Azka Ternyata

1041 Kata
Pagi ini amat sangat membuat Rossa dan Rossi kembali bersedih, bahkan Mala yang melihat keduanya hanya menghela nafas. Sejak ketiganya sampai digerbang ini, mereka belum kembali melanjutkan langkahnya karena mereka tengah mengumpulkan ketegaran hatinya untuk membayangkan kejadian itu terutama Rossi yang terlihat drop saat mereka merencanakan ini kemarin malam. Dan dengan keyakinan penuh, Rossa melangkah terlebih dahulu diikuti Rossi dan Mala. Bahkan angin kini bertiup kencang membuat selendang hitam dan juga rambut ketiganya ikut berkibar dengan indah. Rossi mengeratkan pegangannya kebuket bunga saat ia sudah melihat tempat tujuannya, tempat dimana orang-orang yang disayanginya berada. Bahkan mata Mala sudah berkaca-kaca, percayalah Rossa sendiri merasakan hal yang dirasakan Rossi dan Mala dibalik wajah dingin dan tegarnya itu. Dan tanpa terasa mereka bertiga sampai disalah dua dari beribu gundukan tanah yang sudah menghijau karena rumput yang sengaja ditanam dan selalu dibersihkan setiap harinya. Disana tertulis nama Santi dan Hendra yang adalah orang tua sikembar, sekaligus paman dan bibi Mala. Dengan hati terluka mereka bertiga menyimpan buketan bunga masing-masing diatas makam keduanya yang diiringi tangisan dari Mala dan Rossi saat melihat kembali kedua nama itu dan kembali merasakan hatinya berdenyut sakit. Nama yang sudah pergi mendahului mereka tanpa pamit. Nama yang sudah memberikan kasih sayangnya kepada mereka bertiga, walaupun Mala bukanlah anak kandungnya namun ia juga merasakan rasa cinta dan kasih dari paman dan bibinya disaat ia ditelantarkan oleh orang tuanya. "Maaf baru mengunjungi kalian, kami sibuk dengan sekolah jadi tak sempat untuk mengunjungi kalian" Rossa membuka suara dengan suara lembutnya tanpa ada nada dingin dan datar seperti biasanya. "Ya, paman, bibi. Maafkan aku juga, aku baru sampai dan baru sempat meluangkan waktu kesini. Sungguh aku menyesal karena jarang menemui kalian berdua" sambung Mala dengan isakannya. Berbeda dengan Rossi yang kini tengah memeluk sang kakak karena tak sanggup berbicara seperti keduanya. Hatinya tak setegar keduanya, hatinya masih sakit saat mengingat hari dimana kedua orang tuanya meninggal dengan tragis. "Bagaimana kalian disana? Apa kalian senang tinggal disana? Tunggulah kami, kami pasti akan pergi dan berkumpul bersama kalian setelah semuanya selesai." Ucap Rossa dengan suara parau menahan tangis. "Aku tak mengizinkamu pergi walau masalahmu telah selesai" ucapan itu membuat ketiga orang menolehkan kepalanya dan terlihatlah disana Azka dengan pakaian serba hitam dan dua buket bungan ditangan kanan dan kirinya. "Selamat pagi tante, paman. Apa kabar?" tanya Azka menghiraukan tatapan penasaran dari Rossi dan Mala. "Aku akan menjaga mereka untukmu. Percayalah, aku tak akan membiarkan mereka bertiga terutama sikembar menyusul kalian jika bukan waktunya. Kalian bisa mempercayakannya padaku" sambung Azka membuat Rossa mendengus sedangkan Rossi berdebar. Mala? dia masih dilanda kebingungan. "Kau ingat anak yang menemukan orang tua kami? Dia lah orangnya" Rossa membuka suara untuk menghilangkan rasa bingung pada Mala dan Rossi yang langsung merubah dengan raut terkejut menggantikan rasa bingung diwajah mereka. "Benarkah?" tanya Mala yang diangguki Azka. "Aku sudah menemukan orang yang sudah membunuh orangtua kalian dengan tragis" ucap Azka membuat pandangan ketiga gadis itu terkejut. Dan entah mengapa Azka menatap kearah depan membuat ketiganya penasaran dan ikut menatap kearah depan. Terlihat tiga orang laki-laki paruh baya tengah bercengkrama setelah mengunjungi kedua makan putrinya dan salah satunya mereka tahu bahkan tertawa tanpa meyadari keduanya. "Bagaimana apa kau sudah menemukan pelakunya?" tanya seseorang yang memakai kacamata minus kepada Santos. Ya salah satu dari mereka adalah Santosa Brugman kepala polisi yang menyelidiki kasus Min Ji dan Mila anak dari dua orang pria itu. "Aku masih mencarinya kak" balas Santos yang ternyata memiliki hubungan kepada keduanya. "Aku harap kau menemukannya" doa laki-laki satunya dan mereka mengamini itu dan berlalu begitu saja. Sedangkan Rossa dan yang lainnya menatap mereka berempat dengan pandangan nyalang. Apalagi Rossa, yang menatap ketiga laki-laki itu dengan tatapan yang sulit diartikan sama halnya dengan Mala. sedangkan Rossi dan Azka hanya memandangnya dengan nyalang. Tanpa banyak bicara mereka berempat langsung pergi meninggalkan pemakaman umum itu dengan jarak langkah keempatnya yang berjauhan. Karena mereka masih terpaku dengan pemikirannya masing-masing. "Ayo bermain" gumam salah satu dari mereka dengan pelan supaya yang lainnya tidak mendengar gumamannya. "Hm" deheman terdengar seperti menjawab ajakan itu. Dan lagi-lagi seringai tercipta dari bibir itu setelah mendengar sahutan dari gumamam itu. Mala yang melewati mobil menatap ke arah kaca yang menampilkan tiga orang dibelakangnya dan kembali menyeringai saat mata itu saling berpandangan. "Jika mereka adalah orang yang tidak bertanggung jawab maka mereka pantas mendapatkan itu semua. Mereka pantas meneteskan airmata untuk membayar airmata yang kami keluarkan dan pada saat itu aku akan menunjukan wajahku dan menertawakan mereka" Batin salah satu dari mereka berempat penuh dengan ambisi dan dendam, dan yang bisa ia lakukan sekarang adalah hanya menunggu waktu yang pas. Waktu untuk melancarkan dan mengakhiri dendamnya selama ini. Dendam yang sudah ia rencanakan selama ini. Ingatkan dengan pepatah nyawa dibayar dengan nyawa? Maka ia akan melakukan hal itu. Tunggu dan lihat saja nanti. Disebuah kamar terlihat seorang gadis tengah menatapi toples yang berisi rambut dan darah, terlihat nama Min Ji Kim didepan botol itu. Dan ya, itu adalah rambut yang Santos cari dan juga merupakan rambut milik Min Ji. "Apa yang harus aku lakukan selanjutnya?" tanya orang itu entah bertanya pada siapa. Namun matanya masih fokus memandang botol itu dengan pandangan yang sulit diartikan. "Karen!!! Kau dimana nak?" teriakan dari seorang wanita memanggil anaknya terdengar keras oleh sang empunya nama. "Aku disini bu, sebentar" teriak gadis itu mengalihkan tatapannya dari botol yang ia pandangi sejak tadi. Ya, gadis itu adalah Karen Arachiya sahabat Min Ji dan Mila. Sebelum ia meninggalkan tempat itu, sekali lagi matanya menatap botol itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Dan tanpa banya bicara Karen meninggalkan botol itu dengan pikiran yang berkecamuk. Bingung memilih keputusan yang harus ia ambil dengan keduanya yang memiliki resikonya masing-masing. Akan tetapi jika dia hanya diam maka suatu hari nanti boomerang yang lebih besar akan menyerangnya.  "Ah, entahlah aku pusing memikirkannya. Nanti saja, setelah makan aku akan kembali memikirkan cara yang terbaik untuk kedepannya" gumam Karen frustasi. Apa salah dirinya hingga memiliki benda seperti itu? Yang suatu hari nanti pasti akan menimbulkan masalah pikirnya dan sekali lagi berdecak kesal membuat sang Ibu menoleh menatap heran kearah putrinya itu. "Ada apa? wajahmu terlihat murung. Apa terjadi sesuatu?" Tanyanya yang dijawab gelengan kepala Karen enggan mengucapkannya membuat Ibunya hanya terdiam pasrah tak ingin mencampuri masalah putrinya jika bukan hal yang serius. Dan keduanya pun melanjutkan acara makan malamnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN