18. Berhak Bahagia

2029 Kata
Hari ini Levania tidak pergi ke sekolah karena di sekolah ada acara pentas sedangkan guru-guru tidak wajib datang kecuali yang menjadi wali kelas. Sedangkan Levania hanya guru biasa dan tidak menjadi wali kelas, maka dari itu ia lebih memilih berdiam diri di rumah. Ageng dari tadi pagi sudah berangkat mengecek lokasi untuk cabang baru restorannya, tadi Levania ditawari untuk ikut, tetapi Levania menolak dan lebih memilih berdiam diri di rumah. Apalagi ia sudah memiliki janji dengan Diandra, di mana wanita itu akan berkunjung ke rumahnya. Tak mungkin Levania menolak dan membiarkan Diandra cemberut, sahabatnya itu saja sudah kesal karena kemarin ia meminta Diandra putar balik. "Oh, jadi ini rumah lo sama Rajendra? Cukup kecil ya untuk ukuran seorang Rajendra." Saat memasuki rumah Levania, Diandra langsung berkomentar. "Gue pikir Rajendra bakalan beliin rumah kayak istana buat lo, nggak tahunya rumah sederhana yang nyaman kayak gini. Gue jadi sanksi kalau ternyata Rajendra punya selingkuhan," celoteh Diandra yang tidak tahu situasi dan kondisi yang terjadi di hidup Levania. "Eh sorry, gue nggak berniat nuduh yang bukan-bukan." Mendengar itu, Levania memutar kedua bola matanya jengah, nyatanya Diandra sudah melempar tuduhan yang bukan-bukan. "Duduk dulu, Di," ucap Levania mempersilakan temannya itu untuk duduk. "Cukup nyaman," tutur Diandra ketika ia duduk di sofa panjang yang terasa nyaman saat diduduki. "Lo mau minum apa?" tanya Levania. "Ah lo, pakai repot-repot segala nawarin gue minum, Ni. Boleh deh jus jeruk ya, kasih esnya dikit aja, jangan banyak-banyak, oke? Oh ya, sekalian minta cemilan boleh ya hehehe. Nggak enak minum doang tanpa cemilan," jawab Diandra sambil menyengir. "Dasar, tamu banyak maunya lo!" tukas Levania berjalan menuju dapur untuk mengambilkan apa yang tamu laknatnya itu mau. "Eh, tamu adalah raja, Nia. Makanya lo harus perlakuin gue dengan baik!" teriak Diandra yang membuat Levania yang sedang berada di dapur memutar bola matanya jengah mendengar perkataan sahabatnya itu. Beberapa saat kemudian, akhirnya Levania kembali dengan membawakan nampan berisi dua gelas jus jeruk dan juga satu piring brownies coklat. Wanita itu menaruhnya di atas meja di depan Diandra yang menatap yang disajikan Levania dengan tatapan berbinar-binar. "Nah kalau gini 'kan enak, ngobrol sambil makan. Lo tahu aja kalau gue butuh penunda lapar sekarang." Tanpa dipersilakan, Diandra langsung mengambil sepotong brownies itu dan memakannya. "Eum, enak. Lo beli di mana ini? Boleh lah nanti gue pulangnya mampir beli ini. Mama pasti senang kalau gue beliin brownies seenak ini," ucap Diandra. "Enak aja dibilang beli, gue bikin sendiri tahu!" Uhuk! Mendengar itu, tiba-tiba saja Diandra tersedak. Wanita itu langsung mengambil gelas jus dan meminumnya hingga tersisa setengah. "Lo bilang apa tadi? Lo yang bikin kue ini?" tanya Diandra dengan wajah tak percaya. "Iya, kenapa muka lo kayak gitu? Nggak percaya kalau gue yang bikin?" Levania agak tersinggung mendengarnya. "Iya, soalnya dulu 'kan boro-boro lo bikin beginian. Ke dapur aja mana pernah, lo lebih sering 'kan minta dimasakin Ageng. Oh ya, gimana tuh kabar kakak ketemu gede lo?" tanya Diandra ketika ingat tentang Ageng. "Dia baik," jawab Levania singkat, tak ingin memperpanjang jawaban. "Singkat amat, lo masih berhubungan baik 'kan sama dia meskipun lo udah nikah?" Levania terdiam sejenak, bagaimana mungkin ia tak berhubungan baik dengan Ageng sedangkan pria itu yang malah menjadi suaminya. "Masih lah." "Wuih, Rajendra emang nggak marah lo masih dekat sama Ageng bahkan setelah kalian nikah? Kuat juga ya dia nahan cemburu. Kalau suami lain kayaknya belum tentu bisa sekuat itu, lo beruntung dapatin Rajendra, Nia." Nia terdiam sejenak, ia kini duduk di samping Diandra dan menatap wanita itu yang sedari tadi masih salah paham. "Ada yang mau gue omongin sama lo, Di," ucap Levania. "Mau ngomong apa nih? Kayaknya serius banget? Jangan nagih utang ke gue ya, gue nggak pernah ngutang ke lo," balas Diandra sambil mencomot satu potong brownies coklat dan memakannya. "Gue beneran mau ngomong serius, lo dari tadi jangan bercanda mulu," decak Levania kesal. "Ya udah, lo mau ngomong apa?" tanya Diandra. "Sebenarnya ... gue nggak nikah sama Rajendra, dari tadi lo udah salah paham. Pria yang menikahi gue itu bukan Rajendra," ucap Levania akhirnya. Diandra yang tadi ingin meminum jus jeruk tidak jadi saat mendengar perkataan Levania, wanita itu menatap Levania sepenuhnya. "Lo nggak nikah sama Rajendra? Terus sama siapa? Bukannya undangan online yang gue lihat itu nama lo sama Rajendra ya? Masa iya lo nikah sama orang lain?" tanya Diandra keheranan. "Awalnya gue emang mau nikah sama Rajendra, semua persiapan udah selesai dan ketika di hari pernikahan Rajendra sama sekali nggak datang." Mata Diandra membelalak mendengar penjelasan Levania. "A-apa? Terus jadinya gimana? Lo nikah sama siapa, Nia?" tanya Diandra tak sabaran. "Karena keluarga gue nggak mau menanggung malu atas kejadian itu, akhirnya Papa ngasih ide buat cari suami pengganti dan ternyata itu adalah Ageng. Jadinya gue nikah sama Ageng, walaupun sebenarnya gue nggak mau, tetapi gue mikirin lagi perasaannya orangtua gue yang bakalan malu kalau pernikahan itu gagal. Sampai akhirnya ya beginilah, rumah ini adalah rumah milik Ageng dan sekarang gue sama dia tinggal di sini," jelas Levania. Mendengar segala penjelasan Levania, Diandra menutup mulutnya tak percaya. Tak menyangka kalau ternyata akhirnya Levania menikah dengan sahabatnya sendiri, padahal awalnya bertunangan dengan Rajendra. "Gue pikir hal kayak gini cuma terjadi di dunia novel doang, Ni, ternyata dalam kehidupan lo juga terjadi," komentar Diandra. "Ya, nyatanya memang begitu." "Terus gimana lo sama Ageng?" tanya Diandra selanjutnya. "Gimana apanya?" "Ya hubungan lo sama dia, dulu 'kan kalian cuma sahabatan. Sekarang udah jadi suami-istri, nah itu gimana?" "Awalnya gue canggung, tetapi lama-lama gue bisa nerima kehadiran dia sih. Lagian dia sahabat gue, jelas aja harusnya nggak ada rasa canggung berlebihan. Meskipun kita menikah, tetapi kita tetap sepasang sahabat." Mendengar penjelasan Levania yang seperti itu membuat Diandra tercengang. "Astaga, bisa-bisanya lo berpikir begitu saat kalian udah nikah ya. Nggak habis pikir gue sama lo, Nia," ucap Diandra. "Memangnya ada yang salah sama ucapan gue? Kenapa sih, Di?" "Nggak, sekarang gue tanya. Apa kalian berdua sekamar setelah menikah atau malah pisah kamar?" tanya Diandra. "Yang jelas sekamar, kita bahkan seranjang. Gue yakin Ageng itu pria baik, dia nggak mungkin apa-apain gue. Toh, kita udah sama-sama dari lama," jawab Levania yang heran dengan pertanyaan Diandra. "Astaga, Nia! Walaupun Ageng itu pria yang baik, tetapi dia itu cowok loh, cowok yang juga punya nafsu. Jangan bilang dari lo nikah sampai sekarang, kalian belum 'itu'?" tanya Diandra. "Itu apaan maksudnya?" tanya balik Levania tak mengerti. "Ck, lo kok sok nggak ngerti sih? Itu loh berhubungan suami istri," ucap Diandra menjelaskan maksudnya. Mendengar itu, mata Leganya membola, "Gila aja lo! Nggak mungkin lah gue kayak gitu sama Ageng! Gue sama Ageng itu sahabatan dan sampai sekarang kami tetap menjadi sahabat. Nggak mungkin sesama sahabat ngelakuin hal itu!" tukas Levania keras. "Dulu lo dan Ageng memang sahabat, tetapi sekarang Ageng itu suami lo, Nia," ucap Diandra seakan menyadarkan Levania tentang statusnya yang sudah menjadi istri Ageng saat ini. "T-tapi gue sama Ageng terpaksa nikah, Ageng juga paham kok. Lagian dia nggak pernah minta hal itu sama gue," balas Levania membela dirinya. "Lagian gue mana mungkin ngelakuin hal itu dengan orang yang bahkan nggak gue cintai," sambung Levania dengan suara lirihnya. Levania tertunduk, ia jadi teringat akan hari di mana Rajendra meninggalkannya. "Lo belum bisa ngelupain Rajendra ya?" tanya Diandra yang membuat Levania mendongak. Levania menghela napas, "Kayaknya gue emang belum bisa ngelupain dia. Lagian gue nggak tahu alasan dia ninggalin gue," jawab Levania. "Cowok yang ninggalin kekasihnya di hari pernikahan mereka, itu berarti cowok nggak benar. Kalau memang dia baik, alasan apapun itu seharusnya dia ngasih kabar ke keluarga ceweknya. Buktinya sampai sekarang Rajendra nggak ada ngehubungin lo 'kan?" Levania mengangguk kemudian menundukkan kepalanya. "Mending lo lupain aja deh cowok itu," ucap Diandra. "Gue udah kenal lama sama lo, termasuk Ageng. Kalau dilihat-lihat kalian berdua itu cocok, saling melengkapi. Apalagi selama ini, Ageng tuh orangnya penyabar banget ngehadapin cewek keras kepala kayak lo. Ageng juga nggak pernah marah ataupun nyakitin hati lo, gue rasa Tuhan emang nakdirin kalian berdua buat bersama dalam hubungan pernikahan. Terlepas Ageng itu suami pengganti bagi lo, tetapi gue yakin ini udah jadi takdir kalian berdua." Levania terdiam sejenak mendengar perkataan Diandra. "Mana mungkin bisa begitu, gue dan Ageng itu sahabatan. Gue nggak mau persahabatan kami hancur hanya karena hubungan ini," ucap Levania. "Nia Sayang, hubungan persahabatan lo dan Ageng nggak akan hancur hanya karena kalian menikah. Justru hubungan kalian akan lebih erat setelah menikah, kecuali kalau lo emang berniat cerai." "Gue mau pernikahan yang gue jalani seumur hidup, nggak pernah gue kepikiran buat nikah terus cerai. Apalagi di usia gue yang masih cukup muda ini, gue nggak mau jadi janda tapi masih perawan," ucap Levania. "Berarti waktu awal lo setuju kalau Ageng jadi mempelai pengganti di hari pernikahan lo, lo udah mikir 'kan kalau lo dan dia akan selamanya seumur hidup?" Levania malah menggelengkan kepalanya. "Waktu itu gue terlalu takut bikin orang tua gue kecewa, Rajendra yang pergi gitu aja udah bikin keluarga gue kecewa karena gue salah pilih pasangan. Gue nggak mau bikin mereka tambah kecewa, makanya gue setuju aja saat Papa minta gue dan Ageng nikah untuk menutupi aib keluarga," ucap Levania. "Ck, kalau gue jadi lo mendingan batal nikah daripada berada di situasi sulit kayak gini." "Lo nggak ngalamin makanya lo bisa bilang begini, kalau lo ngalamin gue yakin lo nggak mungkin bilang kayak gini," ucap Levania. "Amit-amit, moga aja gue nggak pernah ngalamin hal yang kayak lo alamin." Diandra langsung bergidik, ia tidak akan mau mengalami hal rumit seperti yang saat ini Levania alami. "Gue cuma mau bilang sama lo kalau lo itu berhak bahagia, Nia, mungkin Ageng adalah jodoh yang Tuhan kasih sama lo. Lupain Rajendra dan mulai hubungan baru dengan Ageng, Ageng itu cowok baik yang gue yakin bisa membahagiakan lo," ucap Diandra seakan memberi wejangan. "Lo kayak peramal aja bisa nebak gimana sifat dia, mana tahu kalau nanti Ageng selingkuh sama cewek yang dia suka terus gue ditinggal gimana?" tanya Levania. "Nggak, gue yakin Ageng bukan cowok yang kayak gitu. Ageng cowok bertanggung jawab dan dia tahu balas budi. Mana mungkin dia nyakitin wanita yang orangtuanya udah ngebesarin dia sampai sekarang ini, gue yang baru kenal Ageng beberapa tahun aja hafal sama sifat dia. Masa iya lo yang udah bertahun-tahun bareng dia bahkan sejak kecil masih ngeraguin sikap dia? Lo gimana sih, Nia?" "Gue bukannya meragukan, tetapi gue cuma mengatakan hal yang kemungkinan terjadi. Kepergian Rajendra bikin gue takut ditinggal lagi sama Ageng, gue nggak mau ditinggal lagi. Rasanya sakit banget ditinggal sama orang yang disayang," ucap Levania. "Lo sayang sama Ageng?" Levania sedikit terkejut mendengar pertanyaan mendadak dari Diandra. "Ya sayang lah, makanya dia jadi sahabat gue. Kalau benci mah dia jadi musuh gue sekarang ini," ucap Levania. "Nah, rasa sayang itu tinggal lo tingkatin aja jadi rasa cinta." "Nggak, gue nggak mau. Gue nggak akan mungkin jatuh cinta sama Ageng, kami udah kebiasaan bersama tanpa adanya rasa cinta. Lagian gue nggak mau lagi jatuh cinta, nanti saat gue jatuh cinta orang itu malah pergi. Gue nggak mau ngerasain sakit yang berulang," ucap Levania seakan kepergian Rajendra menimbulkan trauma besar untuknya. "Nia, lo harus ingat kalau Ageng itu berbeda dengan Rajendra. Dia nggak akan ninggalin lo, kalau lo takut ditinggalin dia makanya lo itu harus jadi istri yang baik. Lo harus mulai menerima pernikahan kalian, termasuk melakukan hak dan kewajiban lo sebagai seorang istri." "Maksud lo?" tanya Levania tak mengerti. "Ck, gue tahu kalau lo paham apa yang gue bilang, Nia. Nggak usah pura-pura nggak paham." Diandra berdiri dari duduknya. "Gue lupa sarapan tadi pas ke sini, lo masak sesuatu nggak? Boleh gue numpang makan?" tanya Diandra dengan cengiran khasnya. "Ck, nggak malu lo ke rumah orang minta makan?" "Ngapain malu sama sahabat sendiri? Lagian perut gue butuh diisi setelah mendengar curhatan lo." "Ya udah ayo ke dapur, sarapan tadi pagi masih ada. Lo bisa makan itu," ucap Levania yang berdiri dari duduknya kemudian berjalan menuju dapur disusul oleh Diandra. "Masak apa tuh? Pasti enak nih, kan udah jago masak," ucap Diandra yang tak sabar melihat apa yang ingin Levania hidangkan untuknya. "Nih roti bakar, tinggal lo kasih selai. Ada rasa coklat, kacang sama nanas." Diandra melongo melihat apa yang Levania sajikan. "Lah, kalau ini orang yang nggak bisa masak juga bisa bikinnya, Nia!" Levania hanya bisa tertawa puas melihat wajah jengkel Diandra.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN