Tuan Putri (2)

1111 Kata
"Siapa dia?" tanya Helen, matanya mengarah ke Darian yang masih menatapnya antara kagum dan bingung. Salah satu dari prajurit yang mengikuti Helen, yakni seorang pria usia sekitar tiga puluh tahun, lebih mendekat ke Helen. Pria tampan ini bersiap-siap kalau 'sakit' Helen kumat dan melukai dua pengawal tidak bersalah. Dia putra perdana menteri, yang tak lain teman dekat Brian, juga pengawal pribadi Helen sejak lima tahun lalu. Namanya Gavin Windsor, sang Mayor pasukan utama kerajaan. Gavin memiliki postur gagah khas prajurit terlatih, tetapi memiliki netra hijau yang lembut seperti cendikiawan. Dia memiliki ekspresi keras di wajah tampannya, tapi sebenarnya sangat waspada dan berhati-hati di dalam. Pria yang menjadi gelar 'tertampan nomor 1' seantero Kerajaan Griffin itu selalu mengkhawatirkan Helen, lebih dari kekhawatiran orangtuanya karena dia masih belum menikah sampai detik ini. Bahkan reputasinya sebagai gay tidak lebih penting daripada keselamatan Helen. Kedua pengawal segera membungkuk, tidak berani menatap Helen yang mereka pikir dalam mode 'sakit' itu. Salah satunya berkata, "Dia putra seorang wanita b***k ... ta-tapi juga, anak haram Warn Caidan." Jantung Helen berdetak cepat kala nama paman pertama yang merupakan pengkhianat kerajaan itu terdengar. Darahnya memanas seolah naik ke kepala, membuat matanya memerah karena marah. Dia langsung mengambil pedangnya dan menebas leher si pengawal yang barusan berbicara, tepat sesaat setelah pengawal itu mendongak. Terpisahlah kepala pengawal itu dari badannya. Pengawal yang satu lagi menjerit ketakutan, dan langsung melarikan diri, lupa menyeret Darian yang termenung. Segera Helen akan menghabisi Darian juga, tapi Gavin yang akhirnya sadar situasi, langsung menahan tangannya. Helen dalam mode ini memiliki kekuatan sepuluh kali lipat lebih kuat dari keadaan normalnya, karena itu, Gavin yang telah lelah dari perang merasa sedikit kewalahan. Tangannya yang cedera bahkan semakin parah ketika pedang Helen menyayatnya. Gavin tahu kalau sejak kecil identitas Helen sebagai wanita telah dirahasiakan, karenanya Helen mendapat pelatihan selayaknya seorang pria. Berpedang, memanah, belajar di akademi kerajaan, dan segala hal yang dilakukan seorang pria telah Helen jalani, bahkan pola pikirnya pun seperti seorang pria. Berpedang merupakan keahlian terbaik Helen. Ketika usia sepuluh tahun, dan 'sakit' itu muncul, Helen bisa membunuh semua pelayannya dengan mudah. Hari-hari setelah itu, masa saat 'sakit' ini muncul hanya membuat kemampuan berpedangnya semakin membaik. Gavin menahan sakit di tangannya. Melihat ini, satu per satu prajurit yang tersisa pun berusaha menghentikan Helen. Hampir setiap prajurit yang coba menghentikannya, terkena pedang mematikan Helen. Mereka jatuh dengan luka serius di d**a atau tangan. Gavin tahu Helen cukup kuat saat ini, meski begitu, dia memperingatkan para prajurit, "Jangan melukai Yang Mulia!" Prajurit sangat kesal dan bingung. Bagaimana mereka bisa menghentikan Helen yang mengamuk tanpa melukainya? Kalau ini bukan bunuh diri, apa lagi namanya? Melihat prajurit kesulitan, Gavin, memerintah, "Panggil Jendral Rezvan!" Rezvan Garter, jendral besar pasukan utama kerajaan yang kini menjadi pengawal pribadi raja. Dia diakui sebagai orang terkuat di kerajaan yang mampu menghentikan Helen ketika mengamuk. Sampai saat ini, hanya pria itu yang bisa tetap aman dalam radius satu meter dari Helen, dan dengan mudah memukul leher Helen untuk membuatnya berhenti mengamuk. Sayangnya, Gavin yang telah terluka itu lupa kalau jarak gerbang Barat dan aula istana cukup jauh. Bahkan sebelum prajurit berhasil mencapai istana, mungkin, sepuluh pasukan ini akan mati di tangan Helen. Helen membantai semua orang yang coba menghalanginya mendekati Darian. Dia menggerakkan pedangnya dengan lincah, cepat, dan terampil, menyebabkan semua lawannya jatuh. Selama proses ini, matanya tetap terfokus pada anak lelaki yang berdiri terbodoh di sana dengan raut bingung. Sampai akhirnya dia berhasil tiba di depan Darian. Helen, dengan raut dingin dan tatapan membunuh, mencengkeram kuat pegangan pedangnya. Benaknya tidak bisa bekerja cukup baik karena setiap kali dia 'sakit', itu hanya dipenuhi kata 'bunuh!'. Di mata Darian, Helen seperti kebingungan dan menderita. Dia pernah tersesat di hutan dan ketakutan, kemudian dia marah pada dirinya sendiri karena ketidakberdayaannya. Menurutnya, saat ini Helen sama seperti dirinya waktu itu. Karena memikirkan ini, Darian diam saja bahkan ketika pedang Helen menusuk perutnya. Darian memuntahkan darah dari mulutnya. Dengan satu tangan, dia menahan tangan Helen yang coba menarik pedang, sementara satu tangannya lagi memeluk Helen. Napasnya yang panas menabrak wajah dingin Helen. Setelah bersusah payah, dia bisa menggerakkan tangannya untuk menepuk-nepuk punggung Helen. Dengan nada seperti membujuk seorang anak kecil, Darian berkata, "Sudah tidak apa-apa sekarang... tidak apa-apa... tidak apa-apa... tidak apa-apa..." Ibu Darian pernah mengucapkan kata-kata seperti itu ketika Darian akhirnya berhasil ditemukan di hutan dalam keadaan kacau. Makanya, Darian pikir, Helen juga bisa tenang kalau diberi tahu hal yang sama. Amarah Helen nyatanya berhasil menguap begitu saja. Benaknya dipenuhi suara lembut nan lemah Darian, yang entah mengapa seolah sangat dia rindukan. Nada lembut dan menenangkan ini pernah diucapkan ratu ketika Helen terjatuh dari pohon. Sejak lima tahun lalu, kecuali Gavin dan Rezvan, tidak ada yang berani bicara kepada Helen dengan santai, atau bahkan berada di dekatnya dalam radius satu meter. Semua orang menjaga jarak, takut kalau 'sakit' Helen akan kumat. Kalau bukan sangat mendesak, tidak akan ada yang berani berbicara dengannya. Sejak kecil, ratu terdahulu telah menyembunyikan identitas Helen sebagai wanita, dan membatasi pergaulan Helen. Selain ratu, Helen jarang berkomunikasi dengan orang lain, bahkan dengan pelayannya sendiri. Selama di akademi pun, Helen sudah terbiasa sendiri, dan jauh dari para anak bangsawan, saudara-sadari, atau sepupu-sepupu kerajaannya. Bisa dibilang, setelah kematian kedua orang tuanya, ini kali pertama seseorang memeluk Helen dan mengatakan bujukan lembut penuh perhatian kepadanya. Bahkan Gavin yang berani mendekatinya pun tidak pernah melakukan kontak fisik seintim ini. Karena fluktuasi suasana hatinya yang antara bingung, senang, tapi juga takut─kalau semua ini tidak nyata, kalau tidak mungkin ada yang berani bicara kepadanya tanpa rasa takut─Helen kehilangan semua kekuatannya. Pegangan pada pedang menjadi mengendur, dan dia membiarkan tangan hangat Darian memegangnya. Dunianya pun menjadi gelap. Darian telah kehilangan banyak darah, dan tidak lagi mampu menahan Helen yang pingsan. Keduanya terjatuh dengan Darian di bawah dan tetap memeluk Helen di atasnya. Gavin bangkit dengan susah payah, mendekati dua sosok tak sadarkan diri di depan sana. Meski tertatih, dia harus melihat keadaan Helen. Gavin tahu hanya ada dua kemungkinan untuk fase 'sakit' Helen menghilang; kalau bukan karena sudah tidak ada lagi orang yang hidup dalam garis pandangnya, maka itu karena Helen kehabisan tenaga. Untuk yang terakhir, juga ada dua penyebabnya; dijatuhkan oleh Rezvan, atau jatuh sendiri. Untuk yang terjatuh sendiri hanya pernah terjadi satu kali, yakni dua tahun lalu ketika di medan perang, dan kondisi Helen saat itu nyaris meninggal. Gavin mengangkat Helen yang tubuhnya dingin karena cuaca. Dia memeriksa denyut nadi di leher Helen, lalu mengembuskan napas lega ketika gadis itu masih dalam keadaan baik. Gavin memerintahkan seorang prajurit untuk segera memanggil tabib. Entah mengapa, dia ingin menyelamatkan Darian juga. Mungkin dia tahu, kalau pada saat ini, fase 'sakit' Helen menghilang karena adanya kemungkinan ketiga yang baru saja muncul; anak lelaki ini.   ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN