"Wan?" Arisha bingung harus memulai dari mana. Sekarang mereka masih di tengah-tengah tribun dan tidak ada satu orang pun. Itu yang keduanya anggap. Padahal, salah satu lelaki tengah mengintip dengan senyum geli. Sebuah senyum yang dicampur dengan getir tak terdefinisi. Arian tidak bisa memetakan perasaan dia yang sebenarnya. Hadwan berdeham lebih dulu. Entah kenapa, tiba-tiba saja keduanya merasa sangat canggung. "Ya?" Gadis itu masih menunduk. Sepatunya seolah menjadi pelarian untuk tetap tidak menoleh pada lelaki di sampingnya. Arisha malu kalau harus mengingatnya. "Gue berlebihan, ya? Harusnya nggak segitunya marah sama lo." "Nggak, kok. Ini udah konsekuensi gue." Hadwan menarik sebuah senyum. Saat Arisha menatapnya, sebuah kehangatan dan ketenangan yang Hadwan kasih. "Nggak.

