Chapter 37 : Sadar

1328 Kata
Waktu dengan cepat berlalu, tidak terasa tiga hari semenjak p*********n Ulrich, para penduduk sudah mulai beraktivitas kembali seperti biasanya. Mereka memang masih cemas, tetapi mereka juga tak bisa terus berlarut dalam ketidakberdayaan, sehingga memutuskan untuk melakukan apa pun yang bisa menyokong kehidupan mereka. Keith, Angel dan Carina kini sedang berbincang dengan wanita yang diselamatkan oleh Vincenzo, bernama Rexa, sedangkan ketiga anaknya bernama Beretta, Gracia dan Adele. Wanita ini sudah tak bersuami lagi, suaminya sudah meninggal sekitar lebih dari satu minggu yang lalu. Rexa menceritakan itu pada para tamunya, meski sedikit sedih, tetapi dia juga merasa tidak ingin untuk disemangati atau apa pun. Setelah mengobrol selama beberapa saat, Carina yang terus cemas pada keadaan Vincenzo, lantas berdiri, berkata, “Aku ingin melihat Vincenzo ....” Carina sudah bersiap untuk beranjak pergi. “Haah ....” Angel mengembuskan napas panjang, merasa sedikit khawatir juga pada Carina yang terus saja menghawatirkan Vincenzo. Memang benar kalau Angel juga menghawatirkan Vincenzo, tetapi dia mencoba meyakinkan dirinya terus menerus kalau Vincenzo tidak kenapa-kenapa. “Sudah berapa kali kau mengunjunginya. Aku mengerti kau sangat khawatir, tetapi kau juga harus memerhatikan dirimu sendiri. Selama tiga hari ini, kau kurang tidur, Carina.” Carina lantas pergi tanpa menjawab ucapan Angel, langsung masuk ke dalam kamar di mana Vincenzo sedang berbaring sekarang. Gadis ini tidak bisa tenang sedikit pun, terlebih ketika sampai sekarang pun Vincenzo masih belum pulih, jadi bagaimana mungkin ia bisa beristirahat dengan tenang. Bagi Carina, Vincenzo bagai napas yang membuatnya bertahan hingga sekarang, sebab kalau tidak ada Vincenzo, Carina merasa dirinya sudah tak ada lagi di dunia ini. Tanpa ada Vincenzo, Carina tidak memiliki keinginan atau apa pun, yang ia harapkan hanya agar dapat berada di sisi pemuda itu saja, untuk selamanya, meski itu tak mungkin. Sementara itu, di ruang tamu, Angel merasa bersalah karena sudah mengatakan hal tadi pada Carina, lalu berniat untuk meminta maaf pada gadis itu, tetapi Keith menghentikannya. “Angel, aku mengerti apa yang ingin kau lakukan, tapi lebih baik kau urungkan saja niatmu itu,” kata Keith, pelan, agar Angel tidak langsung mengambil sebuah kesimpulan yang bisa menyebabkan sebuah kesalahpahaman di antara mereka berdua sekarang. “Tapi, Keith ....” Angel tampak memaksa agar bisa berbicara pada Carina. Keith menggelengkan kepala beberapa kali. “Percuma saja kau melakukan itu, tetap tidak akan membuat perubahan apa pun. Yang diperlukan oleh Carina sekarang bukanlah sebuah kata-kata motivasi, penyemangat, atau bahkan permintaanmu. Dia tidak akan memedulikannya sedikit pun. Tapi bila kau memberinya sedikit ruang untuk sendiri, maka dia akan sangat menghargainya.” Keith menjelaskan dengan hati-hati agar Angel mengerti. Usai mendengar itu, Angel yang tadi ingin menemui Carina, lantas mengurungkan niatnya. Dia juga tak mau mengganggu Carina atau apa pun, sehingga memutuskan kalau apa yang dikatakan oleh Keith memang benar, lalu mengikutinya. “Maafkan aku, aku tidak memikirkannya sampai ke sana.” “Tak apa.” Keith lantas menatap langit-langit. “Kau pasti sangat khawatir pada mereka berdua, baik Carina atau pun Vincenzo. Namun, sekarang kita tak bisa melakukan apa pun selain menunggu Vincenzo sadar.” Sementara itu, di dalam kamar tempat Vincenzo berbaring, Carina sedikit tersentak kala melihat tangan kiri Vincenzo bergerak sejenak. Hal ini tentu langsung membuat harapan di hati gadis itu langsung meningkat secara drastis. Dengan penuh semangat, Carina pun langsung menggenggam tangan kiri Vincenzo itu, mengalirkan kehangatan pada pemuda yang masih berbaring tak sadarkan diri saat ini. Ia kemudian memejamkan mata, benar-benar berharap Vincenzo bisa segera sadar. *** Perlahan, Vincenzo membuka mata. Pandanganya memang buram sejenak, tetapi perlahan menjadi semakin jelas. Ia melihat seorang gadis sedang menggenggam erat tangan kirinya, mengirimkan kehangatan yang langsung mengalir ke sekujur tubuhnya. Ia mengenal dengan baik siapa gadis ini, sehingga perlahan mengangkat tangan kanannya, menggenggam tangan si gadis yang menggenggam tangan kirinya, hingga membuat gadis itu tersentak. “Selamat pagi, Carina ...,” ucap Vincenzo, pelan. “Vincenzo?!” Carina yang tampak sangat kegirangan, langsung saja memeluk Vincenzo sambil menangis bahagia. Carina benar-benar menumpahkan kebahagiannnya ketika melihat kalau ternyata Vincenzo sudah sadar dan berbicara padanya perlahan. Di ruang tamu, Angel, Keith, dan Rexa terkejut mendengar Carina berteriak. Mereka bertiga pun serempak pergi ke kamar di mana Vincenzo dirawat, lalu menemukan kalau Carina sedang memeluk Vincenzo yang sudah sadar. Mereka bertiga juga ikut menangis terharu, sebab orang yang mereka nantikan, akhirnya sudah pulih dari tidur yang cukup panjang. Melihat situasi ini, Rexa pun langsung mengambil inisiatif, “Aku akan menyiapkan sesuatu untuk memulihkan tenaga pemuda itu.” Rexa langsung pergi tanpa mendengar apa yang dikatakan oleh Keith dan Angel lagi. Keith dan Angel yang tadi berdiri di pintu masuk, masuk ke dalam, mengambil kursi dan duduk di sana. Mereka berdua mengusap air mata yang sudah terlanjur keluar, lalu duduk dengan tenang memerhatikan Vincenzo yang sudah baik-baik saja, dan Carina yang tengah menangis di pelukan Vincenzo. Mereka berdua tak tahu harus berbuat apa sekarang. Melihat Keith dan Angel hanya diam saja, Vincenzo pun berkata, “Terima kasih sudah menjaga Carina selama aku tidur.” Vincenzo tahu kalau dirinya mungkin saja koma selama lebih dari satu hari, jadi tidak mau bertanya sudah berapa lama ia tak sadarkan diri. Keith dan Angel serentak melambaikan tangan, kemudian Keith menjawab, “Kami tidak melakukan apa-apa. Ah, apa mungkin kami keluar dulu saja?” Vincenzo lantas melirik Carina sejenak, lalu Carina pun perlahan berhenti menangis, dan melepaskan pelukannya pada Vincenzo. Gadis itu pun menatap Vincenzo dengan wajah bahagia, tetapi dibasuh habis oleh air mata. “Akhirnya kau sadar, Vincenzo. Aku sangat senang kau kembali ....” Dia lantas melirik Keith dan Angel sejenak. “Tidak perlu, kita berempat adalah tim, jadi harus selalu bersama, jangan meninggalkan siapa pun juga.” Carina sudah cukup dengan kehilangan Edward, jadi tak mau kehilangan siapa pun lagi. “Maaf, sudah membuat kalian semua cemas,” kata Vincenzo, tampak tidak bersemangat. Ia tentu sangat memikirkan dan tahu bagaimana reaksi Carina ketika dirinya masih belum sadarkan diri. Dari pelukan tadi, Vincenzo merasakan dengan jelas kalau Carina kurang beristirahat, lalu Keith dan Angel juga tampak memiliki masalah mereka sendiri. “Apa yang kau katakan itu?” Keith sepertinya tidak mau keadaan menjadi suram. “Karena kau sudah sadar, kurasa akan jauh lebih baik kalau kita tak membahas sesuatu yang membuat gundah suasana hati. Kita harusnya lebih senang, terutama kau, Vincenzo. Kami sangat bahagia kau sudah sadar sekarang ini.” Tidak lama berselang, sebelum obrolan mereka berlanjut, pintu kamar diketuk, dan ternyata di sana ada Rexa yang membawa nampan berisikan makanan dan minuman, bersama dengan ketiga anak perempuannya. Rexa lantas meletakkan nampan tersebut di atas meja, tepat di sebelah pedang Vincenzo. Rexa kemudian menundukkan tubuh, diikuti oleh ketiga anaknya, kepada Vincenzo. “Terima kasih karena sudah menyelamatkan kami waktu itu. Namaku Rexa, dan ini anakku yang kau selamatkan—Beretta, lalu ada juga dua kakaknya—Adele dan Gracia.” Vincenzo lantas mengembuskan napas panjang, menjawab dengan tenang, “Tidak perlu sampai menundukkan tubuh seperti itu. Aku sangat menghargai perasaanmu itu, tetapi tidak perlu sampai menundukkan tubuh juga.” Rexa pun langsung menegakkan tubuh lagi. “Maafkan aku,” kata Rexa, diikuti dengan ketiga anaknya yang ikut menegakkan tubuh juga. “Tak perlu dipikirkan.” Vincenzo lantas melirik ke sekitar, lalu menyadari sesuatu hal. “Terima kasih sudah mengizinkan kami menginap di rumahmu. Maaf sudah membuat Nyonya Rexa kerepotan.” Rexa lantas tersenyum tipis kala menghadapi Vincenzo yang begitu tenang. “Tidak masalah, ini juga merupakan sebuah balas budiku karena sudah menyelamatkan kami dan desa kami ini. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi kalau kalian tidak berada di sini pada saat itu. Jadi sekali lagi, kami sangat berterimakasih, jauh di dalam lubuk hati kami.” Sebenarnya, sekarang Vincenzo sedang merasa sedikit menyesal sudah datang ke desa ini, sehingga Edward tak lagi bersama dengan mereka. Namun, tentu saja ia tak dapat mengatakan itu atau bahkan membuat orang lain menyadari kalau ia sedang memikirkannya. Akan tetapi, mendadak sesuatu yang tak terlihat, berbisik pelan di telinga Vincenzo, mengatakan, “Menyesal itu seperti bukan dirimu saja, Vincenzo.” Vincenzo tahu siapa yang akan mengatakan itu padanya, terlebih di saat seperti ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN