Pagi hari yang menjadi awal perjalanan baru bagi Vincenzo dan teman-temannya pun tiba. Setelah menerima cukup banyak perbekalan yang ditaruh di dalam tas yang mereka bawa, karena paksaan para penduduk desa, mereka berempat pun pergi. Seperti perjalanan mereka yang biasanya, mereka hanya melewati padang gurun tandus yang seperti tak berakhir.
Kali ini, Keith yang berada di paling depan, meski yang menjadi penunjuk arah bagi perjalanan mereka sekarang adalah Vincenzo yang berada di tengah barisan, tepat di belakang Keith. Mereka kali ini berjalan ke arah utara, sebab entah mengapa, insting Vincenzo mengatakan kalau mereka harus ke sana.
Oleh karena sebelumnya Keith dan yang lainnya tidak keberatan kalau Vincenzo akan memimpin arah perjalanan mereka dengan insting, jadi tidak ada yang keberatan. Seperti sedang beruntung, mereka akhirnya melihat oasis yang cukup besar, sehingga memutuskan untuk berhenti di sana sejenak berhubung matahari sudah sangat menyengat kulit mereka di tengah hari seperti ini.
Selama duduk di bawah sebatang pohon untuk beteduh, Vincenzo kembali memikirkan tentang apa yang ia lihat dalam memorinya. Kali ini, berbeda dari sebelumnya, Vincenzo tidak mencoba untuk melupakan atau menyelidiki tentang ingatan tersebut, melainkan membiarkan dirinya terus melihatnya. Ia mengerti kalau memusingkan tentang memori itu hanya akan membuatnya tak menemukan apa pun, sehingga ia memutuskan untuk terus melihatnya saja.
Ketika Vincenzo sedang membiarkan dirinya terus melihat memori tak dikenal yang masuk di kepalanya, Carina datang lalu menjulurkan sebotol air pada Vincenzo, “Kau sebaiknya minum sebelum dehidrasi.” Carina kemudian duduk tepat di sebelah Vincenzo kala Vincenzo menerima sebotol air tadi.
“Hm, terima kasih sudah mengingatkan.” Agar tidak mendapat omelan dari Carina, tanpa mau berlama-lama lagi Vincenzo langsung meminum sebotol air tadi hingga tersisa hanya setengah saja. “Aku merasa aku hidup kembali. Hahaha!” Vincenzo sungguh merasakan segarnya air yang mengalir ke tenggorokannya.
Di sisi lain, Carina menyadari kalau Vincenzo sedang memikirkan sesuatu hal, lalu dia pun bertanya, “Sebenarnya, apa yang mengganggumu, Vincenzo? Apa kau sangat khawatir kalau Makhluk Buas akan menyerang kita?” Carina sungguh tidak bisa menebak apa yang sebenarnya tengah membuat Vincenzo tampak begitu gelisah saat mereka memulai perjalanan pagi tadi.
Di saat yang tepat, Keith dan Angel pun mendekat ke arah Carina dan Vincenzo. Tanpa mau berbasa-basi, Keith berkata, “Aku juga penasaran, apa yang membuatmu terlihat melamun selama perjalanan hari ini? Apa kau menghawatirkan desa yang kita tinggalkan, atau menghawatirkan hal lainnya?” Agar tidak terlihat memaksa, Keith melanjutkan, “Kau bisa ceritakan tentang itu ketika kau siap, dan tak apa untuk tak membahasnya sekarang.”
Walau ada sedikit perasaan bersalah di dalam hati Vincenzo, tetapi ia tetap sadar kalau apa yang dipikirkannya sekarang akan jauh lebih baik kalau tidak usah untuk dibahas. Setidaknya untuk sekarang, ketika Vincenzo masih belum juga mengerti sepenuhnya tentang memori yang ada di dalam kepalanya ini.
Vincenzo menundukkan kepala sejenak, menjawab, “Maaf, semuanya.” Suaranya terdengar pelan. “Aku sebenarnya ingin jujur tentang hal ini pada kalian, tetapi aku masih belum bisa melakukannya. Setidaknya, untuk sekarang, aku pikir aku akan memastikan semuanya seorang diri terlebih dahulu, lalu aku akan memberitahu kalian ketika kupikir sudah saatnya untuk itu.”
Mengerti dengan keadaan Vincenzo, Keith dan yang lainnya pun tidak memaksa Vincenzo untuk menjelaskan. “Baiklah, Vincenzo,” kata Keith. “Kami tidak akan memaksamu untuk menjelaskannya sekarang. Tapi, kalau kau perlu bantuan untuk mencari jalan keluar tentang apa yang sedang kau pikirkan, jangan sungkan untuk memintanya. Kami akan membantu sebisa kami.”
Vincenzo tersenyum tipis dengan tulus, benar-benar merasa beruntung karena ia bisa memiliki teman yang sangat mengerti tentang dirinya dan tak memaksakan kehendak pada dirinya. “Ya, aku akan melakukannya!” jawab Vincenzo. “Aku janji akan menceritakan semuanya di saat yang aku pikir tepat. Sampai saat itu tiba, kuharap kalian bisa menungguku dengan sabar ….”
“Menunggu dengan sabar?” Sebelum Keith sempat menjawab, tiba-tiba ada orang lain yang memotong percakapan mereka. Suara ini sangat asing bagi Keith dan Angel, tetapi Vincenzo tidak begitu asing dengan suara yang baru saja mereka dengan tadi. Namun, tentu saja Vincenzo dan Carina tidak bisa percaya begitu saja, sehingga mereka serentak melirik ke arah sumber suara.
“Sand ….” Vincenzo membelalakkan mata cukup lebar, begitu juga Carina yang tak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Bagai mana tidak, orang yang baru saja memotong percakapan mereka adalah orang yang sungguh tak terduga, yakni salah satu orang yang dulu pernah menjadi bawahan Glen yang setia.
Perlahan, pemuda bernama Sand tadi berjalan mendekat ke arah Vincenzo dan yang lainnya. Tentu saja teman-teman Vincenzo seketika waspada, tetapi Vincenzo segera berdiri, meminta agar teman-temannya tidak bertindak gegabah. Hingga akhirnya Sand dan Vincenzo berdiri saling berhadapan, dan ekspresi wajah mereka sama-sama datar, tidak ada yang mau memperlihatkan emosi mereka pada satu sama lain.
Tidak mau terlalu lama diam, akhirnya Sand memulai percakapan di antara mereka, “Lama tidak berjumpa ….” Dia lantas mengubah ucapannya. “Sepertinya kau tak ingin aku mengatakan itu ya? Tapi, tak masalah, aku juga tak tertarik sedikit pun dengan itu, Vincenzo. Tidak kusangka kau akhirnya bisa benar-benar pergi dari tempat itu dengan selamat.”
Sebenarnya di sini Keith ingin segera menyerang Sand, tetapi Carina menghentikan itu dengan merentangkan tangan kanannya ke depan Keith. Memang Carina tidak menyukai Sand, tetapi saat ini bukan saat yang tepat untuk memulai perkelahian, terlebih ketika menyadari kalau Vincenzo tak bisa lagi bertarung dengan maksimal.
“Tak perlu banyak basa-basi lagi, Sand.” Vincenzo tampak tidak mau percakapan ini berlangsung lama, sehingga ia langsung memaksa Sand untuk membahas inti percakapan. “Katakan padaku, mengapa kau mendadak menunjukkan diri di hadapan kami? Kau tahu kami bisa saja langsung menyerangmu sekarang, dan itu bukan sebuah tindakan yang tidak kau pikirkan sebelumnya kan?”
Sangat mengerti dengan apa yang diinginkan oleh Vincenzo, langsung tanpa berlama-lama lagi, Sand berkata dengan jujur, “Aku sebenarnya hanya kebetulan bertemu dengan kalian, tetapi karena sudah bertemu, aku pikir akan lebih baik kalau aku bergabung dengan kalian saja? Kulihat kita juga akan pergi ke arah yang sama. Apa aku salah?”
Tentu saja Vincenzo tidak dapat dengan mudah mengatakan iya sekarang. “Untuk apa aku mengizinkan orang yang pernah membunuh salah satu teman terbaikku, bergabung dengan kami? Tidakkah kau pikir kalau keajaiban seperti itu sangat jarang terjadi di dunia ini.” Ia diam sejenak. “Kau pasti sekarang sudah tahu apa jawabanku, kan, Sand?”
“Ya, aku sudah tahu. Kau pasti menolakku, karena aku pernah membunuh salah satu teman terbaikmu. Tapi … kau tidak bisa mengabaikan fakta yang membuat aku berbuat seperti itu, kan, Vincenzo?” Sand mencoba untuk membuat Vincenzo mengerti dengan keadaan, sebelum membuat sebuah keputusan yang tidak bisa diubah lagi.
“Tentu aku mengerti. Bahkan sangat mengerti! Namun, bukan berarti aku akan memaafkanmu begitu saja hanya karena bisa memahami posisimu!”
“Terserah kau mau mengatakan apa, tapi sekarang kau seharusnya tidak perlu memikirkan masa lalu lagi. Karena yang jauh lebih penting adalah masa depan.”
“Karena aku sangat memikirkan masa depan, maka aku tidak bisa membiarkan orang mencurigakan sepertimu bergabung dengan kami sekarang!” Apa yang ingin ditegaskan oleh Vincenzo adalah bahwa Vincenzo tidak bisa percaya dengan orang yang dulu pernah membunuh salah satu temannya.
“Jika kau terus berdalih dengan hal yang sama, maka aku juga bisa mengatakan bahwa kau dan teman-temanmu dulu pasti bertujuan untuk menghabisi kami karena kalian ingin selamat dari sana bersama, kan?” Daripada berusaha untuk terus bertahan saja, Sand memilih untuk menyerang dari depan.
“Itu ….” Vincenzo pun menjadi bingung, tidak tahu harus menjawab apa lagi. Apa yang dikatakan oleh Sand memang benar dan tak bisa ia bantah. Pada saat itu, Vincenzo juga hanya memikirkan kelompoknya sendiri dan membuat rencana untuk menghabisi semua lawan agar kelompoknya bisa selamat.
“Namun, aku tidak mau membahas itu lagi. Yang ingin aku lihat sekarang adalah masa depan, bukan masa lalu. Makanya aku ingin bergabung dengan kalian.”
Vincenzo mengepal erat tangan kanannya. “Aku akan jujur padamu.” Vincenzo menatap tajam mata Sand. “Aku sungguh tak bisa memercayaimu walau hanya sedikit saja, Sand!”
“Kalau begitu, aku juga akan jujur! Pada saat ini, ketika kalian diserang oleh Makhluk Buas, maka kalian semua sudah dapat dipastikan akan lenyap tanpa sisa sedikit pun lagi! Tidak ada harapan apa pun juga!”
“Lalu apa kau bisa menjamin bahwa kau bisa mengatasi semua Makhluk Buas yang datang dengan kemampuanmu?! Apa yang kulihat, kau masih belum mengubah satu lenganmu menjadi lengan baja agar bisa bertarung dengan Makhluk Buas! Tangan kosong saja tidak berguna!”
“Tangan kosong, ya? Mendengar orang yang sekarat sepertimu mengatakan itu, membuatku ingin tertawa saja, Vincenzo.”
“Kau hanya berkata besar saja tapi tidak berkemampuan! Apa yang kau bisa lakukan memangnya? Jangan hanya bersilat lidah saja! Buktikan!”
“Lihat baik-baik ini!” Sand merentangkan tangan kanannya ke samping. Seketika, sesuatu berwarna hitam langsung menutupi lengan kanan pemuda itu. Inilah kekuatan sebenarnya yang dimiliki oleh Sand.
Vincenzo, Carina, Keith dan Angel seketika terkejut melihat kekuatan Sand itu. Mereka berempat pernah mendengar tentang kekuatan ini, yang bernama Jurus Bayangan, merupakan sebuah jurus yang sangat legendaris di dunia. Dan dapat menyaksikan langsung kekuatan itu sekarang, membuat mereka tidak bisa percaya begitu saja.
“Sayangnya aku tidak bisa percaya begitu saja padamu, Sand!” Vincenzo segera mengaktifkan tangan kanannya, mengeluarkan kumpulan cahaya yang akhirnya membentuk sebuah pedang besar yang menjadi senjata andalannya. “Aku akan melihat apakah kau berusaha memperdaya kami atau tidak!”
Masih dengan sangat tenang, Sand langsung memasukkan kedua tangannya dalam saku celana. “Kau tidak bisa melakukannya, Vincenzo. Tidak kau dan bahkan teman-temanmu.”
“Apa kau bilang?!” Vincenzo berniat untuk menggerakkan kakinya, tetapi tidak berhasil. “Apa?!” Ia mencoba menggerakkan tangannya, tetapi tidak berhasil juga, membuat ia tak tahu lagi harus melakukan apa agar ia dapat bergerak.