Symphony-1

1471 Kata
Suasana pagi di rumah Symphony tampak dingin seperti biasanya. Dia memainkan alat musik favoritnya bahkan saat dia baru saja beranjak dari ranjang. Rutinitasnya memang seperti itu setiap pagi. Di saat kebanyakan rutinitas orang pada umumnya bangun tidur adalah mengecek ponsel, ke kamar mandi, ataupun menikmati secangkir teh hangat, tidak halnya dengan Symphony. Setelah mengenakan jubah tidur dia akan melangkah cepat menuju pianonya yang terletak di ruangan khusus yang dirancang kedap suara. Sehingga suara permainan piano Symphony tidak begitu terdengar sampai keluar ruangan. Ruangan berukuran sekitar empat kali empat meter itu adalah tempat hibernasi terbaik bagi Symphony Khawas. Dia menyebutnya sebagai ruang sunyi. Symphony sangat mencintai musik klasik. Dia lahir dari rahim seorang ibu yang mahir memainkan beberapa alat musik seperti piano, biola dan selo. Ibu Symphony tercatat sebagai pemain selo utama sebuah grup orkestra terbaik yang pernah dimiliki oleh negara ini pada masanya. Namun meski ibunya lihai memainkan alat musik yang nadanya satu oktaf di bawah biola, Symphony lebih memilih piano sebagai alat musik favoritnya. Jemari lentik Symphony mulai menari indah di atas tuts piano. Pagi ini dia memilih concerto no. 21 in C untuk menyambut harinya. Baru separuh partitur, terdengar suara ketukan dari pintu ruang musik. Tidak lama kemudian masuk seorang wanita berusia sekitar lima puluhan menghampiri Symphony. Dia kemudian berbisik tepat di samping telinga Symphony. "Di cari Pak Aries, Bu," ujar wanita paruh baya tersebut di samping Symphony yang masih khusyuk memainkan pianonya. Symphony hanya mengangguk dengan mata terpejam. Setelah kepergian wanita paruh baya yang merupakan pembantu rumah tangga di rumahnya, jari Symphony mulai gemetar, tanda dia harus mengakhiri permainan pianonya lebih awal. Dia membereskan piano, mematikan lampu dan keluar dari ruang sunyi. Saat langkahnya baru saja meninggalkan pintu ruang sunyi, terdengar suara pecahan beling dari lantai atas, dari arah kamarnya lebih tepatnya. Symphony mengeratkan jubah tidur, menarik napas panjang sebelum akhirnya memutuskan untuk melihat siapa pembuat gaduh pagi hari ini, yang sebenarnya sudah diketahui oleh Symphony pelakunya. "Masih pagi loh, ini!" ujar Symphony saat membuka pintu kamar, mendapati kamarnya dalam kondisi berantakan. Keadaannya sangat jauh berbeda dengan saat ditinggalkannya beberapa waktu yang lalu. Aries tidak memedulikan peringatan yang diberikan oleh Symphony. Dia hanya menatap dingin, kemudian mengukir senyum culas saat beradu tatap dengan Symphony. Aries melangkah tenang menuju ke arah Symphony yang baru saja menutup pintu kamar. "Masih pagi kamu bilang? Masih pagi tapi abang kamu itu sudah merusak mood baikku sepagi ini," ujar Aries sinis. "Kali ini apa lagi?" "Dia menolak rancangan anggaran yang baru aku kirimkan kemarin. Dan sekarang salah satu rekeningku dibekukan. Stupid! Gimana gue bisa jalan maju kalau dihalangin terus seperti ini?" Aries semakin geram. "Mungkin ada yang janggal dari rancangan anggaran itu. Kamu tahu sendiri Bang Luthfi itu teliti banget. Apalagi yang berurusan sama keuangan dan perusahaannya. Kamu mau karena satu keteledoran lantas membuat kita semua hancur?" "Maksudnya aku yang teledor dan akan menghancurkan semuanya?" "Bukan gitu maksud aku , Eris!" "Dia bisa semudah itu menandatangani proyek apa pun yang kamu dan Arkan ajukan. Begitupun Daniyal yang masih bau kencur dalam urusan bisnis. Kenapa sama aku perlakuannya mesti beda?" "Mestinya kamu nengok ke belakang, Eris! sudah berapa kali kamu mengecewakan Bang Luthfi? Bahkan perusahaan besar keluargamu juga hancur di tanganmu sendiri. Dan sekarang, apa kamu mau menghancurkan perusahaan abangku juga?" Plak!!! Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi kiri Symphony. Kepala Symphony tertunduk saat mendapatkan sebuah tamparan dari Aries. Dia menekan pelan pipinya untuk mengurangi rasa nyeri dan panas yang seketika itu menjalar di seluruh wajahnya. Aries mengusap pipi Symphony yang tadi ditamparnya, kemudian berlalu begitu saja dari hadapan wanita yang telah menjadi istrinya selama sepuluh tahun terakhir. "Ah, sial!" umpat Symphony saat mengompres pipinya dengan handuk yang telah dibasahi air dingin. "Padahal udah sering, tapi masih aja kerasa sakitnya," gerutu Symphony. Symphony keluar dari kamar mandi. Melangkah cepat mencari keberadaan ponselnya. Dia menghubungi seseorang untuk datang ke rumahnya pagi ini. Dia harus membereskan lebam di wajahnya karena hari ini adalah hari besar yang akan dihadiri oleh pihak-pihak teratas dalam struktur organisasi dan struktur kepemilikan saham Khawas Group. Dia tidak ingin wajahnya merusak kesempurnaan penampilannya, menjadi bahan pembicaraan banyak orang, terlebih abangnya akan menjadi pihak paling resah bila mencium hal tidak beres terjadi pada adik perempuannya pagi ini. "Donna, saya tunggu pagi ini ya. Jangan sampai terlambat!" ujar Symphony mengingatkan sekali lagi sebelum mengakhiri panggilan teleponnya. Donna adalah make up artist langganan Symphony. Donna sudah melayani Symphony selama lima tahun terakhir. Perempuan yang kini memiliki salon terkemuka itu memberi pelayanan spesial pada Symphony, karena berkat Symphony lah dia bisa sesukses sekarang. Selama masih di wilayah Jakarta, Donna akan datang kapanpun Symphony membutuhkan untuk merias wajahnya. Seperti yang terjadi pagi ini. Sebenarnya Symphony bisa-bisa saja merias sendiri wajahnya. Namun itu memakan waktu lama. Dia harus bergegas dan tidak boleh terlambat sampai kantor hanya karena perkara riasan wajah. *** Sekitar pukul setengah delapan, Symphony sudah siap dengan pakaian kantornya. Dia mematut dirinya di depan cermin. Sempurna, gumamnya dalam hati. Dia lantas mendekatkan wajahnya ke depan cermin untuk melihat hasil karya dari tangan dingin Donna. "Dari jauh nggak kelihatan, Kak. Tapi kalau diperhatikan dari jarak dekat lumayan kelihatan. Kalau cuma ruam merah bisa dengan mudah aku tutupin. Tapi ini bengkak. Cuma lebamnya aja yang bisa ditutupin, bengkaknya nggak bisa," jelas Donna. "But it's okey. Ini lebih baik dari sebelum kamu datang," jawab Symphony, tak ketinggalan melempar senyum manis yang mampu meyakinkan banyak orang kalau dia baik-baik saja. Tidak terkecuali Donna yang percaya begitu saja pada cerita Symphony, alasan di balik terciptanya lebam di wajah ayu Symphony. "Ketatap pintu kamar mandi kok sering banget, sih, Kak? Diganti aja model pintu kamar mandinya. Yang sleding door lebih aman," saran Donna yang tidak tahu menahu persoalan sebenarnya yang dialami oleh Symphony. "Iya, nanti aku pikirkan soal itu. By the way, big thanks, ya, Don. Nanti biayanya aku transfer." "Santai aja, Kak. Aku tinggal nggak apa-apa? Soalnya mau prepare rias pengantin nanti siang." "Nggak apa-apa, tinggal aja! Good luck ya, Donna," ucap Symphony saat melepas kepergian Donna dari kamarnya. Tidak lama kemudian Aries masuk kamar. Dia hanya menatap sekilas penampilan Symphony. Dress bahan beludru warna hitam pekat selutut, kombinasi kain brokat tanpa poring pada bagian lengannya, membalut tubuh semampai Symphony dengan anggun. Memperlihatkan lekuk tubuh idaman para wanita, tanpa lemak menonjol meski terlihat berisi di beberapa bagian. "Kamu mau ke pemakaman pakai baju serba hitam seperti itu?" komentar Aries saat Symphony membantunya menyimpul dasi. "Nanti aku kasih accesories supaya nggak kayak mau ke pemakaman," jawab Symphony, mengakhiri aktivitasnya memasang dasi untuk Aries. "You look so beautiful," ujar Aries memeluk tubuh Symphony dari belakang. "Milikku," ujar Aries, menyentuh lekukan tubuh Symphony dengan sensual menggunakan ujung jemarinya. "Kita sedang diburu waktu, Eris!" ujar Symphony mengingatkan, ketika tangan Aries meremas bongkahan p****t Symphony dengan sensual. "Maafkan aku soal tadi. Aku out of control, honey," ujar Aries, memutar tubuh Sympony menghadap padanya. Symphony mengangguk sekali, tapi tatapannya menerawang tidak menatap Aries seperti biasanya. Ada rasa lelah dalam tatapannya. Namun Symphony tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan kelelahannya itu. "Kita berangkat bareng ya?" tanya Aries sembari mengenakan jasnya. Symphony menggeleng, membuat anting-anting panjang yang menjuntai di kedua telinganya bergerak seiring gerakan kepalanya. "Aku ada urusan setelah selesai meeting dengan para pemegang saham," jawab Symphony, meraih tas dan melangkah keluar dari kamarnya. "Syfo, wait!" ucap Aries, menahan tangan Symphony yang hendak menggapai gagang pintu kamar. "Kenapa?" "Arkan nggak mau terbuka soal pembagian saham yang sudah disetujui Bang Luthfi," ujarnya lesu. "Jelas! Dia legal untuk Khawas Group. Dia punya kewajiban untuk merahasiakan keputusan mutlak pemilik perusahaan dari siapapun termasuk aku," jawab Symphony tegas. "Jadi kamu nggak punya bocoran daftarnya?" Symphony menggeleng. "Maaf, Eris. Aku benar-benar nggak punya kali ini. Lagian juga meeting ini bukan untuk membagi saham Khawas Group, tapi pemisahan saham milik Kak Ana dari Khawas Group," jelas Symphony, kemudian memberi sebuah kecupan di pipi Aries sebelum benar-benar meninggalkan kamarnya. "Jangan terlambat, Eris! Barusan Pak Darno mengabarkan kalau Bang Luthfi sedang dalam perjalanan menuju kantor," ujar Symphony dari arah tangga. "s**t!" pekik Aries kemudian mengempaskan pintu kamar sekuat tenaga. Symphony hanya menyentuh telinganya tanpa memedulikan kemarahan Aries. Dia tidak punya banyak waktu untuk menghadapi suaminya yang temperamental dan ringan tangan itu. Bunyi bip pada salah satu mobill yang berada di garasi rumah menandakan kalau langkah Symphony sudah sampai di dekat mobil. Dia menekan sakelar yang ada di sisi dinding dekat pintu garasi untuk membuka pintu garasi. Symphony mulai menyalakan mesin mobil dan memanaskannya sebelum mulai dilajukan. Setelah pintu pagar rumahnya sudah dibukakan oleh pembantu rumah tangganya, Symphony segera melajukan mobil meninggalkan garasi. "Saya nanti pulang agak malam. Nggak usah siapkan makan malam untuk saya," ujar Symphony saat melintas di samping pembantu rumah tangganya. "Pak Aries gimana, Bu?" "Siapkan makanan secukupnya saja. Hanya untuk berjaga-jaga kalau Aries ingin makan saat pulang kantor nanti." "Baik, Bu." "Saya berangkat ya. Kamu jaga rumah baik-baik!" ujar Symphony meningatkan. "Ya, Bu. Hati-hati dijalan," jawab pembantu rumah tangganya seraya sedikit membungkukkan tubuhnya. ~~~ ^vee^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN