Bab 2

2050 Kata
Sore ini mereka sampai di Jogja dengan selamat, Abelano sudah menyiapkan mobil untuk menjemput mereka di Bandara. Abelano sudah tau dimana alamat kekasihnya walaupun wanita itu tidak pernah menyebutkan sejak awal mereka bertemu. Diandra merasa sedih dirinya masih merenung memikirkan bagaimana perasaan orang tuanya di tinggal oleh Kakek, Diandra pun merasakan hal yang sama kakeknya bahkan belum melihatnya wisuda bahkan dirinya belum menikah kenapa begitu cepat beliau meninggalkannya. "Sayang udah, jangan nangis harus tegar kamu nggak mau kan orang tua kamu ikut nangis liat kamu begini" nasihat Abelano. Diandra mengangguk, memang benar apa yang dikatakan oleh Abelano kedua orang tuanya pasti akan sangat sedih melihat dirinya seperti ini. Dia harus kuat agar tidak menambah kesedihan mereka, dirinya harus tegar seperti apa yang selalu kakek pesan kepadanya. "Kuatkan aku Mas" Isak Diandra dengan air mata yang memenuhi pelupuk matanya. Abelano mengecup kening Diandra lalu dirinya menghapus air mata yang mengalir di pipi kekasihnya, melihat Diandra seperti ini rasanya hatinya goyah dia pun lemah kekasihnya menahan tangisannya karena kehilangan keluarga yang sangat di sayanginya. Abelano menggandeng Diandra dan mereka langsung masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu mereka di pintu keluar bandara, Diandra diam di pelukan Abelano dirinya kini menyiapkan hatinya agar nanti tidak lagi merasakan kesedihan tangisan nya akan menambah kesedihan di keluarga mereka apalagi kakeknya berharap bisa bertemu dengan Diandra tapi kini apa yang terjadi? hanya penyesalan yang ada di hati mereka. Puspa menyesal tidak memberi tahu Diandra bahwa kakeknya sedang sakit, jika dirinya mengatakan lebih awal pasti Diandra bisa bertemu dengan kakek untuk yang terakhir kalinya. "Kenapa ibu nyembunyiin semuanya? Kenapa di saat terakhir baru bilang sama aku" Isak tangis Diandra. "Mama nggak mau kamu sedih sayang, udah ya yang tabah jangan menyalahkan siapapun karena ini semua sudah takdir, sudah jalannya seperti ini kamu harus menerimanya" Abelano benar-benar memposisikan dirinya dengan baik dia memberikan semangat kepada Diandra sangat berbeda dengan dirinya yang selalu posessive dan memaksakan kehendak kepadanya. Sudah satu setengah jam perjalanan kini mereka sudah dekat dengan jalan rumah Diandra, banyak karangan bunga dan Abelano pula tidak lupa untuk mengirimkan karangan bunga disini. Abelano sudah menganggap keluarga Diandra sebagai keluarga nya juga karena dia sangat berharap suatu saat nanti mereka akan menjadi satu keluarga yang harmonis. Bendera kuning berkibar di sana, banyak orang yang datang melayat dan mengucapkan bela sungkawa keluarga ini sangat sederhana tetapi tindakan mereka yang baik mempunyai pengaruh besar dalam hal ini, mereka orang yang terpandang di desa selain memiliki banyak tanah mereka juga orang baik yang suka menolong. Bahkan rumah Diandra masih seperti jaman dulu, Rumah Joglo dengan papan kayu ukiran rumah yang menenangkan Walaupun di pedesaan seperti ini. Kakek di kebumikan besok karena memang menunggu Diandra datang, keinginan kakek sebelum meninggal adalah bertemu dengan Diandra karena hal itulah keluarga mereka memutuskan menunggu kedatangan Diandra sebelum mengebumikan Kakek esok hari. "Ayo sayang, mas bantu" ucap Abelano pada Diandra. Kaki Diandra sudah sangat lemas, dirinya merasa tidak sanggup lagi berjalan saat ini. melihat ayahnya yang kini berada di depan rumah menemui tamu pun terkejut melihat anaknya yang pulang. Diandra sudah menahan air matanya tapi melihat raut sedih ayahnya dia pun tidak tahan Diandra hampir saja pingsan jika Abelano tidak memeluknya dengan erat. Kakeknya tinggal di rumah Diandra, mereka yang merawat kakek sejak dulu karena hal itulah rasanya Diandra sangat sedih kehilangan kakek seperti ini. Banyak kebahagiaan yang sudah kakek berikan kepada Diandra dirinya tidak bisa melewatkan semua itu dengan mudah karena tidak semudah itu melupakan orang yang sangat dia sayang. "Diandra" panggil Eto. Eto orang Jepang, dirinya terlihat sekali mata sipitnya dia berhasil membangun pertanian modern dengan memanfaatkan luas lahan milik Puspa dan keluarganya, dirinya membagikan cara agar semua petani merasakan hal yang sama dalam keberhasilan pertaniannya. "Ayah..." Isak tangis Diandra muncul sudah lama dia tidak pulang tapi sekalinya pulang kini dalam kondisi yang tidak baik seperti ini, kehilangan kakek yang sangat dia sayangi dengan sepenuh hatinya. Eto diam dirinya hanya membantu Diandra berjalan masuk untuk melihat kakek terakhir kalinya. Puspa yang melihat anaknya pun sedih, anaknya terlihat sangat sedih dan terpukul atas kepergian kakeknya. *** Diandra masih belum beranjak dari ruang depan, dia bahkan sama sekali tidak mau makan dan hanya terdiam melihat kakeknya yang terbujur kaku di sana. Malam sudah semakin larut dan Abelano semakin khawatir dengan keadaan Diandra yang seperti ini. Ayah dan Ibunya sama sekali gagal dalam membujuk anaknya untuk mengisi perutnya sejak pertama sampai Diandra hanya menangis dan bahkan sempat pingsan sekali dan kini sudah sadar dirinya hanya terdiam membisu. Abelano sudah memperkenalkan dirinya kepada Puspa dan Eto, walaupun ini bukan waktu yang baik untuk Abelano mengenalkan dirinya tapi dia harus melakukan ini, dia tidak mau membuat kedua orang tua Diandra bertanya tanya siapa dirinya yang sampai mengantarkan Diandra pulang. "Nak Abelano, makan dulu ya? udah dari sore belum makan sama sekali" ucap Puspa. "Bentar Bu, saya masih ingin mencoba membujuk Diandra untuk makan" ujar Abelano sopan. "Nak, coba kamu ajak Diandra keluar dia sangat sedih semoga bisa menenangkan pikirannya terlebih dahulu. Semua memang terjadi sesuai dengan kehendak dari Tuhan, Diandra harus ikhlas agar kakek bisa pergi ke surga dengan tenang" ucap Puspa. "Baik Bu, saya coba bujuk Diandra ya" ujar Abelano dan diangguki oleh Puspa. Puspa merasa beruntung anaknya mendapatkan pasangan yang sangat sopan dan menyayangi anaknya dengan baik, bahkan dirinya mau mengantarkan anaknya sampai sini dan bahkan memastikan selamat sampai rumah. Abelano mendekati Diandra, dia mengatakan ingin berbicara sebentar dengannya. Mata Diandra yang bengkak bahkan terlihat sangat menyedihkan, dirinya tidak pernah melihat kondisi Diandra yang seperti ini rasanya dia tidak sanggup dia ingin Diandra bahagia seperti biasanya. "Sayang, setidaknya kamu harus makan" ucap Abelano pada kekasihnya. "Aku rasanya ga bisa makan" bisik Diandra. "Mas mau ajak kamu keluar, nenangin diri kamu dan kamu harus isi perut kamu. Mas bukan egois ya sayang, tapi ibu sangat khawatir kamu dari sore sama sekali belum makan" ujar Abelano. "Maafkan Diandra yang egois mas, Diandra nggak mikirin perasaan Ibu" ucap Diandra. "Kamu ganti baju dan cuci muka dulu sayang, Mas juga mau mandi sebentar habis itu kita makan di luar kalau kamu memang nggak tega makan disini" ujar Abelano dan langsung diangguki oleh Diandra. Abelano Kini masuk kedalam kamar, kedua orang tua Diandra meminta Abelano untuk istirahat di kamar Bagus untuk sementara waktu karena memang di rumah ini hanya ada beberapa kamar dan sudah di pakai mereka semua, ada satu kamar tamu tapi di pakai oleh saudara jauh yang masih kerabat mereka. "Bagus, kakak mau numpang mandi ya? Mbak mu mau minta temenin keluar sebentar" ujar Abelano pada Bagus yang baru saja selesai membersihkan diri. mereka semua saling membantu mempersiapkan semua pemakaman dengan baik, banyak hal yang harus di persiapkan dan mereka semua sangat beruntung memiliki tetangga yang mau saling membahu dalam pemakaman ini, mereka sangat baik dan hubungan kekerabatan di desa ini masih terjalin dengan baik. "Iya kak, silahkan mandi dulu aja Bagus mau ke depan bantuin Ayah. Tolong jaga mbak Dian ya kak" ujar Bagus pada Abelano. "Siap Gus" ucap Abelano pada Bagus. Hari ini walaupun rasanya sangat melelahkan tapi Abelano bangga pada dirinya yang bertanggung jawab dengan Diandra, dia yang selalu berjanji akan menjaga Diandra dalam suka maupun duka tidak pernah mengingkari janjinya dia benar-benar menepati untuk Diandra. *** Mereka kini berada di pinggir jalan, yang tersisa hanyalah angkringan dan mau tidak mau mereka makan disana. Abelano makan dengan lahap karena dirinya juga merasa lapar karena seharian tidak makan, Diandra mau tidak mau akhirnya makan karena sikap Abelano yang kembali tegas jika Diandra tidak menuruti apa yang dia katakan itu. Abelano harus tegas agar Diandra melakukan apa yang dia perintahkan, dirinya tidak mau jika sampai Diandra sakit apalagi kondisinya tidak memungkinkan seperti ini. "Sayang, jangan diam aja Mas khawatir sama kamu" ujar Abelano. "Mas, Diandra masih sedih" jelas Diandra. Diandra hanya ingin mengatakan jika dirinya sama sekali tidak baik baik saja, kehilangan ini kembali memberikan luka di hatinya. "Mas tau sayang, ini semua sudah takdir jangan terus menangis biarkan kakek pergi dengan tenang, kita hanya bisa mendoakan jika kakek akan berada di tempat terbaik disisi Tuhan" ucap Abelano. "Amin, Diandra juga ingin seperti itu Mas semoga kakek mendapatkan tempat yang terbaik disisi Tuhan. Diandra akan berusaha tidak menangis karena memang ini adalah Takdir yang sudah Tuhan berikan untuk kakek, Diandra harus bisa menerimanya dengan ikhlas" ujar Diandra. "Ini baru pacarku, harus kuat ya sayang" ujar Abelano dia mengecup tangan Diandra dengan sayang. setelah semuanya cukup Kini Diandra akhirnya pulang bersama dengan Abelano, dirinya sudah makan dan kini mereka akan begadang disini mereka akan begadang sampai besok orang tua mereka dimakamkan. Abelano banyak dikenal oleh keluarga Diandra, mereka merasa senang Diandra mendapatkan jodoh yang baik dan bahkan sangat sopan kepada mereka. semua keluarga pun menyetujui jika hubungan mereka akan berlanjut sampai ke pelaminan, Diandra belum memikirkan sampai sana tetapi dia hanya mengamini apa yang mereka katakan karena doa baik harus diterima. "Calonnya Mbak Dian ya Budhe?" tanya Sinta ponakan Diandra. "He sin, masih kecil Lo nanya nanya hayo" ujar Puspa. "Sinta penasaran Budhe" balas Sinta. semua keluarga berkumpul menjadi satu disini, tiada kesedihan mereka hanya menangis ketika pertama kali ayah mereka menghembuskan nafas terakhir nya, tapi setelah itu mereka berusaha untuk tegar menangis hanya membuat jalan kakek terhambat menuju surga mereka sudah mendoakan yang terbaik dan berharap kakek akan sampai sana dengan baik. kepergian kakek mungkin mengejutkan karena sebelumnya kakek hanya sakit beberapa hari saja dan langsung meninggal, tapi Puspa merasa bersyukur setidaknya ayahnya tidak merasakan sakit yang terlalu lama sebelum kepergiannya. "Nak kalau mau bobok Ndak papa, kamu kan perjalanan jauh" ujar Puspa. Puspa melihat anaknya kasihan, masih merasakan kesedihan yang sangat terlihat jelas disana, tapi dia berharap anaknya akan segera beradaptasi dengan semua ini dirinya harus kembali ke Jakarta untuk menyelesaikan studi nya disana. "Diandra nggak ngantuk kok Bu," jawab Diandra. "Nak Abelano kalau capek suruh istirahat aja nak, kasihan jauh-jauh dari Jakarta udah mau nganterin kamu sampai sini" ucap Puspa. "Iya nanti Dian bilang sama Mas, biar dia istirahat" jelas Diandra. "Udah jangan sedih terus, kakek udah bahagia ketemu nenek di Surga" ucap Puspa lalu memeluk anaknya. Puspa yakin anaknya akan paham dan mengerti dengan semua yang dia katakan, Diandra sudah dewasa dirinya pasti mampu mengontrol dirinya dengan baik dalam kondisi yang seperti ini. "Dek, kamu panggil Mas Abelano kedalam kasihan dia harus istirahat kecapekan perjalanan jauh" ucap Diandra pada Bagus, Adiknya. Adiknya bahkan sudah lebih tinggi dari dia, wajah mereka sangat mirip dengan ayahnya dari Jepang mereka sangat cantik dan tampan. "Iya mbak, bentar bagus panggilkan" ujar Bagus. Bagus walaupun dia begini, dia sangat menurut dengan keluarganya bahkan bisa dibilang tidak pernah berbuat onar dan selalu melakukan tugasnya dengan sangat baik sebagai pelajar. Bagus selalu mengikuti apa yang ayah dan ibunya ajarkan dirinya pula harus sukses seperti mbak nya yang berhasil kuliah di Jakarta dengan hasil beasiswa sehingga tidak membuat keluarganya merasa terbebani. keluarga Diandra sangat mampu jika harus membiayai anaknya kuliah, hasil pertanian mereka sangat bagus dan hasilnya sangat menguntungkan bagi mereka tetapi sejak dulu Diandra hanya ingin kuliah jika mendapat beasiswa dan semuanya pun terlaksana sesuai dengan apa yang dia mau. Diandra mendapatkan beasiswanya dan dia harus belajar dengan sangat baik agar tidak mengecewakan orang tuanya nanti. "gimana sayang?" tanya Abelano pada Diandra. "Bagus Ndak bilang apa apa to mas?" tanya Diandra balik. "Bagus cuma bilang kalau kamu manggil aku" jelas Abelano. Diandra kini tau mungkin adiknya merasa masih canggung berbicara lama dengan Abelano karena itulah kini dirinya mengatakan hal itu pada Diandra, memang Diandra yang harus mengatakan semuanya pada Abelano jika kesehatan Abelano juga sangat penting saat ini. "Kamu istirahat dulu mas, Diandra Ndak mau kalau mas sakit" ucap Diandra. "Mas Ndak enak sayang, masih banyak orang di luar mas mau nemenin Bagus sama ayah" ujar Abelano. Diandra paham, mana bisa dalam kondisi seperti ini dirinya istirahat? dia saja bahkan sama sekali tidak bisa tertidur dengan tenang dalam kondisi yang seperti ini karena itulah dia maklum dengan apa yang dikatakan oleh kekasihnya. "Ya udah, kalau ada apa-apa bilang sama Bagus atau langsung sama aku ya mas" jelas Diandra. "iya sayang, ya udah mas ke depan dulu ya" pamit Abelano. Diandra mengangguk dirinya merasa bahagia melihat kekasihnya yang bahkan mampu berbaur dengan warga desa seperti ini, dia yang terlihat angkuh kini sangat berbeda dengan perlakuannya saat ini. Diandra bersyukur mendapatkan Abelano walaupun terkadang dia merasa kesal dengan sikap posessive nya tapi Abelano melakukan semua itu karena rasa sayangnya kepada Diandra yang terlalu besar. bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN