Ayara membuka mata perlahan. Cahaya dari lampu di langit-langit langsung menyambut pandangannya. Ruangan itu terang, tenang, dan bersih. Suara alat medis terdengar pelan dan teratur di samping tempat tidurnya. Tubuhnya masih terasa lemah. Ia tidak langsung mencoba bergerak. Hanya diam, mengedarkan pandangan untuk melihat apa yang ada di sekelilingnya. Infus menempel di tangan kirinya, dan selimut rumah sakit menutupi tubuhnya hingga d**a. Ia melihat ke atas, lalu ke samping. Tidak banyak yang bisa dilihat—dinding putih, kursi di pojok ruangan, peralatan medis. Tidak ada suara lain selain mesin dan langkah kaki yang kadang lewat di luar. Pikirannya belum sepenuhnya jernih. Ia belum tahu sudah berapa lama terbaring. Tidak banyak yang ia ingat. Tapi perlahan, ia mulai sadar sepenuhnya bahw

