Chapter 11

1349 Kata
    Mata Celline yang sayu itu terbuka saat sinar matahari pagi menerobos melalui jendela di belakang Kasur Aldi. Ia bangun dan tidak pernah ia merasa tubuhnya sesegar ini walau semalam tubuhnya dipenuhi banyak luka. Kakinya yang bengkak mulai mengempis dan sudah tidak sesakit kemarin. Ia turun dari ranjang Aldi dan berjalan tertatih keluar kamar.      Ia melihat Aldi masih tertidur pulas di atas sofa. Lalu, pikirannya tertuju pada dapur yang terletak di dekat ruang tamu. Ia berpikir untuk membuat sarapan baginya dan Aldi sebagai ucapan terima kasih. Ia membuka kulkas dan hanya menemukan sekotak s**u cair, beberapa butir telur dan sebungkus roti tawar. Ia memutar matanya sejenak lalu mulai mendapatkan ide sarapan yang akan dibuatnya. French Toast! Pilihan yang tepat pikir Celline lalu memulai aksinya.      Aldi menggeliat di sofanya tapi matanya masih terpejam. Celline mendongak sebentar dari aktivitasnya untuk melihat Aldi, tapi ia menyadari bahwa Aldi masih tertidur. Sambil mengocok telur dan s**u, ia memperhatikan wajah Aldi yang tertidur. Di sudut bibirnya ada bercak warna putih seperti liur yang menetes. Ia tersenyum geli melihatnya.      Saat sedang asyik-asyiknya Celline memasak, tiba-tiba pintu rumah itu digedor oleh seseorang. Celline berjingkat, ia panik. Apa jadinya jika ada orang yang memergoki dirinya saat ini? Ia tidak mau ada orang-orang yang berpikiran negatif karena ia berada di rumah seorang pria yang tidak memiliki hubungan apapun dengannya.  Tok-tok-tok      “BANGUN, ADIK SIALAN!!! JAM BERAPA INI HAH?” teriak seorang wanita di luar sana dan sukses membuat Aldi berjingkat dari tidurnya lalu bergegas membuka pintunya.      PLETAK!!! Jitakan keras mendarat di dahi Aldi seketika itu juga ia mengaduh.      “Heh, Kakak Sialan! Sudah umur berapa kau hah? Masih saja memperlakukanku seperti itu,” gerutu Aldi sambil mengerucutkan bibirnya.      “Jitakan itu karena kau lama sekali tidak membukakan pintu,” kata wanita berambut pendek dengan kacamata hitam menghias matanya itu seraya menerobos masuk dan ia memandang lurus ke arah Celline yang berdiri kaku di sudut dapur.      “Wah… Wah… Wah! Adikku yang tidak pernah tersentuh wanita ini sekarang mulai berani mengajak wanita ke dalam kamarnya?” tanya Sally sambil memperhatikan Celline.      “A-aaku…” Celline ingin membela diri tapi kata-katanya seolah hilang saat tatapan penuh tanya Sally dihujamkan padanya.      “Eh, Sembarangan! Dia hanya seorang… teman yang dalam kesusahan kemarin. Aku hanya menolongnya. Ngomong-ngomong ada apa pagi-pagi kau ke sini?” sahut Aldi diikuti helaan nafas lega dari Celline dan ia melanjutkan memasaknya.      Sally melepas kacamatanya dan duduk di sofa dengan kaki yang disilangkan.      “Kau belum melihat berita pagi ini?” Aldi menggeleng. Sally mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan berita yang membuat mata Aldi terbelalak. Berita mengenai The Heaven yang hari ini mempatenkan menu spesialnya yang sama persis dengan menu special The Grand Dining.      “Bagaimana bisa ini terjadi? Apa kau tidak melihat sesuatu yang mencurigakan di sana?” tanya Sally.      Pembicaraan mereka terhenti ketika Celline menghampiri sofa dan membawa sepiring penuh roti yang sudah ia olah tersebut.      “Ma-maaf, Kak Aldi. Aku tadi lancang mengambil bahan-bahan di kulkasmu. A-aku…”      “Wah… kelihatannya enak,” Aldi tidak mempedulikan ucapan maaf Celline dan langsung mengambil sepotong French toast itu dan memakannya. Ia makan dengan lahap dan mengambil satu potong lagi dan memasukkan ke mulutnya.      “Ini sungguh-sungguh enak,” kata Aldi dengan mulut penuh roti. Celline tersenyum senang karena melihat ternyata Aldi tidak memarahinya malah menyukai hidangan sederhana yang ia buat.      “Kalau adikku bilang enak, pasti ini enak. Aku juga mau ya!” kata Sally sambil mengambil sepotong roti dan ikut memakannya.      “Ngomong-ngomong, kita belum berkenalan. Aku, Sally, kakak Ri.. hmmphhh… uphhh…”ucap Sally yang kemudian terputus karena bekapan tangan Aldi. Sally baru saja ingat bahwa adiknya sedang dalam penyamaran. Aldi menatap garang ke arah Sally dan membuat Sally memaksa menurunkan tangan Aldi dari mulutnya lalu kembali melanjutkan perkenalannya.      “Aldi… maksudku… aku kakak Aldi.” Untung saja Celline tidak terlalu mencurigai apa yang dikatakan Sally.      “Aku Celline. A-aku…”      “Kau pacarnya kan?” goda Sally.      “BUKAN!!!” sahut Aldi dan Celline bebarengan.      “Wah… wah…. Kalian sekompak ini. Apa namanya jika bukan pacar?” jawab Sally sembarangan sambil tertawa terbahak melihat wajah Aldi dan Celline yang memerah dan langsung menunduk.      “Kau ini! Dia semalam habis dicopet orang dan ia terluka karena mengejar copet itu. Aku tidak sengaja bertemu saat aku jalan pulang ke sini jadi aku menawarkan bantuan untuk menolongnya. Sudah? Jelas?” jelas Aldi diikuti anggukan cepat dari Celline. Sally melihat mereka berdua sambil tersenyum.      “Kalau memang hubungan kalian lebih dari itu, aku juga tidak akan mempermasalahkan. Adikku sudah jadi high quality jomblo sekian lama dan jika kalian bersama… ah… alangkah baiknya!” kata Sally sambil tersenyum jahil. Wajah Celline memerah karena ucapan Sally.      “Sudah puas menggodanya???” Aldi mengambil kembali potongan roti yang ada di piring itu dan memasukkannya lagi ke mulutnya.      “Eng, Kak Aldi. Aku rasa sebaiknya aku pulang dengan ojek online saja. Terima kasih atas bantuanmu semalam,” pamit Celline.      “Aku antar saja, di wilayah ini agak sulit mendapatkan ojek online di pagi seperti ini.”      “A… tidak usah, lagipula ada kakakmu di sini. Tidak enak meninggalkannya.”      “Sudah… tidak usah mempedulikan aku. Aldi, antar dia pulang. Kita akan bicara nanti. Kita bertemu nanti di tempat biasa, okay?” sahut Sally sambil memakai kembali kacamatanya lalu berjalan keluar dari rumah itu.      “Aku antar kau pulang sekarang,” pinta Aldi pada Celline. ***      Motor yang dibawa Aldi telah sampai di depan pagar sebuah rumah sederhana dengan sebuah toko kelontong kecil yang masih tutup di depannya. Ya, itu adalah rumah Celline. Celline melepaskan helm dan jaket milik Aldi lalu turun dari motor itu.      “Terima kasih, Kak Aldi. Aku masuk dulu,” pamit Celline. Sebelum Celline melangkah membuka pintu pagar, Aldi mengeluarkan suaranya.      “Eng… Celline, kalau kau butuh seseorang untuk berbagi cerita, aku bersedia. Yah, hitung-hitung untuk menambah teman kan tidak ada salahnya?” kata Aldi sambil tersenyum dan menunjukkan lesung pipinya.      Celline hanya tersenyum lalu melanjutkan membuka pintu pagar.      “Aku serius, Celline! Aku mau jadi temanmu,” lanjut Aldi dengan lantang.      Dari dalam rumah, Marriane mendengar suara Aldi yang lantang. Ia melihat putrinya baru pulang dengan diantar seorang pria asing yang mengendarai sepeda motor. Ia keluar rumah dan berjalan mendekati Celline. Ia menepuk Pundak Celline hingga si empunya berjingkat kaget.      “Siapa ini, Celline? Dan mengapa kau tak pulang tadi malam, hum?” cecar Marriane tanpa memandang ada Aldi di hadapannya. Aldi terkesiap dan bermaksud membela. Ia bergegas turun dari sepeda motornya lalu mengulurkan tangannya bermaksud memperkenalkan diri.      “Oh, Tante… saya Aldi, teman Celline. Kemarin-“      “Aku tidak menanyaimu, aku bertanya pada anakku,” potong Marriane sambil tetap mengabaikan uluran tangan Aldi. Aldi menarik tangannya lagi.      “Jawab, Celline! Mama menunggu jawabanmu. Mengapa kau tak pulang bersama Brandon kemarin?” Marriane menarik dan mencengkeram tangan Celline hingga si empunya mengaduh kesakitan.      “Ah… a-aku kecopetan, Ma-“ jawab Celline terbata-bata karena takut Mamanya kembali berbuat kasar.      “Tante, jangan bertindak kasar seperti itu. Lengan Celline terluka karena ia berusaha mengejar copet itu dan tergores di pagar kawat berduri dan-“      “Aku tidak bertanya padamu, Anak Muda! Aku bertanya pada putriku,” lagi-lagi Marriane memotong ucapan Aldi dan membuatnya terdiam.      “Iya benar, Ma. Dan Kak Aldi berusaha membantuku tadi malam. Dia yang mengobati Lukaku, tidak lebih! Sungguh…” kata Celline dengan tatapan mata memohon berharap Ibunya tidak marah padanya. Marriane melepaskan tangan Celline lalu pandangannya menoleh ke arah Aldi. Aldi terkesiap.      “Kalau memang seperti itu, aku ucapkan terima kasih. Tapi, jangan pernah dekati Celline lagi karena ia sudah punya tunangan,” kata Marriane sinis kepada Aldi dan membuat pria itu tiba-tiba menegang. Ia tidak pernah berpikiran apa-apa pada Celline, tapi sejak kata-kata itu dilontarkan oleh Marriane entah mengapa hatinya agak sedikit tidak rela jika Celline bertunangan.      Marriane menarik Celline masuk ke dalam rumah. Sebelum Celline masuk, ia menoleh ke arah Aldi dan bibirnya mengucapkan terima kasih dengan tidak bersuara. Aldi kembali naik ke motornya dengan perasaan tak menentu di hatinya dan melajukan motornya menjauh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN