Kesedihan Queen

1965 Kata
"Bohong!" Tiba-tiba, saja terdengar dengan jelas ada suara seseorang yang masuk ke rumah itu mengatakan hal tersebut. Sontak, pandangan keduanya pun langsung tertuju kepada seseorang itu yang baru saja menghentikan langkahnya tepat di dekat Queen yang tak lain adalah Justin. "Justin." Gumam Queen. "Bohong. Semua yang keluar dari mulut tante Lo bohong! Lo harus percaya sama gue. Bukan gue yang merebut sertifikat itu karena dengan jelas dia yang nawarin rumah itu untuk dijual dan masih sertifikat itu ke gue langsung." Jelas Justin yang memberikan perkataan yang sebenarnya. Tania yang mendengar hal tersebut pun langsung terbelalak dia langsung meyakinkan keponakannya tersebut dan menggelengkan kepalanya dengan yakin. "Queen, dia yang bersalah. dia itu memutar balikan fakta karena dengan jelas dia yang meminta rumah itu untuk dibeli olehnya bukan Tante yang berniat menjualnya, Queen. Kamu harus lebih percaya dengan tante daripada dengan Justin mantan kamu yang telah menyakiti kamu." Justin Langsung terbelalak. "Tante, tante nggak usah berpura-pura lagi di depanku karena semua ini adalah ulah Tante yang berbicara langsung ke saya kalau Tante ingin menjual rumah itu." "Nggak, Queen. Dia bohong! Tante sama sekali tidak seperti itu." Sahut Tania. Mendengar perdebatan mereka berdua, membuat wanita dengan baju berwarna coklat itu pun pusing. Ia tak tahu mana benar diantara keduanya. "Stop!!!" Teriaknya dengan lantang dan berhasil membuat keduanya pun langsung terdiam dengan perdebatan mereka dan langsung tertuju ke arah Queen. "Untuk saat ini, saya memang belum mengetahui siapa yang salah dan benar diantara Kalian berdua. Dan saya akan mencari kebenarannya sendiri, siapa yang sebenarnya salah Di Antara Kalian." Ucapnya tegas, setelah itu wanita cantik itu segera mengambil sertifikat dan juga tas miliknya, lalu ia pun pergi dari rumah itu dengan amarah yang mendalam. "Queen!" Teriak Justin. Dia berlari dari arah rumah itu menghampiri dirinya, dan tiba-tiba saja Ia pun sama menghentikan langkahnya tepat di samping Queen memperhatikan mobil tersebut. Tak lama setelah itu seseorang pun keluar dari mobil itu yang tak lain adalah Tora suami dari tantenya. "Om Tora." Gumam Queen. Begitupun juga dengan Tania yang berjalan keluar dari rumah itu dan ia melihat dari kejauhan bahwa suaminya telah pulang. Maka dengan cepat, Ia pun langsung menghampiri suaminya tersebut dengan berlari kecil. "Sayang." Ucap Tania yang kini telah berdiri tepat di samping suaminya tersebut. "Ada apa ini?" Tanya Tora. Tania pun langsung membisikan sesuatu kepada suaminya tesebut, dan jelas hal itu dilihat oleh Queen dan juga Justin. Hingga membuat wanita dengan rambut berwarna coklat itu memperhatikan mereka berdua, ia yakin pasti mereka membisikkan sesuatu yang berhubungan dengan hak waris atau rumah miliknya. 'Mereka bisik-bisik soal apa? Gue yakin ini pasti ada hubungannya sama sertifikat rumah papa.' batinnya, yang masih terus memperhatikan mereka berdua. setelah Tania mengisikan sesuatu kepada suaminya tersebut para pun langsung melihat ke arah Justin dan juga Queen. "Jadi, kalian menuduh istri saya yang melakukan hal tersebut?" Tanya Tora. Mendengar pertanyaan tersebut membuat Justin pun langsung melangkahkan kakinya mendekati thora ia langsung menatapnya. "Udahlah, Om. kalian itu nggak usah bersandiwara lagi semua perkataan yang udah saya lancarkan itu memang benar bahwa kalian berdua itu mempunyai niat nggak baik dengan Queen yang berhubungan dengan rumah peninggalan Papahnya." sahut Justin. Tora terkekeh kecil. "Hei, Justin. Kamu itu sekarang bukan siapa-siapanya Queen, kamu saja sudah diputuskan dengan dia dan dia juga sudah tidak cinta lagi sama kamu. Mengapa kamu selalu mengikut campur urusan Queen. Dan asal kamu tahu ya, Semua perkataan itu bukannya kamu sendiri yang memang berniat ingin membeli rumahku dengan membalas dendam karena telah diputuskan olehnya." Justin langsung terbelalak, mendengar perkataan yang dilontarkan oleh Tora itu. sungguh hal ini memang sudah Di Luar batas, karena mereka semua memutarbalikkan fakta dan menyangka bahwa dirinyalah yang salah di depan Queen padahal jelas-jelas merekalah yang berniat jahat kepada wanita itu. Lelaki tampan dengan rambut hitam itu pun terbawa emosi ia semakin mendekatkan langkahnya tepat di hadapan flora dan menatap matanya dengan tatapan yang tajam. "Saya, tidak mau berbuat kekerasan tapi jika kalian mengatakan hal tersebut, maka saya secara mau tidak mau harus menggunakan kekerasan untuk hal ini." Tora memperhatikan Justin dengan tatapan mengejek ia tersenyum dengan bersedekap d**a. "Memangnya apa yang mau kamu lakukan? Kamu mau menggunakan jiwa muda kamu untuk bertengkar dengan saya? Atau kamu mau menggunakan adu jotos kamu? Atau kamu mau panggil teman-teman kamu untuk meraih saya begitu, hah?" Bugh! Di saat Tora sedang mengejeknya tiba-tiba saja hantaman pun mendarat dengan keras tepat di pipi Tora dan hal tersebut pun membuat semua yang berada di situ terbelalak menyaksikan itu semua. "Iya! Bahkan saya bisa melakukan hal ini dengan lebih!" Bentak Justin. Tania pun langsung menolong suaminya itu yang hampir saja tersungkur. "Sayang, kamu nggak papa?" Dengan perasaan yang mengkhawatirkan suaminya tersebut. Tora yang mulai terpancing emosi oleh Justin Ia pun menatap lelaki itu dengan tatapan tajam dan ia pun juga hendak menghantam Justin dengan pukulannya namun dengan cepat Queen langsung berdiri tepat di tengah-tengah hingga membuat orang pun menghentikan pukulan tersebut tepat di samping kepala Queen. jantung wanita itu pun berdetak dengan kencang ia tak memikirkan apa yang terjadi kepada dirinya, yang ada di pikirannya ia tak mau melihat semuanya bertengkar hanya karena dirinya hingga Ia pun nekat berdiri di tengah-tengah itu dan Untung saja Tora menghentikan layangan pukulannya terhadap Justin. Justin yang melihat hal tersebut pun menatap wanita itu yang ada di depannya. 'Queen, apa Lo ngelindungin gue dari pukulan itu?' batinnya. Secara perlahan Queen menatap Tora dan juga Justin. "Saya nggak mau ada pertengkaran tentang hal ini." Tegasnya. Setelah mengatakan kalimat tersebut, wanita cantik itu pun langsung bergegas pergi dan Ia pun segera keluar dari gerbang tersebut. Belum jauh dari rumah itu. Justin yang melihatnya pun ikut berlari mengejar Queen. "Queen tunggu, Queen ...." Teriaknya. Saat ia hendak keluar dari gerbang tersebut, Justin menghentikan langkahnya sejenak lalu ia segera menoleh ke arah Tora dan juga Tania, dengan tatapan tajam. "Seberapa pun kejahatan kalian saya pastikan saya akan bongkar." Ucap Justin dengan penuh ancaman terhadap mereka berdua. Setelah mengatakan itu Justin pun kembali mengejar Queen yang sudah menjauh dari rumah itu dengan memanggilnya beberapa kali. "Queen. ... Tunggu! Queen, dengerin dulu penjelasan gue. Queen ...." Beberapa kali Justin memanggil dirinya, wanita cantik dengan bulu mata lentik itu sama sekali tak menggubriskan. Jangankan menyahutnya, menghentikan langkahnya saja tidak. Ia terus berjalan dengan mata berkaca-kaca dan juga kesedihan yang mendalam atas apa yang baru saja ia alami. Justin yang sudah mulai berlari. Ia pun menghentikan langkahnya sejenak dengan mengatur nafasnya beberapa saat. Setelah itu ia Kembali menuju ke arah mobilnya yang tak jauh dari dirinya berdiri lalu dengan cepat mengejar wanita itu dengan mobil tersebut. Tin ... Tin ... Justin mengklakson mobilnya beberapa kali Dan kini ia mensejajarkan mobilnya tepat di samping Queen yang berjalan di pinggir, Ia pun membuka kaca mobil tersebut dan berbicara kepada gadis itu. "Queen, gue mohon sama lo. Gue minta maaf kalau kejadian tadi itu buat lo marah dan buat lu kesel." Ucapnya. "Queen Please ... kita harus bicarain ini baik-baik banyak hal yang harus gue bicara yang sama tentang hal ini." "Queen ... Dengerin penjelasan gue ya." Tetap saja, seberapa kali Justin memohon kepada dirinya. Queen masih saja tak menggubris lelaki itu, ia terus berjalan dan sama sekali tak menoleh ke arah Justin. Yhingga hal itu pun membuat Justin dengan nekat menghentikan mobilnya tepat dihadapan wanita itu, dan sontak hal itu membuat Queen pun menghentikan langkahnya seraya memperhatikan mobil tersebut. Tak Lama setelahnya Justin pun keluar dari mobil itu dan berjalan menghampiri Queen lalu menghentikan langkahnya tepat di sampingnya. Queen melihat dirinya begitupun juga dengan Justin yang melihat tatap mata Queen yang sudah berkaca-kaca. "Please dengerin penjelasan gue." "Sorry Justin tapi gue butuh waktu sendiri Lebih baik lo tinggalin gue. Gue lagi nggak mau diganggu." Sahutnya lalu a kembali melanjutkan langkahnya. "Queen ... Tunggu dulu." Cegah Justin yang berhasil menarik pergelangan tangan wanita tersebut sehingga membuat sang empunya pun menoleh ke arahnya. "Justin, please lepasin Gue! Gue butuh waktu sendiri untuk mencerna apa yang baru aja terjadi sama diri gue akan hal ini." Justin menggeleng. "Nggak, Queen. Nggak mungkin gue tinggal lo sendirian dengan kondisi lo yang sedih kayak gini. Gue nggak mau lo kenapa-kenapa." Queen mengerjapkan kedua matanya, ia mencoba berbicara dengan Justin untuk melepaskan pegangan tangannya di pergelangannya. "Please Justin gue lagi nggak mau ribut sama siapapun, saat ini gue cuma butuh waktu sendiri untuk nenangin pikiran gue." "Tapi gue nggak bisa ninggalin Lo sendirian. Gue tau lo lagi sedih Queen, lo butuh sosok seseorang yang ada di samping lo untuk bisa menghibur kesedihan Lo." Queen terkekeh kecil, dengan mata yang berkaca-kaca ia menatap lelaki itu. "Lo bilang apa barusan? Menghibur? Jadi maksud lo, lo mau menghibur gue gitu?" Justin tak mengatakan kalimat apapun namun ia mengangguk kecil pertanyaan yang dilontarkan oleh Queen. Queen kembali terkacah kecil ia memajukan satu langkahnya tepat di hadapan Justin dan menatap mata Lelaki tersebut. "Lo lupa? Siapa dulu orang yang pertama kali membuat Gue sedih?" Pertanyaan tersebut membuat Justin tertegun ia sangat tahu bahwa kesedihan itu adalah dirinya yang pernah menghianati wanita itu. Namun, jauh di dalam lubuk hatinya Justin sama sekali tidak pernah menghianati Queen. Ia memang sering gonta-ganti pasangan namun untuk satu yang selalu ia cintai adalah Queen, bahkan sampai saat ini. Queen menatap Justin dengan mata yang berkaca-kaca dan setetes butiran bening jatuh begitu saja membasahi pipinya. "Lo Justin! Lo! Lo yang udah buat gue itu sedih untuk pertama kalinya. Lo juga yang udah buat gue pergi ke luar negeri, dan Lo juga yang buat gue harus mengalami situasi yang seperti ini! Semuanya itu Lo Justin! Lo!" wanita cantik dengan bulu mata lentik itu berkata dengan emosi yang membara dalam dirinya. Dia menangis untuk meluapkan emosinya namun ini juga tak tahu harus berbuat apa dengan kondisi ini semua karena yang ada di dalam pikirannya ia selalu menyalahkan Justin. Mendengar apa yang dilontarkan oleh wanita itu dengan emosi yang menyala, membuat Justin pun secara perlahan melepaskan pegangan tangannya di pergelangan Queen. "Jangan pernah cari gue!" Bentak Queen dengan nada yang lirih. Setelah mengatakan kalimat itu wanita itu pun dengan cepat langsung pergi dari hadapan Justin dan lelaki itu hanya bisa memperhatikannya. Melihat Queen yang sudah berjalan menjauh darinya, membuat Justin pun tak bisa berbuat apa-apa. Ia tahu bahwa kesalahan ini memang ulah dirinya yang membuat Queen harus pergi jauh ke luar negeri dan menitipkan rumah itu kepada tantenya tersebut. Padahal, Ia tahu dari dulu kalau tantenya itu selalu tidak memiliki hubungan yang baik dengan mendiang Papahnya Queen. 'Maaf Queen, lu harus menerima hal seperti ini dan itu disebabkan oleh gue.' batinnya. ***** Pukul 15.00. Taman Flamboyan. Wanita cantik dengan bulu mata lentik itu duduk sendiri di taman Flamboyan yang berada di kota tersebut. Tatapan matanya lurus kedepan, dan butiran bening beberapa kali jatuh membasahi pipinya. Ia menatap lurus melihat air mancur yang berada di depan sana. Namun pikirannya masih saja tertuju akan apa kejadian yang baru saja ia alami. "Tante Lo itu punya niat jahat sama lo dia itu hanya memanfaatkan lo doang." "Queen, kamu harus percaya sama tante tante ini adalah keluarga satu-satunya yang kamu miliki kamu tidak boleh percaya dengan orang lain." Seperdetik perkataan itu muncul kembali dalam benaknya dan jelas hal itu membuatku benar-benar tertawa harus berbuat apa-apa. Ia pun mengerjakan kedua matanya lalu mengusap dan lembut butiran bening yang tersisa di pipinya tersebut. Pandangan matanya tertuju ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, yang kini telah menunjukkan pukul 15.05. Setelah itu ia pun mengambil ponselnya yang berada di dalam tas dan mengecek bahwa tak ada notifikasi lain selain dari Justin. "Kok Nicho nggak ngehubungin gue?" Monolognya. Maka dengan cepat Ia pun mencoba untuk menghubungi lelaki dengan hidung mancung dan kulit putih tersebut. Namun, beberapa kali ia mencoba menghubunginya, ponsel dari Nicho tidak aktif dan jelas hal itu membuatnya sedikit merasa kesal. Di saat situasi dirinya yang seperti ini ia sangat membutuhkan Nicho berada di sampingnya. "Nicho ... Lo kemana sih? Kenapa nggak bisa di hubungin." Gumamnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN