BAB : 2

1609 Kata
Sampai di parkiran kampus, ponsel milik Riga berdering. Tapi saat melihat jika itu nomer yang tak dia kenal, malah diabaikan begitu saja. "Kok nggak dijawab, Kak?" tanya Vio dengan sikap Riga. "Pemiliknya nggak diketahui," jawab Riga. "Siapa tahu penting." "Yang berkepentingan bisa chat aku sebelum menelepon." "Ribet kamu, Kak," respon Vio. Keduanya turun dari mobil dan berjalan menuju kelas. Vio jalan masih sibuk dengan ponselnya, bahkan satu tangannya memegangi ujung kemeja Riga sebagai arahan langkahnya karena matanya tertuju pada benda pipih itu. Sedangkan Riga malah fokus jalan, dengan sebuah headseat yang menempel di telinganya. Berasa lagi nuntun tuna-netra dengan kelakuan Vio, tapi sepertinya tidak dengan penilaian orang orang di sekitar. Karena pesona mereka seakan mengalihkan pandangan buruk. Riga yang terlalu dingin, tapi jika menyangkut sang adik seolah apa yang gadis itu lakukan, dia abaikan begitu saja. Sampai di salah satu lorong, seketika Vio terhenti ... membuat langkah Riga yang kemejanya dipegangan Vio juga ikut terhenti. "Kenapa?" tanya Riga. Vio menatap ke sekelilingnya. "Kakak nggak salah jalan?" "Jangan-jangan kamu yang salah jalan. Kan ngekorin aku." Mengarahkan pandangan pada kemejanya yang masih Vio pegang. "Eh, iyakah?" Menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Seketika bingung sendiri. Riga melanjutkan langkahnya, meninggalkan Vio yang masih merasa tersesat di lorong kampus. Hingga beberapa detik kemudian barulah dia sadar akan sesuatu kalau ternyata tak salah jalan. "Kakak, kamu mempermainkanku, ya!" teriaknya langsung berlari menyusul langkah Riga yang sudah mendahulinya, kemudian menarik ransel cowok itu hingga membuat langkah keduanya sejalan. "Kamu mau kemana?" "Kelas," jawab Riga singkat. "Kelas yang mana? Kamu tersesat, Kak." Riga tak menanggapi pertanyaan adiknya, tapi terus saja melangkah menuju tempat yang ia tuju. Dari kejauhan tampak seorang gadis sedang melambaikan tangan ke arah keduanya. Tidak, tidak ... tentu bukan pada Riga, tapi pada Violet. Karena mana berani sahabat dari adiknya itu berbuat seperti itu padanya. "Billa!" heboh Vio langsung berlari menghampiri Billa yang melambaikan tangan padanya. Kemudian duduk di kursi yang ada di taman depan kelas. "Tugas gimana, tugas. Gue takut kena depak sama Pak Wisnu," ujar Billa mulai ketar ketir. "Tenang, berhubung Kak Riga lagi mode manusia, dia bikinin tugas gue dong," respon Vio dengan wajah sumringah sambil mengeluarkan bukunya dari dalam tas. Riga berdiri dihadapan keduanya, memasang wajah dingin. Membuat fokus dua gadis itu, seketika beralih dari buku ke arahnya. Billa tersenyum miris, ketika dihadapkan pada sosok Riga ... si cowok paling wah di kampus ini. Ayolah, siapa sih yang nggak dibuat mati gaya, mati kutu dan mati segalanya jika dihadapkan pada dia. Tapi berhubung ia berstatus sebagai sobatnya Vio, jujur saja ... dirinya lebih ke rasa takut kena labrak seorang kakak, daripada rasa memuja layaknya gadis lain. "Haii, Kak Riga," sapa Billa dengan muka yang takut. "Kalian masih sempat sempatnya duduk di sini?" "Kan pak Wisnu belum masuk," respon Vio. "Pak Wisnu hari hari ini nggak bisa datang, beliau ninggalin tugas," ungkap Riga. "Ayo masuk." Melangkah menuju kelas, mendahui Vio dan Billa yang posisinya masih duduk dalam mode bingung. "Jangan-jangan Pak Wisnu ninggalin tugas sama Kak Riga?" tebak Billa. "Yahh ... keterlaluan nih, kakak gue sampai nggak ngomong," umpat Vio menarik Billa untuk segera masuk kelas. Tapi baru satu langkah, matanya tertuju pada sebuah benda yang tergeletak di jalanan dan langsung memungutnya. Sampai di pintu kelas, benar saja ... seisi kelas sudah duduk di kursi masing masing dan Riga berdiri di depan kelas. "Kalian masih mau jadi penjaga pintu di sana?" tanya Riga menatap tajam pada Vio dan Billa. Dengan wajah memberengut, Vio lagi-lagi kembali menarik Billa untuk segera menuju kursi mereka. Kesal, kan ... bisa-bisa nya kakaknya ini tak memberitahukan kalau ternyata Pak Wisnu nggak hadir dan tugas kelas ada pada dia. "Hari ini Pak Wisnu berhalangan hadir, jadi ... beliau menitipkan tugas padaku," ungkap Riga di depan kelas, dengan sebuah buku yang sudah ada di pegangannya. "Ya ampun, Riga ... ku pikir kamu ke sini mau nyariin aku," respon salah satu mahasiswi menanggapi perkataan Riga. "Haluu!!!!" teriak seisi kelas menanggapi perkataan mahasiswi itu. "Pak Wisnu memang yang terbaik, ya ... nitip tugas sama cogan kelas kakap," tambah yang lain. "Sering-sering ajalah beliau nggak hadir, biar bisa ketemu Riga terus." "Dasar! Cewek-cewek gatel. Kalian bisa diem nggak, sih. Jangan bikin Riga nggak nyaman dong di kelas ini." Tiba-tiba salah satu mahasiswi yang berada di urutan kursi pertama mengomel. Lengkap dengan tampang bar-bar nya. Kemudian beranjak dari kursinya dan berjalan ke depan kelas, berhadap-hadapan dengan Riga. "Ga, kamu udah terima hadiah dari aku, kan ... jadi gimana?" Pertanyaan yang tiba-tiba membuat otak Riga dibuat oleng. Dia menanyakan perihal apa? "Maaf, maksudnya?" "Kemarin aku nitipin sesuatu buat kamu pada Vio. Apa kamu suka? Kalau kamu suka, bisa kan ... memberikan jawabannya sekarang?" Riga mengarahkan pandangannya pada Vio yang tersenyum manis ke arahnya, seakan tahu apa yang sedang ia permasalahkan. "Jangan bikin masalah," peringatkan Riga pada Vio dengan nada tertahan. "Apa, sih, Kak. Aku nggak bikin masalah. Tuh, Nanda nitipin sesuatu buat Kakak. Tapi, ku tarok lagi di laci mejanya. Karena ku tahu, kamu pasti nggak akan menerimanya. Mubazir, kan ... daripada nanti berakhir di tong sampah," terang Vio. "Hah?" Gadis bernama Nanda yang posisinya masih berhadapan dengan Riga, sampai dibuat malu karena sikap Vio. "Maksudnya, hadiah kemarin nggak kamu kasih ke Riga?" "Kagak," jawab Vio santai. "Demi apa seorang Nanda gagal deketin Riga," tawa salah satu mahasiswi, kemudian diikuti tawa yang lainnya. "Silahkan kembali ke meja kamu," pinta Riga pada Nanda. Jadilah, dengan muka jutek Nanda kembali ke mejanya. Rasa kekesalannya semakin dibuat bertambah saat tahu ternyata Vio tak memberikan hadiah yang ia berikan untuk Riga. Kalau bukan dia adalah saudarinya Riga. mungkin akan ia berikan sebuah peringatan pada dia. Nanda merupakan salah satu mahasiswi yang cukup populer di kampus ini, tak jauh berbeda dengan Violet. Hanya saja dalam posisi yang berbeda. Nanda dikenal suka gonta-ganti cowok, alias playgirl. Bahkan dalam seminggu bisa ganti beberapa kali, laksana ganti baju. Tapi tetap, dia bilang kalau Riga adalah nomer satu di hatinya. Sedangkan Violet, dia dikenal karena wajahnya yang imut dan manis. Sikap dia juga baik, seakan tak membeda-bedakan status. Sudah berstatus mahasiswi, tapi wajahnya masih wajah anak sekolahan. Ditambah lagi dengan statusnya yang merupakan saudari dari Riga dan anak dari pengusaha yang tajir. Lengkap lah kepopulerannya. Riga menjelaskan tugas apa yang harus dikerjakan. Ayolah, siapa juga yang bisa fokus dengan tugas, jika wajah Riga lebih menggoda untuk dipandang. "Nanda ngasih hadiah apa buat Kak Riga?" tanya Billa berbisik dari arah belakang Vio. "Gue nggak tau, kan nggak gue buka," jawab Vio. "Toh, kalau gue kasih pun sama dia, itu juga bakalan end di tong sampah. Udahlah, cuman bikin anak gadis orang patah hati aja dia." Keduanya terkekeh mengingat muka Nanda yang benar-benar memalukan barusan. Tapi seketika tawa keduanya langsung terhenti saat Riga mengarahkan pandangan pada mereka. Sudahlah, jangan mencari perkara dengan cowok ini. Karena dia nggak pandang status kalau ngomel di kelas dan di tempat umum. Setelah perjuangan menghadapi tugas-tugas yang diberikan Riga, akhirnya semua selesai. Para cewek-cewek girang banget kalau sudah begini, baru kelar aja langsung beranjak dari kursi untuk menghampiri Riga. "Ya ampun, itu Kak Riga pake maghnet jenis apa, sih, buat narik para kaum hawa. Bisa nempel kayak gitu, ya," ujar Billa pada Vio yang masih sibuk mengemasi buku dan peralatan tulisnya. "Bener, Bil ... mereka nggak tahu aja seberapa menyebalkannya Riga." "Lo langsung pulang?" "Iya, mau main ke rumah nggak? Gue kesepian." "Di rumah yang segede itu, dengan banyak keryawan, lo masih bilang kesepian?" Billa hanya bisa geleng-geleng tak percaya. Vio menarik napasnya berat, ketika perkataan Billa sama seperti orang lain yang beranggapan hidupnya sudah heboh banget di rumah. Tapi, semua tak begitu. Ayolah, memiliki seorang papa yang ke aturannya seabrek, jangankan bisa bersikap ini dan itu di rumah, punya teman aja harus pilah-pilih. "Sudahlah, kan gue pernah bilang ... lo salah satu manusia yang beruntung bisa diterima sama Bapak Justin di rumah. Jadi, mari kita nikmati," ajaknya menarik tangan Billa untuk segera meninggalkan kelas. "Kayaknya mau hujan," gumam Billa ketika keduanya berjalan di lorong kelas. Vio terhenti seketika. Matanya menatap ke arah langit yang sudah tampak gelap bersiap menumpahkan tetesan air. Baru juga berpikir, tiba-tiba gemuruh menggelegar di saat yang bersamaan. ''Kak Riga," gumamnya tersentak. "Lo kenapa?" tanya Billa heran. Tanpa menjawab, dengan cepat Vio langsung berlari meninggalkan sobatnya itu. Matanya berkeliling mencari sosok Kakaknya. Tapi ia lebih fokus menuju parkiran, karena dia juga tak ada kelas hari ini. Otomatis juga langsung pulang. Vio merasakan tetesan hujan mulai membasahi tangan saat langkahnya mencapai parkiran. Dari kejauhan, bisa ia lihat sosok Riga yang berada di dekat mobil. Dia tak baik-baik saja. "Kak Riga!" pekiknya berlari cepat menghampiri Riga. Sampai di sana, benar saja apa yang membuat hatinya takut. Riga tersandar di samping mobil dengan tangannya yang sedang mencengkeram kepalanya. Bukan hanya itu, napasnya tampak sesak seakan sedang menahan sakit yang berbeda dalam satu waktu. Hujan seketika turun dengan lebat, membasahi semua yang ada di bawahnya. termasuk Riga dan Vio yang sudah basah kuyup. "Kak, Kakak baik-baik aja, kan? Kak Riga, ku mohon tenanglah," cemas Vio berusaha membuat Riga tenang, tapi tentu saja itu tak akan berhasil. Dia merasakan antara sakit dan ketakutan dalam satu waktu. Bisa dibayangkan, bagaimana rasanya jadi dia? Vio mengeluarkan sebuah headseat yang ada dalam tas nya. Kemudian memasang benda itu pada kedua telinga Riga. Berharap dia segera sadar dari semua perasaan yang dia rasakan. Billa yang juga khawatir menghampiri keduanya. Mendapati kondisi Riga yang seperti itu, tentu saja membuatnya bingung. "Kak Riga kenapa?" tanyanya kaget melihat apa yang terjadi pada cowok itu. "Bantuin gue bawa ke dalam mobil," pinta Vio pada sobatnya. Jadilah, keduanya membawa Riga masuk ke dalam mobil di bagian penumpang. Begitupun dengan Vio yang ada di sampingnya. Sedangkan Billa mengemudikan mobil. "Kita ke rumah sakit, Bil," ujar Vio yang langsung diangguki sobatnya.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN