4.Mendapatkan misi

1080 Kata
Pangeran Tirta yang terkenal dengan sifat dingin langsung melunakkan wajahnya dan menatap penuh kasih sayang ibunda tercintanya itu. Dia merasa bersalah karena sudah membuat ibunda tercintanya meneteskan air mata yang begitu berharga hanya karena dirinya terluka. Ia berjanji akan berlatih semakin giat lagi agar tidak mudah terluka dan membuat orang kesayangannya itu menangis lagi. "Tenang saja Ibunda! Putramu ini kuat dan lihatlah putramu ini bisa berdiri dengan baik. Ibunda dengar dari siapa Tirta terluka? Ibunda tahu kan putramu ini begitu kebal mana mungkin putramu terluka." Ucapnya sambil mencium kening ibunya itu dengan penuh kasih sayang dan ia langsung menatap sekitar dengan tajam seolah-olah memperingati orang-orang di sana untuk tidak membocorkan bahwa ia sebenarnya memang terluka. "Benarkah ibunda dengar dari para pelayan kau pulang dengan keadaan yang terluka? Apakah pendengaran Ibunda yang salah. Jika memang begitu ibunda bersyukur. Baiklah sekarang kita sudah menyelesaikan rapat ini dulu." Ucapnya dengan suara yang begitu lembut dan dia langsung kembali duduk di sebelah sananya walaupun sebenarnya ia tak percaya dengan ucapan putranya itu. "Baiklah karena sudah berkumpul semua kita akan mengadakan rapat penting!" Ucap raja balangga dengan suara yang menggema. "Kekeringan yang terjadi di kerajaan kita ini benar-benar memprihatinkan. Bahkan kekeringan ini sudah merenggut banya nyawa rakyat kita. Kita tidak bisa tinggal diam dan kita harus segera mencari orang dalam ramalan itu agar bisa membantu kita keluar dari masalah. Bahkan aku sudah memerintahkan ketiga pangeran kerajaan ini untuk mencari orang dalam ramalan itu tetapi setelah satu bulan lebih belum juga ada titik terang keberadaannya. padahal fenomena yang dikatakan oleh tertua ketiga sudah terlewatkan. Bagaimanapun caranya kita harus segera menemukan solusi secepatnya. Sekalipun kita belum bisa menemukan orang dalam ramalan itu." Ucap raja dengan nada suara yang tegas tapi raut wajahnya terlihat sedih karena angka kematian dari rakyatnya tiap hari bertambah karena kekeringan ini. Di ruangan itu hening tanpa ada satupun yang mengeluarkan suara karena mereka juga benar benar bingung mencari solusi saat ini karena sudah berbagai cara dilakukan tetapi belum juga ada solusi. Tiba-tiba dalam keheningan itu pangeran kedua menatap tetua ketiga yang bernama Datuk Batara dengan sangat intens. Hingga membuat batu Batara berdehem. "Ada apa pangeran Tirta? Kenapa menatap ku sampai seperti itu?" Tanya Datuk Batara dengan kesal. Bagaimana tidak kesal ia ditatap oleh muridnya sendiri seolah-olah ingin menelannya hidup-hidup. Sedangkan pameran Tirta hanya tersenyum sinis menatap gurunya itu. "Benar-benar murid yang tidak punya sopan santun! Lihat saja setelah ini aku akan memberikan hukuman kepadamu karena sudah berani-beraninya meremehkan gurunya sendiri." Ucap Datuk Batara di dalam hati sambil menatap pangeran Tirta dengan raut wajah yang kesal. "Baiklah jika dari kalian belum ada yang bisa memberikan solusi. Rapat saat ini ditutup dulu dan kalian tetap harus berpikir mencari solusi menyelesaikan masalah kekeringan ini." Ucap raja balangga sambil meninggalkan ruangan rapat itu dengan raut wajah yang kecewa karena sudah selama ini belum ada titik terang penyelesaian. "para pangeran temui guru di tempat biasa!" Titah Datuk Batara yang tak lain adalah ketiga guru dari pangeran kerajaan itu. Para pangeran langsung mengikuti langkah gurumu dengan raut wajah yang datar. Mereka semua dikenal dengan sosok pangeran yang sangat dingin tetapi berbeda jika terhadap keluarganya. "Ada apa guru memanggil kami semua? Apa ada masalah yang mendesak." Datuk Batara menghembuskan nafasnya sambil mengusap janggut panjangnya. Lalu ia menatap ketiga pangeran itu secara bergantian. "Guru sudah merasakan keberadaannya di kerajaan ini! Tapi guru belum bisa memastikan di mana titik lokasi orang dalam ramalan itu. Jadi guru ingin kalian segera mencari orang dalam ramalan itu sebelum orang jahat yang menemukannya pertama kali." "Benarkah guru! Tetapi sebulan ini kita sudah menghabiskan waktu kita untuk mencari orang dalam ramalan itu. Tetapi sampai sekarang belum ada titik terangnya." Kata pangeran Satya dengan raut wajah yang terlihat murung. Datuk Batara menata pangeran ketiga dengan ekspresi wajah yang kesal. "Muridku tidak pernah pantang menyerah. Apalagi ini baru sebulan! Kalian mau kerajaan ini hancur jika kita tidak menemukan orang dalam ramalan itu secepatnya. Guru tidak mau tahu kalian harus terus berupaya. Satu lagi guru mendapatkan petunjuk bahwa orang dalam ramalan itu wanita." Ucap datuk Batara dengan tegas tanpa mendengar bantahan lagi. "Baik guru! Kami akan kembali mencari gadis dalam ramalan itu.!" Ucap serempak ketiga pangeran di kerajaan kulon itu. Datuk Batara mengangguk-anggukkan kepalanya dan tersenyum puas melihat ketika muridnya itu begitu patuh. Tetapi tatapannya langsung terhenti saat menatap pangeran kedua. "Pangeran pertama dan pangeran ketiga silakan lakukan tugas kalian tetapi untuk pangeran kedua tetap disini karena ada sesuatu yang perlu guru pastikan." Ucap Datuk Batara sambil terus mengusap kumisnya yang panjang. "Baik guru! Kami berdua undur diri dulu." Ucap kedua pangeran itu serempak. Setelah itu mereka semua pergi meninggalkan tempat itu meninggalkan datuk Batara dan pangeran kedua. "Apa ada sesuatu yang akan guru sampaikan?" Tanya pangeran Tirta dengan raut wajah yang dingin. "Ckck wajahmu itu jangan terlalu tegang! Membuat guru tidak nyaman! Jangan terlalu dingin terhadap guru." Ucap Datuk Batara dengan raut wajah yang kesal. "Maaf guru!" Ucapnya tanpa menunjukkan ekspresi sedikit pun. "Menyedihkan sekali tua bangkai ini! Bisa-bisanya tua bangka ini memiliki murid yang begitu dingin dan bahkan menyebalkan. Apa-apaan itu raut wajah nya? sama sekali tidak ada ekspresi" "Apakah kau merasakan?" Tanya Datuk Batara mengalihkan pembicaraan dan ia merubah raut wajahnya menjadi lebih serius. "Merasakan apa guru?" "Entah kenapa guru merasakan aura yang berbeda dari tubuhmu? Apa kau baru saja bertemu seseorang kenapa auranya begitu memikat dan sangat berbeda jauh dengan aura yang kau miliki." Tanya guru Batara sambil terus menatap pangeran kedua dengan begitu teliti. "Aura seperti apa yang guru rasakan?" Ucap pangeran Tirta dengan sedikit tegang tetapi raut wajahnya tetap datar. "Auranya begitu memikat tetapi juga menenangkan dan bahkan tidak ada tanda bahaya dari aura itu. Sama seperti saat terjadinya fenomena yang melanda di kerajaan kita sebulan lalu." Datuk Batara berusaha mengingat-ingat kejadian yang telah terjadi sebulan lalu yang mana menggemparkan kerajaan kulon bahkan hingga saat ini. "Benarkah guru! Berarti orang yang baru saja bertemu denganku adalah orang yang ada di dalam ramalan itu. Aku bertemu dengannya saat aku terluka dan ia membantu mengikat luka ku dengan kain." Ucapkan dengan jujur tanpa ada kebohongan sedikitpun. Lalu matanya menatap pergelangan tangannya yang mana terdapat kain yang sudah terkena noda darah milik gadis itu. "Benarkah kau terluka? Guru lihat kau sama sekali tidak ada luka!" Ucapnya menyipitkan matanya. Hingga pangeran Tirta langsung membuka bajunya dan berniat menunjukkan luka yang ada di perutnya. Deg deg "Bagaimana bisa? Aku tadi mendapatkan luka yang begitu besar dan aku sama sekali tidak mengeluarkan ilmu kanuragan ku untuk menyembuhkannya tetapi kenapa luka itu hilang seolah-olah tidak pernah ada luka di perut ini."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN