Duka dan Kecewa

1041 Kata
Selintas memori masa kecil bersama Razella berputar di dalam kepala Elenio. Kala itu, bocah laki-laki yang mengenakan pakaian bergambar Spiderman, tengah duduk di rerumputan hijau seraya satu tangannya bergantian melempar kerikil ke dalam danau. Wajahnya cemberut menyimpan amarah. "Kamu kenapa? Lagi sedih ya?" tanya bocah perempuan yang berdiri menatap Elenio. "Iya aku lagi sedih," jawab Elenio jujur. "Jangan lama-lama sedihnya gak baik," kata Razella. "Gimana aku gak sedih orang tua aku berantem terus. Aku pusing dengarnya," ungkap Elenio memeluk kedua lutut kakinya. Sejenak Razella terdiam. Dia yang masih berusia 8 tahun, kini bahkan hidup sebatang kara. Dua minggu yang lalu kecelakaan maut telah merenggut kedua nyawa orang tuanya. "Sabar ya, kamu pasti kuat," ucap Razella kecil tersenyum manis, melihat itu Elenio ikut tersenyum. Bocah perempuan yang duduk di sebelahnya ini sangat baik nan cantik. Helaan napas berat terdengar dari mulut Elenio. Saat ini hanya Elenio seorang yang masih setia berada di samping makam Razella. Matanya terlihat sayu menatap batu nisan yang bertulis Razella Alika binti Hendra. Tangan Elenio terulur mengusap pelan batu nisan itu. Raut kesedihan tergambar nyata di wajah Elenio. "Ra, kenapa kamu pergi secepat ini?" tanya Elenio terdengar tidak rela dengan kepergian Razella. Sungguh miris takdir menulis riwayat hidup Razella. "Kamu bahkan nggak tepatin janji kamu buat lulus SMA bareng-bareng," ujar Elenio sedih. Air mukanya berubah keruh. Tidak dapat dipungkiri kenangan bersama Razella masih membekas dalam ingatan Elenio. Razella adalah sosok gadis kuat yang pernah Elenio temui. Bersahabat sejak kecil membuat keduanya saling mengenal dan memahami satu sama lain. Perjalanan hidup yang tidak mudah untuk dilalui. Saat umur Razella masih belia, Razella sudah diharuskan berjuang sendiri demi menyambung hidupnya, dia dipaksa dewasa karena keadaan yang menuntunnya pada kemandirian. "Tuhan gak adil Ra! Kamu sudah menderita dari kecil, dan kenapa hidup kamu berakhir seperti ini?" tanya Elenio berada diambang batas emosi. Sementara jauh di belakang Elenio ada Allana yang berdiri di sana mengamati Elenio. Dia memakai pakaian serba putih sambil membawa keranjang rotan berisi bunga. Allana datang sendiri tanpa sepengetahuan Devinka, dia berjalan tertatih dengan penglihatan yang mengabur. Allana memaksakan diri untuk datang kesini dengan kondisi demam yang belum mereda ditambah sakit kepala yang kini mendera. Allana menggunakan kalimat 'Butuh ruang sendiri' untuk mengusir Devinka secara halus. Kini Allana menatap punggung Elenio yang tampak rapuh dari sini. "Bukan cuma kamu yang kehilangan El, tapi aku juga," lirih Allana. Menangis dalam diam. Perlahan Allana melangkah mendekati Elenio. Satu tarikan napas panjang dilakukan Allana untuk meredam isak tangisnya. Sebelah tangan Allana memegang bahu Elenio membuat Elenio yang semula tertunduk menangis mengangkat pandang ke arah Allana. "Mau apa kamu kesini?!" tanya Elenio terdengar sangat tidak suka dengan kehadiran Allana. "Aku juga mau ziarah di makam sahabat aku El," lirih Allana yang kini berjongkok disebelah Elenio. Kemudian menaburkan bunga di makam Razella. "Jangan pernah sebut kamu sebagai sahabatnya Razella! Kamu penyebab kematiannya!" seru Elenio lugas. Mendengar bagaimana ucapan Elenio membuat d**a Allana kembali terimpit sesak. Disudutkan atas penyebab kematian Razella, bahkan Allana harus dirundung rasa bersalah karena tudingan yang ditujukan Elenio. Tampaknya bukti surat itu belum benar-benar bisa meyakinkan Elenio sepenuhnya. "Harus dengan cara apa aku meyakinkan kamu El? Aku gak pernah bunuh Razella, dia itu sahabat aku El!" ungkap Allana dengan derai air mata yang turun deras membasahi kedua pipinya. "Apa aku harus bertanggung jawab sama hal yang gak pernah aku lakukan El? Kamu pikir aku sejahat itu sama Razella? Kita udah kenal selama 10 tahun, tapi kamu bahkan gak pernah mengenal siapa aku. Ini semua udah takdir El, takdir," papar Allana suaranya terdengar parau. Elenio menggelengkan kepala, tidak terima dengan pernyataan yang dilontarkan Allana. "Bagi aku, kamu pelakunya Allana!" tegas Elenio tidak mau menurunkan egonya barang sedikit pun. Allana terdiam, wajahnya pias, lidahnya terasa kelu untuk membalas ucapan Elenio. "Aku minta maaf El, tapi bukan aku pelakunya," ucap Allana tulus dengan wajah menunduk lesu. "PERGI ALLANA! KEHADIRAN KAMU CUMA BUAT AKU TAMBAH EMOSI!" Elenio mengepalkan tangannya kuat. "Aku gak akan pergi. Aku gak mungkin ninggalin kamu dalam kesedihan El," jawab Allana. Elenio tertawa hambar. Allana pikir dengan adanya dia di sisi Elenio akan membuat keadaan lebih baik. Tidak, Elenio malah semakin membenci Allana. "Aku mohon, maafin aku El Kita selidiki sama-sama, kita ungkap bareng-bareng semuanya. Kamu mau ya El?" tanya Allana berniat untuk memperbaiki hubungan dengan Elenio. "Sampai kapanpun aku gak akan maafin kamu Al!" balas Elenio berseru keras. "Bahkan sampai aku mati, apa aku juga gak berhak dapat maaf dari kamu El?" tanya Allana kecewa. "Lebih baik aku mati El, daripada aku terus-menerus kamu salahkan!" gumam Allana terlihat pasrah. "Jaga ucapan kamu Allana!" tegas Elenio. "Keluarga aku juga gak pernah menerima aku, mereka benci sama aku dan sekarang kamu juga ikut benci. Jadi untuk apa aku tetap hidup?" ungkap Allana mengungkapkan luka di lubuk hati. Wajah Allana kian dibanjiri oleh bulir air mata. Terbesit rasa kasihan dari dalam diri Elenio. Sekarang ini Elenio masih terpukul dengan kepergian Razella. Menyalahkan takdir dengan cara melampiaskannya pada Allana. Elenio tahu Allana selalu dibeda-bedakan dengan adik laki-lakinya. Hidup bersama keluarga yang selalu menganggapnya tidak ada. "Kamu harus percaya sama aku El," pinta Allana mencoba meyakinkan. "El, aku janji akan berusaha cari bukti kematian Razella dan tunjukin ke kamu, kalau aku bukan .... Pembunuh," lanjut Allana terisak. Sulit bagi Allana untuk mengucapkan kata itu. "Aku bakal cari bukti sendiri!" sergah Elenio. "Hapus air mata palsu kamu itu!" perintah Elenio dengan sarkasnya. Air mata palsu kata Elenio? Apa Elenio benar-benar tidak punya hati? Bukan hanya Elenio yang merasa kehilangan tapi Allana juga sama. Ditambah dengan tuduhan yang disematkan Elenio pada Allana benar-benar menyayat hati Allana habis-habisan. Allana memegang lengan Elenio yang membuat emosi Elenio semakin tersulut. Elenio menepis tangan Allana kasar. Allana yang diperlakukan kasar seperti ini terus menangis. "Jangan pernah sentuh aku lagi!" peringat Elenio keras. Tidak ingin lebih lama bersama Allana. Elenio memilih beranjak pergi dari sana. "Cukup keluarga aku yang benci sama aku El, tapi kamu jangan," lirih Allana menatap punggung Elenio yang perlahan menjauh. Allana menangis sesegukan. Kedua netra Allana kembali menatap makam Razella. "Ra, sekarang El benci sama aku, dia juga pergi. Padahal kalian berdua adalah alasan kenapa aku tetap kuat sampai saat ini," ucap Allana. "Semoga kamu tenang disana, ya, Ra. Aku janji, akan cari Pelakunya. Aku yakin, kamu pasti pergi bukan karena bunuh diri." ujar Allana penuh tekad yang kuat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN