Persiapan Pernikahan

1442 Kata
Mobil yang Arsya kendarai membelah jalanan kota Jakarta dengan kecepatan sedang, ia menuju perjalanan menemui Daisy di café dekat universitas mereka dulu. Café yang penuh kenangan, café yang selalu mereka kunjungi ketika sedang mengerjakan tugas kuliah, tempat janjian bertemu seusai kelas, sampai tempat singgah ketika mereka mengerjakan skripsi. Senyum di wajah tampan Arsya masih nampak sumringah, jemarinya mengetuk-ngetuk kemudi mobil sesuai tempo beat lagu yang ia dengarkan. Hingga kemudian lagi di audio mobilnya terputus ketika ada sebuah panggilan masuk. Arsya mengalihkan tatapannya sepersekian detik dari jalan raya, melihat ke layar audio mobil dan melihat nama Daisy disana. Arsya menekan salah satu tombol di sekitar kemudi mobil dan kemudian suara Daisy mulai terdengar. “Arsya dimana sihhh?” Daisy, wanita yang sudah bertunangan dengannya tiga bulan lalu itu bertanya. “Sebentar lagi sampai, Dai.” Jawab Arsya. “Emang kamu udah sampai di café?” “Udah daritadi!” Sentak Daisya yang membuat Arsya langsung mengernyit ketika suara Daisy memenuhi speaker mobilnya. “Kamu tuh lama banget, kamu kan tahu aku nggak suka nunggu lama. Udah setengah jam loh, Sya.” “Baru juga tiga puluh menit—” “Baru tiga puluh menit kamu bilang?!” Nada kesal Daisy memotong ucapan Arsya. Membuat Arsya hanya bisa menghela napasnya. “Kamu tuh kebiasaan deh selalu ngentengin sesuatu.” “Iya, maaf.” Kata maaf dari Arsya seolah bukan kata yang baru akhir-akhir ini keluar dari mulut Arsya. “Sebentarrr lagi, nah ini tinggal puter jalan terus par—” Tuttt… “Astaga,” Arsya sampai memijat pelipisnya sekilas karena kelakuan Daisy yang selalu menutup panggilannya sebelum selesai berbicara. Bukan hal yang baru juga dilakukan Daisy akhir-akhir ini. Arsya dan Daisy akan menikah tahun depan, di awal tahun. Mereka hanya punya sekitar delapan bulan lagi untuk persiapan pernikahan mereka. Daisy ingin mempersiapkan pernikahan impiannya sendiri karena merasa mampu dan juga tidak ingin Arsya mengeluarkan banyak biaya walaupun sebenarnya Arsya sangat mampu. Sebuah bangunan dominan cokelat dari banyak ornament kayu mulai terlihat dari pinggir jalan. Cahaya-cahaya dengan warna lembut yang tidak membuat mata sakit mulai menerangi café itu ketika menjelang malam hari. Arsya kemudian membelokkan mobilnya untuk menyebrang dan memutar arah, baru kemudian memarkirkan mobilnya di halaman parkir yang tersedia di depan café. Tulisan Titik Tuju café terlihat di samping pintu masuk café. Setelah turun dari mobil dan melangkah ke pintu masuk, dari dinding kaca café Arsya melihat seorang wanita berambut pendek sebahu dengan potongan bob dan poni tipis di depan dahu sedang mengaduk-ngaduk minumannya tanpa minat sambil berpangku tangan. Tapi walaupun wanita yang kerap ia panggil Dai itu sudah mengomel tadi, melihat Daisy yang melamun seperti itu membuat Arsya tersenyum karena melihat wajah cantik itu lagi. Lelahnya seolah hilang dan makin semangat ingin bertemu Daisy. Arsya kemudian mendorong pintu masuk café dan lonceng diatas pintu berdenting. Aroma kopi yang nikmat langsung merebak memenuhi indra penciuman Arsya. Mendengar pintu café yang berdenting, Daisy mengangkat pandangannya tanpa minat—karena ia sudah melakukannya berkali-kali menatap pintu menunggu Arsya. Tapi kali ini tatapannya berbeda, terlihat sedikit lega karena orang yang ditunggunya sudah datang. Dengan kemeja hitam yang lengannya di gulung hingga siku dan senyum menawannya, membuat beberapa wanita yang ada di café tak mengalihkan tatapannya dari Arsya. Daisy menatap wanita-wanita itu, kemudian mengerucutkan bibirnya, selalu saja begitu, Arsya dan semua perhatian yang di dapatnya. Namun para pengagum dadakan itu dibuat kecewa langsung oleh Arsya ketika lelaki tampan itu mendekati Daisy dan merengkuh pundaknya, lalu mengecup puncak kepala Daisy sekilas. Hal yang selalu dilakukan Arsya, hal yang selalu membuat Daisy luluh. “Jangan bete gitu dong ah, wajahnya.” Kata Arsya sambil mencolek dagu Daisy dan kemudian menarik bangku kayu dengan bantalan berwarna hijau. Daisy sebenarnya ingin tersenyum, tapi ia hanya mengulum senyum dan menahannya. Biar saja Arsya merasa bersalah. “Tuh, kopinya sampai dingin.” Daisy menunjuk kopi yang tadinya hangat dihadapan Arsya dengan dagunya. Arsya masih tersenyum, lalu mengangkat cangkir kopi itu dan meminumnya walaupun sudah tidak hangat. “Nggakpapa, kalau yang mesenin kamu masih enak.” Daisy berdecak, “nggak usah gombal mulu, ih. Males.” “Terus harus gimana dong?” Arsya menarik tangan Daisy ke genggamannya. “Masa tunangan aku cemberut mulu.” “Kamu lama.” “Iya, maaf.” Tuh, Arsya mengucap maaf lagi. “Tadi habis meeting sama Endro dan lain-lain.” Lalu ia bertanya lagi. “Hari ini kamu ngapain aja?” Persis setelah pertanyaan itu, Daisy menarik tangannya dari genggaman Arsya, lalu mengeluarkan Ipad-nya dan menyodorkannya pada Arsya “Ini apa?” Tanya Arsya. “Kita harus mulai nulis tamu undangan dari sekarang. Kan pernikahan kita nggak begitu besar dan mau ngundang tujuh ratus undangan, tapi yang datang pasti dua kali lipatnya itu.” “Iya, ya. Kan semuanya mesti bawa gandengan. Ya kali nggak gandengan, pengantinnya aja gandengan.”  Arsya tertawa karena candaannya sendiri, tapi Daisy hanya menatapnya datar, membuat Arsya merasa candaannya garing. Padahal dulu ketika kuliah dan berpacaran, Daisy adalah wanita dengan humor yang satu frekuensi dengan Arsya. Arsya menyukai Daisy karena Dai merupakan wanita yang menyenangkan, selalu tersenyum dan mudah sekali tertawa. Tapi sekarang jelas kondisinya sudah berbeda. “Aku tadi udah nge-list tamu undangan dari pihak keluargaku sama teman-temanku, tinggal kamu.” Kata Daisy menambahkan. “Baru kalau sisa, mungkin kita bisa ngundang teman-teman orangtua kita.” Arsya mengangguk-angguk, kemudian mengambil apple pencil yang diberikan Daisy untuk mulai menuliskan nama-nama orang yang hendak ia undang. Namun baru menulis sampai sepuluh nama, Arsya berhenti. “Kamu kan tahu teman-temanku siapa aja. Kenapa nggak kamu aja sih yang nge-list, Dai? Biar sekalian.” Celetuk Arsya. “Jangan apa-apa aku, dong, Sya. Aku juga capek kali.” Jawab Daisy dengan tatapan kesalnya yang nampak lagi. “Aku juga hari ini habis design undangan kita sendiri dan konsultasi sama pihak percetakan undangan, bahkan mereka juga nyaranin aku design yang lain. Pusing aku tuh, Sya.” Arsya langsung mengatupkan kedua bibirnya. Sial, ia salah lagi dan memancing Daisy yang rasanya setiap hari seperti ganasnya wanita yang hendak datang bulan. “Aku minta kamu yang nge-list juga karena aku minta pendapat kamu. Banyak hal yang harus kita bahas.” Omel Daisy lagi. Daisy kemudian menutup kedua tangannya dengan telapak tangan, mengehela napas kesal. Ia berharap ia tidak menangis dihadapan Arsya lagi. “Dai,” Arsya menarik tangan Daisya yang menutupi wajahnya. Ia berusaha tersenyum lembut dan menatap Daisy menenangkan. “Kamu kayaknya terlalu capek deh, Dai.” Arsya kemudian mengunci layar Ipad Daisy sesaat. “Nanti file-nya kirimin ke aku aja. Aku selesaiin semua nanti malam. Gimana kalau sekarang kita makan dulu? Udah makan?” Daisy menggelengkan kepalanya. “Tuhkan. Pantesan marah-marah mulu. Perut kosong tuh emang bisa bikin tunanganku jadi buas ya.” Ejek Arsya berusaha bercanda dan Daisy hanya memberengut. Arsya tertawa kecil sambil mengusap-usap pipi Daisy. “Mau makan disini? Atau yang lain?” “Nggak tahu aku bingung.” “Mau makan apa? Sushi? Steak? All you can eat atau… bebek goreng?” Arsya menyebutkan makanan favorit Daisy di akhir dan membuat Daisy sedikit tersenyum mendengarnya. “Nah, denger bebek goreng aja senyum. Yaudah aku bayar dulu ya, habis itu kita beli bebek goreng.” Daisy mengangguk, membiarkan Arsya pergi ke kasir. Ketika Arsya melangkah menjauh, Daisy melihat Arsya sesekali mengusap wajahnya sembari menyisir rambutnya dengan jemari ketika mengantri. Kemeja bagian belakangnya juga terlihat sedikit berantakan. Kini Daisy sadar bahwa Arsya juga pasti lelah sehabis pulang kerja. Pekerjaannya sebagai Chief Technical Officer di suatu perusahaan aplikasi jual-beli online yang sedang menjadi aplikasi jual-beli online nomor satu di Indonesia membuat Arsya pasti begitu sibuk. Tapi Daisy tidak berhenti menjadi orang yang menyebalkan dari tadi. Daisy kemudian melihat Arsya sedang membayar minuman yang tadi ia pesan sambil menyapa pemilik café Titik Tuju yang merupakan teman satu kampus Arsya dan Daisy tadinya. Setelah membayar, Arsya kemudian kembali dengan sebuah bungkusan. “Tadi ada nastar cake. Aku coba beli, Dai.” Kata Arsya sambil menunjukkan bentuk kuenya. “Terus aku juga beli cheesecake kesukaan kamu.” Daisy tersenyum lembut dan mengangguk, ia kemudian mengikuti langkah Arsya keluar café dan masuk ke dalam mobil Arsya karena tadi ia pergi ke café dengan taksi online. Arsya sudah bergerak mendekati tubuh Daisy hendak memasangkan seatbelt, namun gerakannya terhenti ketika tiba-tiba Daisy memeluk tubuhnya. “Maafin Dai ya, Sya.” Lirih Daisy, matanya berkaca-kaca ketika mengucapkan hal itu. Namun Daisy terlalu malu untuk mengucapkan maaf karena apa. Arsya lalu melepaskan pelukannya sejenak dari Daisy dan menatap Daisy dengan jenaka. “Kenapa sih? Tiba-tiba banget minta maaf.” Daisy kemudian menaikkan pandangannya. “Maaf soalnya aku nyebelin hari ini.” “Emang.” Daisy terlihat terkejut, tapi kemudian Arsya terkekeh sembari menyentil dahi Daisy pelan. “Udah ah, maaf-maafan mulu. Lagi lebaran ya lo?” Daisy tak kuasa tertawa karena candaan Arsya, membuat Arsya ikut tertawa karena akhirnya melihat Daisy bisa tertawa lagi. “Nah, gitu dong ketawa. Jangan emosi mulu.” Arysa kemudian memasangkan seatbelt untuk Daisy dan kemudian mengusap rambutnya. “Dari dulu aku sering ngingetin kamu buat tenang kan, Dai? Jangan panikan, pokoknya kita bikin pernikahan kita indah bareng-bareng. Kalau perlu, nanti aku jadi selesaiin list nama undangan dalam semalem!” Daisy sontak tertawa lagi, “udahlah, terserah kamu mau ngasih kapan. Tapi jangan lupa istrahat, tidur.” “Tidur di temenin kamu ya?” Daisy sontak memukul pelan lengan Arsya dan membuat keduanya tertawa. Dan malam ini pembahasan pernikahan mengalir begitu saja ketika mereka dalam perjalanan di dalam mobil, merangkai cerita yang indah dalam rencana pernikahan mereka. Semoga saja terwujud dengan lancar. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN