mengangguk mengalihkan tatapannya ke arah novel yang ada di tangannya. "Sorry banget ya, Ya. Kemaren gue pulang duluan." Ucap Lena sambil menutup novelnya. "Iya gak papa Len, santai aja." Lena menaikkan sebelah alis karena melihat Reya terus-terusan melihat ke arah luar pintu kelas. "Btw, Lo kemaren ngapain sama kak Nevan?" Reya langsung menoleh membuat rambutnya yang di kuncir kuda ikut bergoyang. "Gak ngapain-ngapain." Balas Reya seraya menggeleng kecil. Lena menyipitkan mata, "sejak kapan Lo deket sama kak Nevan? Kalo ada yang tau selain gue ketenangan Lo bakal terus di ganggu, Ya." Reya langsung memegang tangan Lena dengan wajah yang memelas. "Please, jangan kasih tau ke siapa-siapa Len. Aku gak mau punya musuh, gak mau ribut-ribut cuma karena kak Nevan." Kata Reya dengan bersungguh-sungguh. "Kok Lo jadi kayak mau nangis gini?" Tanya Lena sambil memperhatikan mata Reya yang sedikit memerah. "Bantu aku Len." "Bantu apa? Emang Lo lagi punya masalah apa?" Tanya Lena bingung. Reya menelan ludahnya, "bantu aku jauh-jauh dari kak Nevan." Lena semakin terlihat kebingungan. "Tolong bilangin ke temen-temen kalo ada yang nyariin aku bilang aku gak ada, jangan bawa-bawa nama kak Nevan ntar mereka curiga, please bantu aku Len." Reya menatap ke atas ketika punggung tangan Lena berada di keningnya. "Lo gak papa kan, Ya? Soalnya Lo agak aneh hari ini." "Len, aku serius. Aku yakin banget kak Nevan pasti nyariin aku hari ini, atau mungkin bentar lagi." "Tapi..." "Len, aku gak mau deket-deket sama kak Nevan, dia nyeremin. Kemaren dia mau ngajak aku pergi tapi aku gak mau, aku pukul dia terus aku kabur jadi dia ngancem kalo dia bakal ganggu aku terus." Kata Reya menggenggam erat tangan Lena. Lena membalas genggaman tangan Reya karena ia merasakan jika tangan Reya mulai dingin dan sedikit berkeringat. Reya tersenyum saat melihat Lena beranjak dan berdiri di depan kelas mengetuk papan tulis beberapa kali sehingga seluruh perhatian tertuju ke arahnya. "Guys! Gue cuma mau bilang, kalo ada yang nyariin Reya hari ini bilang ya Reya gak dateng. Gue udah bilangin ke Lo semua, kalo ada yang kepinteran bilang Reya ada di kelas uang kas Lo jadi tiga kali lipat, ya!" Kata Lena. "IYA LEN IYA!" Balas mereka secara bersamaan. Lena mengangguk menaruh penghapus yang sedari tadi ia pegang di meja guru kemudian berjalan menuju bangkunya. "Reya!" Reya menatap laki-laki yang merupakan teman sekelasnya sedang berlari ke arahnya. "Ada yang nyariin Lo." Katanya dengan napas yang memburu. Reya menatap Lena yang sedang berdiri di sebelahnya. "Siapa Kev?" Tanya Lena. "Kak Nevan." Mata Lena membulat lebar begitu juga dengan Reya. "Bilang, bilang Reya gak dateng. Cepetan!" Seru Lena menarik tangan Reya. "Tapi... Dia udah otw ke sini." "APA???" Seru Reya dan Lena bersamaan. Reya dan Lena beralih menatap Wulan yang tengah berlari tergopoh-gopoh ke arah mereka. "Di luar... Di luar ada kak Nevan, dia nyariin Lo, Reya." Kata Wulan sambil menepuk-nepuk dadanya untuk menetralkan napasnya. Reya meremas tangan Lena dibalik rasa ketakutannya. Brak! Suara tendangan pintu yang cukup keras mampu membuat mereka langsung terdiam di tempat. Ada yang sedang mengerjakan tugas, ada yang sedang makan dan ada yang sedang piket dihentikan begitu saja akibat ulah laki-laki yang suka sekali mencari masalah. "Mana Reya?" Tanya Nevan dengan lantang. Mereka semua diam tidak ada yang membuka suara, yang ada mereka saling lirik. Lena sedikit menggeser tubuhnya ke kanan untuk menutupi Reya yang sedang berjongkok di belakang kakinya dan juga kaki Wulan. "Lo semua tuli? Hah?" Nevan berjalan ke tengah-tengah kelas menaruh kedua tangannya di pinggang menatap seluruh murid sepuluh IPA tiga yang masih terdiam. Jangankan bicara, bergerak saja mereka tidak bisa. "Lo!" Tunjuk Nevan ke arah Lena. "Mana temen Lo?" Lena menggeleng. "Jangan sampe gue bikin rusuh di sini ya." Kata Nevan dengan tingkat kesabaran yang sudah berada di puncak kepala. "Gue tanya sekali lagi, dimana Reya?" Tanya Nevan sambil melihat jam tangannya dimana lima menit lagi bel masuk akan berbunyi. Nevan menatap satu persatu orang yang ada di dalam kelas itu yang masih setia dengan kebungkaman nya. "Masih ada waktu lima menit lagi sebelum bel masuk bunyi, cepet jawab atau gue obrak-abrik ni kelas?" "Reya gak dateng, kak." Nevan menatap Lena saat mendengar suara perempuan itu. "Ulangi." "Reya gak dateng." Ulang Lena menatap sekilas Nevan. "Jadi itu tas siapa?" Mereka semua langsung menatap tas berwarna pink yang ada di atas meja. Lena menepuk keningnya sambil menatap Wulan. "Tas saya kak." Nevan beralih menatap Wulan. "Tas Lo?" Wulan langsung mengangguk. Nevan kembali memperhatikan tas berwarna pink yang tergeletak begitu saja di atas meja. "Reya nya beneran gak dateng kak." Kata Wulan. Nevan menjauhkan tangannya dari pinggang, "awas kalo Lo semua bohongi gue." Kata Nevan sebelum pergi dari kelas tersebut. Satu orang laki-laki yang duduk di bangku paling belakang naik ke atas bangku untuk memperhatikan apakah Nevan sudah berjalan jauh atau belum dari balik kaca yang bening yang berukuran tidak terlalu besar. Laki-laki itu menatap teman-temannya yang juga sedang menatapnya, ia melambaikan tangan seraya turun dari atas bangku dan itu membuat mereka semua bernapas lega. Reya langsung terduduk di lantai seraya mengelus-elus dadanya karena ia berhasil lolos dari seekor singa yang sedang mencari mangsa. "Untung Lo pake tas baru, Ya." Reya menatap tas pink nya yang memang baru saja dibeli kemarin oleh ibunya. "Iya ya, untung aja." Balas Reya sembari menatap Lena yang sedang minum es kelapa. "Lo mau langsung balik?" Tanya Lena. Reya mengangguk. "Gue gak bisa pulang bareng Lo." Kata Lena dengan raut wajah penuh kekecewaan. "Gak papa Len, sekali-sekali juga kan kita gak pulang bareng. Ya udah, aku pulang duluan ya, dadaah." Kata Reya dengan tangan yang ia lambaikan pada Lena. Lena tersenyum dan membalas lambaian tangan Reya menatap Reya yang sudah berjalan menjauhinya. Reya berdiri di halte bus menunggu bus yang selalu menjadi alat transportasi nya untuk pergi dan pulang sekolah lewat. Reya maju selangkah saat melihat bus berwarna biru sudah terlihat olehnya. Reya masuk ke dalam bus mencari-cari kursi yang kosong dan mata nya tertuju pada bangku kosong yang disebelahnya sudah diisi oleh seorang laki-laki dengan seragam sekolahnya. "Permisi." Kata Reya membuat laki-laki yang sedang memainkan ponsel mendongak menatapnya. "Kosong kan?" Tanya Reya sambil menunjuk kursi kosong yang ada disebelah laki-laki itu. "Iya kosong." Jawabannya seraya berdiri untuk mempersilahkan Reya duduk di dekat jendela. Reya tersenyum lalu duduk di dekat jendela menaruh tas nya di pangkuannya. Reya sedikit menegakkan tubuh saat bus yang baru saja berjalan kembali berhenti dan ternyata lampu merah sedang menyala. Reya menyandarkan tubuhnya menoleh ke arah jendela dan betapa terkejutnya ia ketika melihat sosok Nevan berada tepat di samping bus itu dengan motor hitamnya. Takut Nevan juga melihatnya Reya buru-buru membuka tas nya dan mengeluarkan masker berwarna pink dan langsung memakainya. Laki-laki yang duduk di sebelah Reya menatap gadis itu ketika menyadari jika Reya duduk dengan begitu gelisah bahkan samar-samar ia mendengar decakan kecil dari mulut gadis cantik itu. Dengan takut-takut Reya menoleh ke arah jendela untuk memastikan apakah yang ia lihat tadi benar-benar Nevan atau hanya kebetulan mirip dengan laki-laki yang sudah membuatnya merasa tidak aman dan nyaman selama di sekolah sejak ia bertemu dengan Nevan. Reya mengalihkan tatapannya seraya meremas tas nya saat tanpa sengaja mata mereka saling bertemu. Reya menggerutu di dalam hati karena ternyata laki-laki itu adalah Nevan, Reya tidak mengenalinya dari wajah sebab wajah Nevan tertutupi oleh helm, Reya bisa memastikan jika itu Nevan adalah dari sorot mata laki-laki itu, tajam dan begitu menusuk. Nevan menjauhkan kedua tangannya dari stang motor seraya membuka kaca helm dan menyipitkan mata untuk memastikan pengelihatannya. "Reya." Gumam Nevan dengan mata yang tertuju ke arah kaca sebuah bus yang berada tepat di sampingnya. Di balik helm nya Nevan menyunggingkan senyum di sudut bibirnya ketika matanya bertemu dengan mata gadis yang ia yakini adalah Reya. "Oh... Lo mau main-main sama gue, Reya? Oke." Ucap Nevan memperhatikan bus berwarna biru yang sudah berjalan karena lampu hijau memang sudah menyala. Tin! Tin! Nevan berdecak kesal dan langsung menoleh kebelakang. "SABAR!" Kata Nevan tak kalah keras dari suara klakson kepada pengendara mobil yang berada di belakangnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN