Chapter 3 (Someone)

1594 Kata
"Karena... aku membenci perempuan. Mereka menjijikan dengan sikap sok manis yang ternyata hanyalah kamuflase dari sifat busuknya!" Waktu terasa berhenti sepersekian detik, Kiara berhenti bergerak dengan mata yang membola terarah pada Aditya yang kini menyeringai menyeramkan, bahkan pria itu semakin intens menatapnya. Aksi saling tatap menatap itu terjadi beberapa menit sebelum Aditya sedikit tersentak ke belakang, dahinya berkerut samar, pandangan matanya seakan memojokkan Kiara yang kini jantungnya berdentum kencang tak karuan. "Jangan-jangan.. kau mulai menyukaiku ya?" Sedikit ogah dalam berucap, mata menelisik tubuh mungil tanpa cela yang menggelengkan kepala kuat-kuat. "A-aku.. tidak" Ah, bukankah...Kiara.. memang munafik ? . . Kiara benar-benar bersyukur ketika jam makan malam telah tiba dan saat ia membuka pintu kamar asramanya, Pricelia dan Jasmine sudah berdiri di sana, memasang senyum lebar menyilaukan dengan sebelah tangan melambai untuk menyapa. Kiara sedikit kaget sebelum ia memasang senyum terbaiknya. Setidaknya selama jam makan malam tiba, ia benar-benar terbebas dari Aditya s****n itu. "Ah, Pricelia, Jasmine" Kiara berujar riang, mendekat selangkah pada dua objek bergerak itu, berniat menggandeng tangan mereka berdua, tapi tiba-tiba tarikkan kuat di kerah bajunya membuat langkahnya kembali mundur, sedikit menjerit dengan kepala melongok ke belakang untuk mendapati si datar Aditya yang menatapnya dengan kedua onyx setajam elang tersebut. Perlahan senyum kedua orang yang berada di depan Kiara itu menyurut, tergantikan wajah kikuk dan sebelah tangan yang menggaruk tengkuk gugup, saling memandang untuk sepersekian detik sebelum kembali mengalihkan atensi pada Kiara yang sudah memasang wajah super memelasnya. "Ki, sepertinya kami harus pergi duluan. Kami menunggumu di ruang makan asrama ya" Pricelia berucap, sedikit menorehkan kekehan kecil diakhir, kemudian menarik tangan Jasmine yang masih mematung untuk segera bergerak sebelum si Aditya iblis itu murka. Ah, sebenarnya ini hanyalah perkiraan Pricelia yang hiperbolis saja, karena nyatanya Aditya sedari tadi hanya diam dengan sebelah tangan yang masih bertengger kuat di belakang kerah baju Kiara. Kiara memutar otak, sebelum kedua sosok teman barunya itu menghilang, ia berucap sedikit keras, "Tapi aku tidak tau dimana ruang makan asrama" Kiara nyengir terpaksa pada Pricelia dan Jasmine yang kembali memandangnya. Kiara pikir ia berhasil, namun si Aditya s****n tetaplah menyebalkan apapun dan dimanapun kondisinya. "Kau pikir aku tidak tau? Aku bisa menunjukkanmu letak ruang makan asrama. Satu sekolah pun bisa kuberi penjelasan padamu secara detail." Aditya dengan mulut menyebalkannya, Kiara merutuk dalam hati, mendengus pasrah ketika Pricelia dan Jasmine memberinya gesture bahwa ia akan baik-baik saja bersama si Aditya itu, lalu kedua orang tersebut melarikan diri secepat cahaya. Membuat Kiara sedikit berpikir apa Aditya memang sebegitu mengerikannya? "Mau sampai kapan kau akan diam di situ?" Aditya bertanya tiba-tiba, mendorong pelan tubuh Kiara hingga sekarang ia benar-benar berada di luar, kemudian Aditya mencengkram lengan Kiara sambil sebelah tangannya yang lain mengunci pintu kamar asrama mereka, lalu Aditya menggandengnya -Ah, maksudnya menyeretnya- untuk berjalan di koridor asrama yang sepi ini. Mungkin sebagian orang sudah benar-benar turun ke bawah. . Hanya keheningan yang menjadi teman disela bunyi derap sepatu di atas ubin koridor yang sepi, Kiara menoleh pada Aditya yang berjalan santai dengan kedua tangan berada di saku celana, sedikit terkesima pada wajah tampan dengan rahang tegas yang terpahat sempurna. Kiara berdegup dalam mata nya yang tak mengerjap. "Kenapa kau memandangku seperti itu?" Aditya tiba-tiba bersuara, tatapannya tetap lurus ke depan, namun kalimat yang keluar dari bibir tipisnya mampu membuat Kiara salah tingkah, mengusap leher belakang canggung dan menggeleng lemah. Berharap Aditya tak menyadari sikapnya yang aneh ini. "Ah, pesonaku memang benar-benar kuat ya." Adalah kata-kata yang Aditya ucapkan sebelum ia menggamit jari pendek Kiara untuk bergabung dengan jari-jari panjangnya. Mengalirkan rasa hangat seperti tersengat hingga Kiara menahan napas untuk beberapa detik. "A-Aditya" Gumamnya risih, menggerakkan sebelah tangannya yang dikukung Aditya begitu erat. "Ssstt. Diam saja. Bukankah ini salah satu aturan permainan kita?." Kiara terdiam, menundukkan kepala untuk melihat kakinya yang melangkah seirama dengan Aditya yang berada di sampingnya. Sedikit memperbaiki kacamata nya yang melorot dengan sebelah tangan, teringat kembali taruhan konyol mereka sebentar lalu. Ah benar, ini hanya...permainan. . . Riuh ruang makan asrama yang benar-benar memekakkan telinga langsung menghampiri Jasmine dan Pricelia yang baru selangkah memasuki ruangan besar dengan gaya minimalis tapi elegan tersebut. Mereka berjalan sembari melirik ke setiap bangku yang kiranya masih ada yang kosong untuk menampung mereka berdua yang benar-benar sedang butuh makan malam dengan keadaan tempat makan yang nyaman. Berpendar mata ke segala arah, hanya mendapati bangku-bangku yang penuh dengan suara laki-laki dan perempuan saat sedang bercengkrama sambil mengunyah makanan dalam mulut -wajar saja, jam makan malam sudah dimulai beberapa menit yang lalu-. Tapi akhirnya Pricelia dan Jasmine mampu menghela napas lega saat satu meja besar di sana dengan sosok bertubuh tinggi, berlesung pipi dan senyuman lebar melambai ke arah mereka, memberi gesture untuk ikut bergabung. "Kak Pratama." Jasmine yang lebih dulu mendekat, mengangkat sebelah tangan yang langsung dibalas oleh orang yang bernama Pratama itu dengan high five yang tak mampu menandingi suara bising di kantin sekalipun. "Tumben kalian telat datang saat jam makan malam. Biasanya kalian sudah ada di sini dan menguasai meja sendirian" Pratama terkekeh singkat, kembali duduk ke posisinya semula, menyuap kembali menu makan malam nya. "Kami tadi mampir dulu untuk menjemput anak baru yang akan makan malam di sini juga. Tapi, yah.. ada iblis kecil yang menghalangi" Pricelia menjawab, mendudukkan diri di depan Pratama yang masih fokus pada makanannya setelah menanggapi singkat pertanyaan Jasmine tentang menu apa yang harus mereka ambil untuk makan malam saat ini. Membiarkan Jasmine mengantri sendirian di barisan tak terlalu panjang itu. Pratama sedikit tertarik pada topik yang dibahas, ia meletakkan sumpit nya dan menatap Pricelia dengan pandangan penasaran, "Anak baru?" Pricelia mengangguk cepat, memasang senyum lebar yang menjelaskan bahwa ia sangat suka membahas topik satu ini. "Iya, Pratama. Anak baru itu sangat manis, tapi penampilannya benar-benar kuno. Ah, sayang sekali." Pricelia menggerutu kecil diakhir, mengendikkan bahu pelan sebelum mencuri pandang pada Jasmine yang masih mengantri. Mendengus, saat tau masih ada beberapa orang lagi di depan Jasmine, yang artinya waktu untuk makan malamnya sedikit tertunda. "Hmm.. aku hanya takut saja ia di bully" Pratama menanggapi, menyeruput air putih dalam gelas tingginya sebelum mulai melanjutkan makan kembali. Pricelia terdiam, menghela napas berat yang tak kentara, "Ah.. sepertinya ia benar-benar sudah dibully oleh si Aditya  itu" Gumamnya pelan. . . Kiara memandang takjub pada setiap lorong yang mereka lewati hingga akhirnya tiba di ruang makan asrama yang megah ini, baginya ini lebih cocok disebut sebagai ballroom, ah beruntungnya ia bisa bersekolah di sini. Pandangan mata penuh kagum, onyx melebar ke segala arah sambil bibir berucap 'wah' berulang kali. Melupakan sosok tampan yang kini menatapnya jengah, berdecak kuat sebelum menarik tangan Kiara untuk berada kembali pada kukungannya. "Ah, kau ini benar-benar kampungan ya." Kiara yang awalnya tak mempedulikan Aditya yang menarik tangannya tiba-tiba hingga ia harus berusaha menyamakan langkah pemuda itu untuk memasuki area ruang makan yang super besar, menjadi menggerutu dengan bibir menekuk dan pipi menggembung. Ia menunduk, menggumam tentang betapa kurang ajarnya mulut si Aditya itu. Kiara pikir saat ia menginjakkan kaki di lantai ruang makan asrama megah ini, maka bunyi riuh itu akan semakin terdengar masuk ke dalam pendengarannya. Tapi baru saja Kiara -dan Aditya- melewati pintu masuk, suara riuh yang semula tercipta perlahan menyurut. Membuat Kiara penasaran untuk sekedar mengangkat kepala, mengerjap melihat sekeliling yang kini memandangnya dengan mulut menganga lebar dan dahi berkerut jelek. Kiara terdiam, tanpa sadar semakin mencengkram kuat tangan Aditya yang menggenggamnya, sedang pemuda itu tampak santai sambil melirik ke segala arah untuk mencari tempat kosong yang sayangnya sudah terisi penuh -ah sebenarnya ada beberapa meja yang hanya terisi satu atau dua orang, tapi Aditya yang super datar tak akan mungkin bergabung di sana-  "A-Aditya." Kiara memandang takut ke segala arah, semakin merapatkan tubuhnya pada Aditya seakan sedang mencari perlindungan. "Hm?" Aditya bergumam acuh, dan tiba-tiba ia menarik Kiara ke arah salah satu meja yang terisi oleh satu orang berpenampilan culun -percayalah, orang ini lebih culun dari Kiara- "Hey, kau pindah dari sini! Kami ingin memakai meja ini!" Aditya berteriak, menggebrak kaki meja hingga membuat Kiara yang berada di belakangnya sedikit tersentak. "I-iya" Yang dibentak segera membereskan barang-barangnya dengan gemetar, sebelum berdiri dan dengan cepat pergi dari sana. Kiara tertegun, memandang punggung pria tadi yang semakin menjauh. Melongo menatap bagaimana dengan mudahnya Aditya menyuruh pria itu tanpa ada perlawanan sedikitpun. Kiara masih dalam mode bingungnya sebelum tangannya ditarik Aditya untuk duduk. "Tak usah terpesona begitu. Aku memang ditakuti di sini. Jadi jangan pasang wajah jelekmu yang penuh kekaguman itu." Aditya berkata datar sebelum ia melanjutkan kembali, "Aku akan memesan makanan." "A-Aditya" Baru saja Aditya berdiri dan hendak melangkah, baju kaos nya ditarik pelan, ia menoleh, mendapati Kiara yang memandangnya ragu dengan menggigit bibir peach nya penuh kegugupan. "Apa lagi?" Aditya mulai jengah sepertinya. "K-kenapa-" Kiara memandang beberapa orang yang masih menatapnya dengan pandangan menelisik dan menilai yang membuat Kiara risih bukan kepalang. Inginnya ia segera kabur dari sini, "-Semua orang memandangku seperti itu?" Lanjutnya lagi dengan nada yang semakin memelan. Aditya menarik sudut bibir kirinya ke atas, melipat tangan di d**a dan menunduk untuk menyamakan tingginya dengan Kiara yang sedang dalam posisi duduk. Kemudian wajah dengan rahang sempurna itu mendekati telinga Kiara, berbisik rendah di sana. "Karena... sekarang kau adalah mainannya Aditya Naufal." . . Sesosok gadis yang duduk diantara teman-temannya itu tampak menggertakkan rahang kuat-kuat, menggenggam sendok di tangannya yang nyaris hampir bengkok. Kedua mata tajamnya meneliti kedua sosok yang menjadi perhatian sejak pertama kali masuk ke dalam ruang makan asrama. Ia semakin memandang intens pada punggung gadis yang bertubuh mungil, berdesis disela rasa kesal yang semakin memuncak, melupakan makanan nya yang masih tersisa setengah, mengacuhkan panggilan temannya yang terus memanggilnya sedari tadi. Satu kalimat yang keluar dari bibirnya "Kiara... s****n"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN