Bab 3. Davin Nugraha

1030 Kata
Bab 3 Davin Nugraha, pria 31 tahun itu melangkah diikuti oleh anak buahnya memasuki sebuah cafe tempat di mana ia membuat janji dengan salah satu kliennya. Pria itu menatap seorang gadis yang kini duduk di kursi seorang diri sambil menyesap minuman yang ada di hadapannya. Davin sedikit menghentikan langkahnya ketika melihat wajah gadis itu. Dia mengenali wajahnya meskipun si perempuan berubah menjadi abu sekalipun. Iya, dia adalah gadis yang menjadi teman tidur Davin seminggu yang lalu juga merupakan gadis yang sempat dicurigai oleh Davin jika merupakan anak buah Hendrik untuk memikatnya. Namun, ternyata setelah diselidiki gadis bernama Olivia itu tidak ada hubungan apapun dengan Hendrik. Justru perempuan yang disewa Hendrik untuk memikatnya tidak pernah menemukan keberadaannya karena memang pada saat itu Davin berhasil melarikan diri. Davin melihat wajah gadis itu ketika mengangkat kepalanya hingga akhirnya mata mereka saling bertemu pandang. Gadis itu hanya menatapnya selama 2 detik sebelum akhirnya dia fokus pada handphonenya. Melihat itu, Davin mendengus. Mengira jika perempuan itu pura-pura tidak mengenalnya hanya untuk sok jual mahal agar Davin merasa penasaran dengannya. Lihat saja David tidak akan mau menegurnya dan ia juga akan berpura-pura tidak mengenali perempuan itu. Davin duduk di kursi yang sudah ditarik oleh anak buahnya. Kemudian, mulai berbicara dengan seorang pria paruh baya yang berada di depannya. Sesekali pria itu juga menolehkan kepalanya menatap ke arah perempuan yang pernah menjadi ons-nya. Sikap perempuan itu yang seolah tidak mengenalnya membuat Davin merasa kesal. Ada banyak sekali jenis wanita yang berusaha untuk naik ke atas tempat tidurnya, berusaha memikatnya untuk menjalin hubungan, dan bahkan berusaha untuk membuatnya jatuh cinta. Namun, tidak ada perempuan yang berhasil untuk memikatnya. Sekalinya Davin terpikat, justru mengira jika perempuan itu adalah anak buahnya Hendrik. Setelah dikonfirmasi jika itu bukan anak buahnya Hendrik, Davin berharap agar gadis itu datang menghampirinya dan meminta pertanggungjawabannya. Sayangnya, Davin hanya berangan-angan. Terbukti dengan perempuan itu yang pura-pura seolah tidak mengenalnya. "Naura, kamu memangnya masih lama kerjanya? Kamu tahu nggak, b****g aku ini nanti nggak sintal lagi. Bisa kempes b****g aku kalau lama-lama duduk di kursi ini," ujar gadis itu pada temannya. Davin nyaris tersedak ludahnya sendiri ketika mendengar apa yang dikatakan oleh gadis itu pada seorang perempuan dengan seragam pelayan di dekatnya. Sementara pria paruh baya yang ada di depannya juga menggigit bibir bawahnya ketika mendengar perkataan melantur yang dilontarkan oleh gadis itu. "Olivia, kamu ngomongnya harus dihaluskan sedikit. Nggak boleh terlalu terang-terangan kayak gitu apalagi bahas soal bagian tubuh kamu sendiri." Naura menatap sekitar takut jika orang akan menganggap Olivia sebagai manusia vulgar dan tidak bisa menjaga kalimatnya sendiri. "Apanya yang mau diperhalus? Memangnya aku terigu apa yang harus dihaluskan? Kamu bilang tadi 1 jam lagi kamu sudah selesai, ini aku udah 1 jam lebih 42 menit, 36 detik, tapi kamu belum selesai-selesai juga." Olivia kembali mengeluh sambil menatap Naura. "Mana aku cuma pesan minuman satu gelas ini diminum hampir 3 jam. Kalau aja kamu nggak berjasa sama aku buat temenin aku beli pil KB, nggak akan mau aku temenin kamu buat kerja rodi kayak gini. Udah kerjanya selama hampir 12 jam, gajinya juga kecil. Bos kamu ini memang agak kurang manusiawi." Naura membelalakkan matanya mendengar apa yang dikatakan oleh Olivia. Segera dia mendekati Olivia dan menutup mulut sahabatnya ini agar tidak berbicara sembarangan. "Oliv, kamu nggak boleh ngomong kayak gitu. Gimana kalau atasan aku dengar kamu bicara?" "Biarin aja kalau atasan kamu dengar aku bicara kayak gini. Soalnya gaji kamu itu nggak sesuai dengan jam kerja kamu. Aku kalau punya bos kayak kamu ini, udah aku protes dari jauh-jauh hari. Jangan mau ambil tenagaku saja, tapi nggak mau kasih aku bonus aktif." Naura menggelengkan kepalanya benar-benar merasa Olivia memang tidak pernah takut sama sekali. Maka dari itu Naura cukup beruntung memiliki sahabat yang pengertian seperti Olivia. "Ya udah kalau begitu kamu tunggu sebentar aku mau ganti pakaian dulu. Aku bisa langsung pulang, kok." Lebih baik Naura segera pulang daripada nanti mendengar segala macam ocehan yang dilontarkan oleh Olivia. Baik dirinya maupun Olivia sama-sama tidak pernah ada rem untuk perkataan mereka sendiri sehingga membuat mereka tentunya menjaga satu sama lain. Sementara Davin yang sudah selesai berbicara dengan klien barunya itu segera bersiap untuk pergi begitu juga dengan Olivia yang sudah merapikan barang-barangnya dan dimasukkan ke dalam tasnya. Olivia berdiri bertepatan dengan Davin yang baru saja melangkah akan melewati mejanya begitu saja sehingga tubuh mereka saling bertabrakan membuat Olivia oleng dan hampir saja tubuhnya jatuh namun lengan pria dengan setelan eksekutif itu langsung menahan pinggangnya. Aroma parfum maskulin laki-laki, langsung tercium hingga membuat Olivia merasa tertegun sedikit. Terutama ketika melihat hidung macam seperti perosotan juga bibir yang begitu seksi, ah, jangan lupakan wajah yang begitu tampan, hingga membuat Olivia menelan ludahnya. "Alamak, ganteng banget. Kayak dewa Yunani," kata Olivia terpesona. Sementara laki-laki yang ditabrak yang tak lain adalah Davin sadar dengan tatapan Olivia yang seolah ingin menelannya, segera mendorong gadis itu menjauh begitu juga dengan dirinya yang langsung bergerak mundur. "Kamu mencari kesempatan dalam kesempitan?" Davin langsung berkata dengan nada dinginnya menatap Olivia yang akhirnya kembali ke kenyataan. Wajah tampan tapi tidak dengan mulutnya yang tajam, membuat fantasy Olivia hilang begitu saja. "Sorry, Om, nggak sengaja tadi. Nggak maksud buat dekat-dekat dengan Om, ya." Olivia mengangkat jari telunjuk dan juga jari tengahnya sambil menatap Davin dan menggelengkan kepalanya. Jangan tanyakan bagaimana ekspresi wajah Davin seolah ingin menelan Olivia hidup-hidup karena perempuan yang pernah ditidurinya ini justru memanggilnya dengan sebutan 'Om' yang menurutnya sangat tidak wajar. "Kamu panggil saya apa tadi?" "Om?" Olivia menatap polos wajah Davin. "Eh, Pak, maksudnya," ralatnya segera. Terutama ketika melihat wajah Davin yang begitu merah seolah sedang menahan amarah yang begitu besar. Entah marah pada siapa, Olivia juga tidak tahu karena ia juga tidak ingin mencari tahu dan tidak ingin tahu apapun tentang laki-laki yang tidak dikenalnya ini. Davin mendengus menatap Olivia. "Beginikah cara kamu untuk menarik perhatian saya? Kamu nggak menarik dan saya nggak akan tertarik dengan kamu." Davin berkata dengan tajam sebelum akhirnya ia berbalik pergi meninggalkan Olivia yang terpaku sendiri mendengar kata-kata Davin. "Nih, orang kayaknya sakit jiwa. Apa jangan-jangan makam leluhurnya pernah aku curi? Makanya dia kelihatan marah sama aku." Olivia bergumam sambil mengangkat bahunya. Tidak mau ambil pusing, perempuan cantik itu segera mencari Naura untuk diajak pulang bersama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN