Alasan Bercerai

1046 Kata
Tepukan pelan di lengan dan bisikan lembut yang terdengar lirih di telinga Ayla membuat yang empunya membuka matanya perlahan. Saat mata Ayla baru terbuka, ia merasa kaget. Muka Andre tepat di depan wajahnya hampir tanpa jarak. Tanpa menunggu Ayla mendorong tubuhnya atau memerintah menjauh, Andre sudah bergerak menjauh, jadi duduk tegak di sisi ranjang. Ayla langsung duduk lalu meringsek ke samping kiri dengan kedua lutut tertekuk, Ayla merasa ketakutan. "Apa yang kamu lakukan?" Rasa kantuk Ayla yang tersisa sirna begitu saja digantikan dengan rasa takut yang mendalam. Napasnya bergemuruh tidak teratur. "Selamat pagi." Salam Andre sambil tersenyum. Di balik senyuman itu ada kesedihan. Sedih melihat gadis kecilnya ketakutan kepadanya. "Sudah pagi, waktunya bangun. Mas bawa sarapan untuk kamu," lanjutnya dengan menunjukkan nampan berisi makanan dan segelas s**u yang diletakan di atas nakas. Ayla tidak menyahuti, bahkan melirik ke arah nakas pun tidak. Dia hanya menatap ke arah lawan bicara dengan tatapan was-was. Andre menghembuskan napas berat dan panjang dengan mata terpenjam. "Jangan lupa dimakan, ya. Dari kemarin kamu belum makan, jangan sampai ini juga tidak dimakan lagi. Nanti kamu sakit. Kalau gitu Mas pergi dulu." Andre bangkit dari duduknya lalu mengusap lembut kepala Ayla, tidak peduli dengan ketakutan yang Ayla rasa. "Maaf." Satu kata yang sudah diucapkan Andre berkali-kali di hadapan Ayla. Sebelum pergi meninggalkan kamar, Andre membuka gorden terlebih dahulu supaya cahaya mentari bisa masuk lewat pantulan kaca jendela. Andre sengaja membuka gorden setelah Ayla bangun, agar mata Ayla saat masih tidur tidak terganggu atas silaunya sinar mentari. Ayla menatap nanar punggung Andre. Tatapan penuh rasa benci dan juga ketakutan hingga punggung itu menghilang di balik pintu. Setetes kristal bening meluncur dari sudut matanya, disusul tetes-tetes berikutnya secara pelan dengan berbarengan tubuhnya yang bergetar hebat dan napasnya bergemuruh tidak teratur. Ayla menangisi nasibnya yang mau tidak mau harus diterima. Hidup bersama lelaki yang sekarang ia takuti. Kapan lelaki itu mau dirinya, mau tidak mau Ayla harus mau. Andaipun dirinya tidak mau, apa bisa menghindar? Lari atau kabur, apa bisa? Tidak bisa, bukan? Mau lari ke mana? Ia terkurung di dalam apartemen. Bahkan saudara saja ikut serta mendorong dirinya masuk ke lubang ini. Yang bila diartikan, saudara saja setuju bila dirinya terus-terusan di dalam lubang itu, bahkan membiarkan terus terdorong ke lubang yang lebih dalam. Satu lagi yang perlu digaris bawahin dengan sangat tebal, dirinya sudah menjadi istri lelaki itu! Lalu apa yang bisa ia lakukan bila lelaki itu meminta haknya? Menerimanya, bukan? Ya, walau lelaki itu, tadi terlihat baik, lemah lembut. Tapi tidak ada yang tahu 'kan saat sifat iblisnya muncul? Ayla sendiri yang pernah liat plus menjadi korban. Ayla menangis dan memohon pun, lelaki itu tidak menggubrisnya. Bertindak secara bruntal hingga Ayla tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dengan sangat terpaksa. *** Malam itu, malam saat Andre nelpon dan memberi tahu kalau dirinya akan cerai dengan istrinya, Andre mengajak Ayla bertemu. Andre berkata kalau dirinya butuh teman ngobrol atau temen untuk nemenin rasa hancurnya saat itu. Ayla menyetujui ajakan itu apalagi dengan sebelumnya Andre bercerita kalau masalah perceraian itu, ia belum cerita ke siapa-siapa kecuali hanya pada Ayla. "Benarkah, kamu mau nemenin Mas? Ini sudah malam? Kalau kamu tidak bisa juga tidak apa-apa," tanya Andre dari sebrang sana. "Iya, benar! Ayla bisa nemenin Mas malam ini," jawab Ayla yakin. Wanita itu berpikir buruk, ia harus nemenin Andre. Ayla khawatir akan terjadi sesuatu buruk yang tidak diinginkan. Semisal, Andre melakukan percobaan bunuh diri atau sejenisnya, menyakiti diri sendiri. Bukankah orang yang putus asa dan frustasi suka melakukan hal di luar nalar? Sebegitunya pikiran parno dalam otak Ayla. "Mas sekarang ada di mana? Biar Ayla samperin ke sana. Mas jangan khawatir, Ayla bisa naik taksi ke sana," lanjut wanita itu dengan sedang mengganti celana jeans bermodel lebar tidak ketat dan telepon genggamnya ia amppit di antara bahu dan telinga. "Kamu mau ke mana?" tanya Tante Vivi yang tidak digubris oleh Ayla. "Jangan, itu bahaya. Biar Mas saja yang ke situ jemput kamu," tolak Andre. "Mas yakin bisa ke sini mengemudi mobil dalam keadaan Mas sedang seperti itu? Ayla khawatir Mas tidak fokus dalam nengemudi. Sudahlah, Mas yakin saja sama Ayla. Aku pasti tidak akan kenapa-napa." "Tidak, Mas yang takut kau terjadi apa-apa di jalan. Sudah, tunggu saja. Mas segera ke sana." Panggilan telepon langsung ditutup oleh Andre. Ayla mendesah berat merasa kesal atas kekerasan kepala Andre. Walau begitu, Ayla melanjutkan ganti baju. Ia melepas baju tidurnya yang diganti dengan sweater tebal warna kuning. Sambil ganti baju, Ayla bercerita ke tantenya kalau dirinya mau pergi sama Andre. 20 menit kemudian mobil Andre sudah sampai. Mereka berdua langsung melesat meninggalkan daerah tempat tinggal Ayla. Sebelum Ayla ke luar rumah, ia sudah izin dulu pada bosnya. Apartemen lah tempat tujuan mereka berdua. Sebelum sampai di apartemen, Andre masuk ke restoran cepat saji. Membeli makanan yang katanya buat temen ngobrol. Andre juga bercanda, "Bukankah orang yang sedih itu kadang malah makan banyak?" Ayla menyetujui hal itu. Awal masuk apartemen tidak ada yang aneh, Ayla tidak curiga apa-apa. Ia bahkan bercoletah apartemenhya bagus. Itu pertama kalinya Ayla masuk ke apartemen Andre, yang katanya apartemen itu jarang dihuni. Menonton TV sambil makan ayam crispy, minuman bersoda, dan mengobrol mendengarkan alasan apa yang membuat Andre akan bercerai dengan istrinya. Andre bercerita kalau pertengkaran yang berujung akan bercerai ini terjadi karena istri Andre ingin punya anak dari pernikahan mereka yang sudah berjalan dua tahun. Sementara Andre tidak bisa memberikannya. Signal yang ditangkap oleh Ayla, mungkin Andre mengalami kelainan seperti mandul, mungkin. Sehingga tidak bisa memberikan anak. Makanya sang istri minta bercerai agar bisa cari pasangan lagi yang tidak punya kelainan sehingga bisa hamil dan punya anak. Sulit baginya mau menyalahkan si istri. Ayla sadar, apabila dirinya di posisi istrinya Andre, apa ia siap? Maksudnya menikah tanpa punya anak. Padahal anak adalah penglengkap dalam hubungan pernikahan. Tapi, apa tidak bisa bertahan sebentar lagi? Toh, pernikahan mereka baru dua tahunan. Di luaran sana banyak pasangan yang sudah lama menikah sampai puluhan tahun, mereka kuat bertahan. Seketika otak Ayla berpikir tentang mental. Mental orang beda-beda. Kita tidak bisa membandingkan mental seseorang dengan mental orang lain. Orang di luaran sana bertahan, ya karena mereka kuat dengan cobaan yang mereka hadapi. Sementara ini, istri Mas Andre tidak kuat. Ayla saat itu hanya bisa menanggapi curhatan Andre dengan memberikan masukan untuk bersabar. Kata sabar yang mudah diucapkan tapi sulit dijalankan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN