Cinta Sepihak

1062 Kata
Apa yang kau harapkan dari cinta sepihak? Kau tak mungkin berpikir, bila dirimu akan hidup bahagia dan tertawa senang, saat tahu bila dirinya tak ‘kan mungkin bisa membalas perasaanmu, bukan? Cinta sepihak kerap meninggalkan luka. Tak ada hal baik yang kau dapatkan dengan perasaan yang tak berbalas itu. Pada akhirnya, kau sama saja seperti melakukan bunuh diri dengan cara menikam jantungmu sendiri dengan pisah. Sakit, namun tak berdarah. Cantika mengusap air matanya, mencuci wajahnya agar pria itu tak mengatakan dirinya seorang Drama Queen yang hanya bisa mendramatisir keadaan dan bersikap bagai seorang korban. Cantika harus menahan perasaannya sendiri. Biarlah lukanya itu dinikmatinya sendiri agar tak ada yang tahu bila cinta sepihak yang ia miliki, telah membunuh dirinya. Cantika kembali mengukir senyum di wajahnya. Saat merada dirinya sudah jauh lebih baik. Wanita itu membawa nampan berisikan minuman dingin dan juga camilan ke ruang keluarga, lalu meletakkannya ke meja. Cantika sengaja terus menunduk karena ia tak sanggup melihat siksaan yang membuat hatinya semakin terluka. Dirinya berusaha menghibur hatinya sendiri, bila semua penderitaan yang dialaminya akan segera berakhir. “Duduklah, mau ke mana?” Suara Tian membuat Cantika tersenyum lirih. Wanita itu berdiri di hadapan sepasang anak manusia yang tampak begitu mesra. Dahlia bagaikan ulat yang melekat di lengan Tian, seperti tak mungkin bisa lagi dilepaskan dari pria itu. Sedang Tian sesekali mengelus lembut puncak kepala Dahlia dan mengecupnya penuh kasih. “Apa kamu harus melakukan ini padaku? Kenapa kamu begitu tega dengan membuatku harus menyaksikan semua ini, Mas? Apa bagimu, aku bukan manusia?” Suara Cantika bergetar. Walau bagaimanapun dirinya hanya lah manusia biasa yang mempunyai batas kesabarannya sendiri. Tian boleh menganggapnya orang asing, boleh menghinanya, tetapi haruskah pria itu turut mencemari janji pernikahan yang mereka ucapkan di hadapan Tuhan hanya untuk membuatnya semakin menderita? Tidak bisakah pria itu bersikap seperti seorang suami yang takut ketahuan selingkuh dengan melakukan hal tercela itu secara diam-diam di belakang pasangannya? Meski hal itu salah, namun Cantika bisa menyelamatkan sebagian hatinya dengan menipu dirinya sendiri dengan semua keindahan dari ilusi yang diciptakannya sendiri. Pria itu tersenyum miring, lalu tertawa renyah. Ia menatap Cantika dengan tatapan kesal. “Apa yang kamu harapkan dari pernikahan kita? Bukankah sejak awal sudah ku bilang kalau aku nggak akan mau mengakuimu sebagai istriku? Aku nggak akan pernah bisa mencintaimu. Sudah ku bilang kalau aku memiliki kekasih yang akan kembali satu tahun lagi. Aku juga sudah mengatakan bila aku nggak peduli dengan hubungan yang mengikat kita karena aku nggak mau melepaskan satu-satunya cinta di dalam hidupku,” Pria itu tersenyum mengejek pada Cantika yang menatapnya nanar. Cantika meremas-remas bagian bawah kaosnya. “Aku nggak mengharapkan cinta ataupun akhir yang bahagia, akan tetapi apa kamu harus melakukan perselingkuhan ini di depanku? Apa kamu harus membawa wanita lain ke rumah kita?” Suara Cantika bergetar hebat. Cantika tahu bila dirinya tak punya hak untuk marah. Dirinya bukan lah istri yang dianggap, akan tetapi tak bisakah pria itu menghormati pernikahan mereka? Tak bisakah pria itu memperlakukannya dengan baik, meski mereka bersikap seperti sepasang asing? Cantika tak bisa mengendalikan kemarahan dan juga rasa sakitnya, hingga tanpa sadar mampu mengeluarkan perkataan yang tentu saja mampu memancing amarah Tian padanya. “Aku bebas membawa siapa saja ke rumahku, bila nggak suka, harusnya kamu yang keluar!” Pria itu mengeraskan rahangnya, “Lagipula, aku nggak berselingkuh. Hubungan yang bisa dikatakan sebagai perselingkuhan adalah saat dua orang yang saling mencintai, mulai melirik orang lain dan aku nggak melakukan semua itu. Hingga saat ini cintaku masih sama dan aku nggak pernah sekali pun mengkhianati orang yang ku cintai,” Lanjut Tian dengan datar. Cantika menggigit kuat-kuat bibir bagian bawahnya. Mencegah air matanya untuk jatuh di hadapan Tian. Ia tak mau membiarkan pria itu melihat rasa sakit yang sulit ia sembunyikan. Semua perkataan Tian memang benar. Pria itu tak berselingkuh darinya karena sejak awal hubungan mereka hanya kesepakatan antar dua keluarga. Tak pernah ada cinta di antara mereka. Cantika bagaikan pungguk yang merindukan bulan, cintanya tidak berbalas. “Aku istrimu, meski kamu nggak menginginkannya. Aku juga manusia yang bisa merasa. Sampai kapan kamu mau membalaskan kebencian dan juga dendammu akan kesepakatan keluarga kita padaku? Harusnya, kamu juga bisa menolak. Kenapa kamu malah memilih untuk melimpahkan semua kesalahan dan juga kekesalanmu padaku? Bukankah, aku juga korban?” Pria itu memukul meja di hadapannya, hingga membuat Cantika terperanjat. Begitu pun dengan Dahlia yang berada di sisinya. Pria itu mengeraskan rahangnya dan menatap Cantika dengan tatapan penuh amarah. Pria itu mengepalkan tangannya kuat-kuat. “Kamu adalah korban? Jangan bercanda, Tika!” Pria itu tertawa garing, “Jangan memulai drama memuakkan ini. Kamu memang adalah seorang Drama Queen yang menjijikkan,” Pria itu menangkup dagu Cantika dengan tangannya dan menatap wanita itu dengan jijik, “Perusahaan papaku sedang berada di ujung kebangkrutan dan kami nggak bisa berbuat apa pun. Satu-satunya cara agar papamu mau membantu papaku adalah dengan pernikahan kita berdua. Apa kamu pikir saat itu aku mempunyai pilihan?” Pria itu mengeratkan cengkramannya pada dagu Cantika, sedang Cantika berusaha merontah dan mengatakan sepatah kata ‘sakit’ yang diabaikan oleh Tian. Pria itu seolah menulikan telinganya sendiri dan tak bisa mendengarkan rintihan Cantika. Melihat air mata keluar dari kelopak mata Cantika membuat Tian merenggangkan cengkraman tangannya pada dagu wanita itu. “Aku menikahimu hanya untuk menyelamatkan perusahaan papaku, jadi jangan pernah berpikir bila apa yang ada di antara kita adalah sesuatu yang nyata. Kamu dan aku, akan selamanya menjadi asing. Kamu adalah kemalangan yang nggak bisa kuhindari. Seharusnya, kamu yang menolak jika memang bermaksud baik.” Air mata Cantika mengalir semakin deras. Ia tahu, bila pernikahan mereka terjadi karena kesepakatan bisnis di antara ayah mereka. Ayah Cantika tak ingin mengeluarkan uang banyak untuk membantu ayah Tian tanpa adanya pernikahan karena ayah Cantika tak ingin bila orang yang sudah dibantunya, pergi dan melupakan semua jasanya begitu saja. Harus ada jaminan. Pernikahan adalah cara yang saat itu dianggap ayah Cantika mampu mengamankan investasinya di perusahaan ayah Tian. Cantika memang bersalah karena hendak menyelamatkan pria yang dicintainya dan juga berusaha mendapatkan keajaiban bagi dirinya sendiri. Cantika menepis tangan Tian dan segera berlari meninggalkan keduanya. Ia tak sanggup lagi melihat pria yang dicintainya bermesraan dengan wanita lain. Ia tak sanggup menghancurkan hatinya lebih dari ini demi cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Cantika tak mampu lagi menahan sesak di dadanya dengan melihat kenyataan yang tak ‘kan pernah bisa dihindarinya. Sungguh, bila bisa memilih, Cantika tak ingin memiliki cinta yang seperti ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN