3. Fabian Limantara

1004 Kata
Lelaki tampan bernama lengkap Fabian Limantara itu sedang duduk diam di atas kursi kebesarannya. Pikirannya melayang pada kejadian satu bulan silam. Di mana ia yang masih ingat telah menabrak pengendara motor dalam sebuah kecelakaan. Namun, Fabian tidak tahu siapa orang yang telah menjadi korban kelalaiannya itu. Karena saat ia siuman, Fabian mendapati dirinya sudah berada di Rumah Sakit. Dengan beberapa luka kecil dan perban yang membalut beberapa bagian tubuhnya yang terluka. Hanya dua hari Ia berada di Rumah Sakit dan setelahnya, keluarga membawanya pulang ke rumah. Fabian sempat bertanya pada Mamanya tentang korban yang telah ia tabrak, tapi mereka hanya mengatakan semua baik-baik saja. Dan Fabian tak boleh terlalu memikirkannya, karena semua sudah ada yang mengurusnya. Baiklah, Fabian pada akhirnya percaya pada keluarganya. Hanya saja, tiba-tiba beberapa hari ini Fabian sering bermimpi. Mimpi buruk yang membuatnya selalu terbangun di tengah malam. Ya, mimpi di mana saat kecelakaan itu terjadi. Fabian memang dalam kondisi mabuk kala itu. Tapi tak sepenuhnya ia tidak sadar dengan apa yang dilakukannya. Fabian mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata dan bertepatan di sebuah traffict light, ia tak mampu mengendalikan laju mobilnya. Usahanya untuk mengerem laju kendaraan justru berbuah petaka. Kondisi jalanan yang licin karena memang gerimis, membuat mobil Fabian terpelanting dan di keremangan lampu jalanan, Fabian masih bisa melihat sebuah sepeda motor sport yang dinaiki seorang lelaki yang membonceng seorang perempuan menjadi sasaran mobilnya. Setelah itu semua gelap. Fabian tak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tapi ia yakin sekali, jika sepasang pengendara sepeda motor itulah yang ia tabrak. Argh ... Fabian mengacak rambutnya frustrasi. Jangan salahkan ia jika berpikir buruk bahwa telah terjadi sesuatu pada mereka akibat ulahnya. Tak ingin lagi Fabian membiarkan dirinya tersiksa dengan mimpi yang sama di setiap malamnya. Menekan tombol intercom yang langsung terhubung di ruangan Leo, asisten pribadinya. "Yes, Bos," jawab seseorang di sebrang sana. "Kutunggu di ruanganku!" Hanya itu yang di ucapkan oleh Fabian dan Leo langsung paham jika perkataan Fabian merupakan kalimat perintah untuknya. Fabian memutar-mutar kursi kerjanya dengan satu tangan bertopang dagu menunggu kedatangan Leo. Ya, ia harus meminta bantuan pada Leo. Suara ketukan pintu membuat Fabian mendongak. "Masuk!" titahnya. Pintu terbuka. Wajah tampan seorang lelaki dengan mata sipit dan kulit putih menyembul dari luar sana. "Siang, Bos!" Sapa Leo. "Masuklah, Leo!" Leo, lelaki yang tak hanya sebagai asisten pribadi, tapi juga sahabat Fabian yang selalu mengerti dan selalu memahami seorang Fabian Limantara. Tanpa diminta lelaki itu menggeser kursi dan duduk di hadapan Fabian. "Ada hal yang harus aku tanyakan padamu, Leo," ucap Fabian dengan mimik muka serius. "Apa itu, Bos?" "Kau yakin tak tahu menahu mengenai kecelakaan yang menimpaku sebulan lalu?" Entah kenapa Fabian berharap Leo mengetahui sesuatu yang memilih disembunyikan darinya. Tapi nyatanya, Leo mengeleng. "Maafkan aku bos. Aku memang tak tahu menahu mengenai apapun terkait kecelakaan waktu itu. Keluarga bos sangat menutup rapat-rapat kejadian itu. Bahkan keluarga bos rela mengeluarkan bos dari rumah sakit dan memilih melakukan perawatan di rumah." "Kau yakin dengan semua ucapanmu itu Leo?" tanya Fabian berharap sebuah keyakinan. "Jelas saya yakin. Karena saat saya datang mengunjungi bos itu sudah berada di rumah. Saya tak berani bertanya yang macam-macam. Hanya sedikit kronologis yang Mama bos share ke saya." "Apa itu Leo?" Fabian mulai penasaran. "Ya, Bos telah menabrak marka jalan dan tak sengaja menyrempet seorang pengendara motor." Fabian terdiam mendengarnya, mengembuskan napas kasar lalu menjatuhkan punggung pada sandaran kursi kerja. Mengusap wajahnya frustrasi dan memang hal itu juga yang ia dengar dari keluarganya. Namun, rasanya tidak mungkin jika ia hanya menyerempet pengendara motor itu dan justru ia menabrak marka jalan. Yang Fabian masih sayangkan hingga sekarang karena kondisi mobilnya seperti apa ia juga tak tahu. Karena setelah ia sehat kembali, mengecek semua kondisi mobilnya yang sudah kembali utuh seperti sedia kala. Tak ada lecet atau apapun juga yang meninggalkan jejak di sana. Keluarganya juga tak pernah bercerita yang macam- macam kepadanya. "Leo ... Kau harus membantuku." "Membantu Bos apa?" Setelahnya, Fabian menceritakan semua tentang mimpi buruknya beberapa hari ini. Sebuah mimpi yang membuat hidup Fabian tidak tenang dan selalu memikirkan kembali mengenai kejadian kecelakaan yang sudah berlalu sejak satu bulan lamanya. "Jadi ... apa yang harus saya lakukan, Bos?" "Datangi rumah sakit tempat aku di rawat waktu itu. Kau harus mengorek informasi mengenai korban kecelakaan yang aku tabrak." Leo tampak diam dan berpikir, selanjutnya pria itu mengangguk tanda ia sudah mengerti. "Kau mengerti, kan, apa maksudku?" "Ya. Saya paham, Bos. Saya akan mendatangi rumah sakit itu." "Lakukan sekarang, Leo!" "Sekarang, Bos?" "Iya, sekarang. Aku tak suka kau menunda-nunda pekerjaan ini. Karena aku ingin kembali hidup tenang tanpa dihantui mimpi-mimpi itu lagi. Dan satu lagi, jika perlu kau datangi polisi terdekat dari lokasi kejadian kecelakaan waktu itu. Intinya, aku ingin tahu siapa korban kecelakaan yang telah aku tabrak. Itu saja." Fabian tak akan bisa tenang hidupnya sebelum semua terkuak. "Baik, Bos. Apa ada lagi yang ingin Bos sampaikan?" " Tidak ada." "Jika seperti itu saya permisi dulu." Selepas kepergian Leo dari dalam ruangannya, Fabian kembali memijit pelipisnya. Dia sangat pusing. Dan karena hal ini juga hidupnya jadi tidak tenang. Pekerjaannya berantakan. Ia tak mungkin membiarkan kondisi ini terus menerus jika tidak ingin menyakiti dirinya sendiri. Fabian berharap Leo bisa di andalkan dan secepatnya segera menemukan siapa orang yang dulu dia tabrak. Perasaan bersalah menyusup di relung hati Fabian. Bagaimana jika seandainya benar-benar hal buruk yang telah terjadi. Apa yang akan Fabian lakukan nanti. Berbagai macam tanya singgah di dalam pikiran Fabian. Apakah korban kecelakaan itu tahu tentangnya? Apakah mereka bisa menerima semua? Fabian tidak sabar ingin segera tahu hal yang sebenarnya. Hal yang telah di sembunyikan oleh keluarganya. Kenapa kedua orang tuanya tega berbuat hal demikian. Fabian tahu jika Papa dan Mamanya bisa mengandalkan uang untuk menyelesaikan segalanya. Akan tetapi semua itu sangat bertentangan dengan hati nuraninya. Kembali menjatuhkan punggung pada sandaran kursi kerja. Memejamkan matanya. Fabian sangat tersiksa dengan semua ini. Semua mimpi buruk yang menghantui setiap malamnya. Tiba-tiba sebuah pemikiran terlintas di dalam benaknya. Ini tidak mungkin. Fabian tak habis pikir kenapa ia bisa kepikiran jika sebenarnya orang yang telah ia tabrak meninggal dunia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN