Begin

794 Kata
Rara               Aku berdiri gelisah di pinggir jalan menunggu lampu lalu lintas berwarna merah agar aku bisa segera menyebrang jalan. Sesekali aku melirik jam tanganku untuk memastikan bahwa aku belum terlambat. Pagi ini juga aku harus segera sampai di kantor baruku dan sama sekali tidak boleh terlambat. Kenapa? Itu karena hari ini adalah hari pertama aku bekerja disana. Setelah lampu menyala merah, aku segera menyembrang jalan. Namun, baru dua langkah aku mengnjak jalan raya, tiba-tiba ada mobil berwarna hitam yang seenak jidat menerobos lampu merah dan menabrakku. Prang! “Aaaaa….!” Aku menjerit kesetanan begitu rantang yang aku bawa jatuh berserakan di jalan raya. “ Woy, kalau nyebrang hati-hati dong!” maki sipemilik mobil sambil melongokkan kepalanya. “ Untung masih sempet ngerem. Cari mati?” lanjut pemilik mobil itu.             Mendengar bagaimana aku dimaki padahal aku yakin sekali lampu sudah menyala merah, aku langsung menghampiri pemilik mobil itu. “ Woy Mas! Nggak bisa lihat kalau lampu udah merah? Situ buta warna hah?!!!” makiku balik dengan mata melotot garang. “ Makanan saya berantakan gara-gara situ. Tanggung jawab!” lanjutku sambil meraih kerah si pemilik mobil. Si pemilik mobil itu adalah laki-laki. Sial, dia cakep! “ Woy! Lepasin kerah saya!” laki-laki itu menepis tanganku dengan satu kali sentakan keras sehingga tanganku langsung terlepas dari kerahnya. Laki-laki itu menatapku tak kalah garang. “ Minggir! Sebentar lagi lampu udah hijau.” Aku langsung melirik lampu lalu lintas yang saat ini menunjukkan angka tujuh berwarna merah. “ Tanggung jawab dulu! Kasihan ponakan saya. Dia belum sarapan.” ucapku sambil menunjuk rantangku yang kini sudah tumpah dan menggelinding ke pinggir jalan. “ Saya tidak ada waktu.” “ Nggak bisa gitu. Anda salah. Atau saya laporin polisi?” “ Saya bilang saya nggak ada waktu. Lain kali saya tanggung jawab. Sekarang minggir!” “ Woy Mas!” Tin tin tin…!             Aku langsung merasa tidak nyaman begitu mendengar klakson mobil yang mengantri di belakang. “ Mbak, awas. Kami mau lewat. Kalau mau selesaiin masalah kalian jangan di sini.” Teriak salah satu pengendara mobil di belakang. Karena aku mendengar suara klakson mobil semakin menjadi-jadi, akhirnya aku mengalah dan mundur. Namun tanpa bisa dicegah lagi, aku menyumpah serapah laki-laki itu begitu mobil itu berjalan menjauh. Double s**t! *** Danu                         Aku mengendarai mobil menuju kantor sedikit gila-gilaan berhubung aku bangun kesiangan sementara pagi ini aku ada rapat dengan klien dari Swiss. Rapat ini membahas proyek dalam skala besar dan aku sama sekali tidak boleh telat. Masa depan perusahaan keluarga sedikit banyak bergantung pada proyek ini.             Aku melirik jam tangan yang saat ini sudah menunjukkan pukul tujuh lebih lima puluh menit dan aku semakin kalap mengendarai mobil karena rapat akan di mulai pukul delapan tepat. Aku menginjak gas lebih keras begitu melihat lampu lalu lintas di depan sudah menunjukkan angka lima berwarna hijau. Kalau aku sampai terjebak lampu merah lagi, satu menit aku habiskan sia-sia. Namun, ketika lampu hijau menunjukkan angka dua, aku langsung menginjak rem begitu melihat seorang perempuan hendak menyebrang jalan. Ciiiit…! Prang!!!             Aku memejamkan mata begitu mendengar perempuan itu menjerit diselingi suara berisik di jalan akibat rantang yang perempuan itu bawa jatuh berserakan. Sial…! “ Woy, kalau nyebrang hati-hati dong!” makiku sambil melongokkan kepalaku keluar jendela. “ Untung masih sempet ngerem. Cari mati?” lanjutku geram.             Bukannya takut, perempuan itu justru menghampiriku. “ Woy Mas! Nggak bisa lihat kalau lampu udah merah? Situ buta warna hah?!!!” maki perempuan itu dengan mata melotot garang. “ Makanan saya berantakan gara-gara situ. Tanggung jawab!” lanjutnya sambil meraih kerahku. Sial, perempuan itu cantik! “ Woy! Lepasin kerah saya!” aku menepis tangan perempuan itu dengan satu kali sentakan keras sehingga tangan perempuan itu langsung lepas dari kerahku. Aku menatap perempuan itu tak kalah garang. “ Minggir! Sebentar lagi lampu udah hijau.” Ucapku sambil melirik lampu lalu lintas yang saat ini menunjukkan angka tujuh berwarna merah. “ Tanggung jawab dulu! Kasihan ponakan saya. Dia belum sarapan.” Ucap perempuan itu sambil menunjuk rantangnya yang kini sudah tumpah dan menggelinding ke pinggir jalan.  “ Saya tidak ada waktu.” “ Nggak bisa gitu. Anda salah. Atau saya laporin polisi?” “ Saya bilang saya nggak ada waktu. Lain kali saya tanggung jawab. Sekarang minggir!” “ Woy Mas!” Tin tin tin…!             Suara klakson mobil di belakang mulai berbunyi. Aku dapat melihat ekspresi perempuan itu mulai tidak nyaman. “ Mbak, awas. Kami mau lewat. Kalau mau selesaiin masalah jangan di sini.” Teriak salah satu pengendara mobil di belakang. Karena suara klakson mobil semakin menjadi-jadi, akhirnya perempuan itu mengalah dan mundur. Aku sempat melirik ke belakang melalui kaca spion mobil dan melihat perempuan itu menyumpahiku. Bodo amat lah, klienku lebih penting daripada perempuan itu. *** Warning : Tulisan ini hanyalah FIKTIF BELAKA :)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN