“KAKAK!!”
"KAU... CALON SUAMINYA KAK SERENA?!
Hanya Danish yang tampak santai, "Hai, Kak Adrian. Bagaimana kabarmu?"
Adrian terpaku di depan pintu, masih dengan deraian air mata yang mengalir di pipi berisinya, namun perhatiannya hanya tertuju pada tiga orang di depan sana. Kiara yang memandangnya kaget, lalu ada seorang pria tinggi di samping Kiara yang juga terlihat shock, setelah Adrian pikir-pikir dia ingat jika pria itu adalah orang yang menemuinya dengan Serena saat hari pertama mereka di sini, kemudian pandangan Adrian beralih pada sosok yang tampak menatapnya dengan seringaian, duduk di sofa dengan gaya angkuhnya dan Adrian tidak pikun untuk ingat siapa pria itu. Danish Haidar, si b******k yang membuat Adrian merasakan emosi yang meledak-ledak sekarang ini juga. Melupakan tujuan awalnya untuk bertemu sang adik, kini kakinya malah melangkah cepat ke arah Danish dengan pandangan penuh amarah.
"Apa yang kau lakukan di sini s****n?!" Adrian mencengkram kerah kaos Danish dengan kuat dan memandang tajam si pemuda yang masih tampak santai di tempatnya. Hanya membalas tatapan penuh amarah Adrian dengan seringaiannya yang semakin menjadi.
"Hanya mampir, ah lagipula aku tak menyangka kau akan datang ke sini, Kak." Ujarnya tanpa rasa bersalah, menaikkan sebelah alis, meneliti wajah Adrian yang semakin tampak mempesona setelah mereka tak bertemu untuk beberapa lama.
Adrian menggeram, melepaskan kerah kaos Danish yang ia cengkram dengan kasar hingga punggung si yang lebih muda sedikit membentur keras sandaran sofa. Danish hanya berdehem, merapikan sedikit kerah kaosnya yang kusut akibat cengkraman Adrian sebelum memasang wajah santai itu.
Adrian beralih menatap Kiara yang kini hanya terbengong, lalu ia mendekati sang adik sebelum berucap penuh mutlak, "Kiara, jangan pernah kau dekat-dekat dengan pria b******k sepertinya!" Adrian menunjuk Danish yang hanya mendengus pelan untuk menanggapi sikap Adrian yang memang terlalu over protectif itu.
Kiara terdiam, berpikir dalam benak. Tidak, jika ia melakukan apa yang Adrian suruh, maka dendam Adrian tidak akan pernah terbalaskan. Danish sudah menyakiti kakak nya, dia sudah memperlakukan Adrian dengan buruk, dan Kiara tak bisa tinggal diam.
Kepala terangkat, kali ini Kiara memandang Adrian dengan tatapannya yang teguh seperti karang, tak gentar meski sekarang Adrian sudah melembutkan pandangannya agar Kiara menuruti perkataannya.
"Maaf Kak Adrian-" Kiara terpejam sementara untuk menarik napas dalam-dalam, menguatkan hati untuk kali ini saja melawan kakak nya agar semuanya berjalan sesuai rencana, lalu Kiara mendongak penuh keyakinan, "Kak Danish tidak seburuk yang kau pikir. Dia.. sangat baik padaku."
Danish tersenyum miring saat mendengar perkataan Kiara yang membelanya di depan Adrian yang kini malah melebarkan kedua mata tak percaya menatap adik semata wayangnya yang dengan mudahnya membantah. Kiaranya tidak seperti ini. Kiara memang gadis brandal dan selalu melawan perkataan ayahnya dan juga suka mencari masalah. Tapi jika dengan Adrian, Kiara akan menjadi adik yang manis dan penurut.
Tidak, pasti ada yang tidak beres di sini.
"Sudahlah Kak Adrian, jelas-jelas Kiara menyukaiku. Jangan mengatakan hal yang tidak-tidak tentangku padanya." Danish berujar penuh percaya diri, berdiri dari duduknya untuk berjalan mendekati Adrian yang kini semakin menyatukan alisnya penuh rasa kesal. Inginnya menendang pemuda pucat ini namun Kiara lebih dulu berada di samping Danish, melingkarkan tangan di bahu Danish yang kini semakin memperlebar senyumnya.
'Ah, akhirnya perangkapku termakan juga' Ujar Danish dalam hati penuh kepuasan.
"Maaf Kak, kali ini aku tidak bisa menuruti perkataanmu."
'Karena Danish sudah masuk ke dalam perangkapku. Tinggal sedikit lagi, aku akan membalaskan dendammu, Kak' Lanjut Kiara tanpa terucap. Ia hanya memasang wajah penuh rasa bersalah pada Adrian yang kini terkekeh mengejek dengan deraian air mata yang keluar dari onyx nya.
Kiara tak tega, inginnya memeluk Adrian, tapi ia tau bagaimana posisinya sekarang.
"Aku membencimu, b******k!" Adrian mendorong bahu Danish dengan kuat sebelum menatap Kiara yang kini bungkam tanpa suara.
"Kiara, aku harap kau tak menyesal nantinya." Lalu Adrian beranjak dari sana dengan kedua tangannya yang terkepal dan langkah sepatu ketsnya yang bergema, menunjukkan emosinya yang meluap-luap.
Tepat saat punggung Adrian hilang di persimpangan koridor, Kiara hanya mampu menghela napas sembari merapalkan kata maaf beribuan kali dalam hati.
"Wow, drama yang cukup menghibur." Dan kalimat yang mengalun tiba-tiba itu membuat atensi Kiara teralihkan, menoleh ke belakang untuk mendapati Aditya yang memandang dengan gaya pongahnya, "Dunia ini ternyata sempit ya. Aku tak menyangka bahwa kakak mu lah yang akan menikahi Kak Serena. Benar-benar takdir yang tak terduga. Dan juga... dia kenal –brengsek- Danish? ah sebenarnya misteri apa lagi yang belum aku ketahui?" Aditya berujar yang membuat Kiara tertohok. Benar, takdir membingungkan sudah menghubungkan mereka dalam cerita hidup yang benar-benar rumit.
Dan.. Serena yang akan dinikahi Adrian adalah mantan Aditya? Ok, Kiara tertawa keras di dalam hati sekarang. Rasanya ini semua seperti permainan tak berkesudahan sampai satu orang pemenang akan keluar nantinya. s****n sekali.
"Tak usah dengar si kelinci bodoh itu, ayo kita keluar. Aku tau kau butuh udara segar." Saat Kiara sedang sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba Danish menarik pelan lengannya, Kiara hanya diam saat langkahnya dan Danish semakin menjauh dari Aditya yang kini melebarkan kedua mata tak terima.
"Heh, b******k, apa kau bilang?! Kelinci bodoh?! Kau itu yang pria pucat dan datar yang benar-benar b******n!!!"
Suara Aditya yang penuh emosi semakin tak terdengar saat Kiara dan Danish semakin jauh melangkah. Danish hanya mendengus menanggapi perkataan Aditya yang layak sensor itu dan Kiara hanya diam saja sebab sumpah mood nya benar-benar kacau sekarang. Bahkan Kiara tak sadar bahwa ia ditarik keluar oleh Danish disaat ia hanya memakai sweater dan celana pendek nya, lalu kacamata yang tak melingkar di kedua onyxnya. Ah, dia juga tidak mengikat rambutnya seperti biasa.
Kiara kembali ke alam sadarnya saat langkah mereka tak menuju keluar gedung asrama, namun ke sebuah kamar yang Kiara yakin adalah kamar Danish saat dilihat dari design nya yang simpel namun penuh aura suram.
"Kenapa kita ke sini?" Kiara mulai was-was, bersiap kabur jika ada kejadian yang tak diinginkan sebab sebuah ruangan dengan satu kasur adalah hal yang benar-benar menakutkan. Kiara rasa Danish punya niat buruk padanya.
PLUKK
Baru saja Kiara bersiap meluncurkan tendangan mautnya, namun terhenti saat Danish membuka pintu lemari dan mengeluarkan satu buah jaket dengan ukuran besar dan kemudian memasangkannya di tubuh mungil Kiara yang kini menegang kaku. Jaket itu bahkan mampu menutupi hingga lutut Kiara.
Ah, apa-apaan ini! Apa baru saja Danish mempedulikannya?!
"Nah, sekarang kita bisa keluar dengan nyaman. Kau tidak akan kedinginan, ayo!” Kiara masih shock dengan kedua mata mengerjap dan bibir gemuknya yang ia gigit pelan. s**l, kenapa Kiara malah berprasangka Danish akan melakukan hal yang tidak-tidak padanya. Dan kenapa... Danish jadi bersikap semanis ini?
.
.
Kedua mata Pricelia hampir saja jatuh dari rongganya disaat pintu kamar asramanya digedor cukup kencang dan ketika ia membuka pintu dia malah disambut dengan sosok Pratama yang terlihat sangat berantakkan.
" Kak?" Pricelia tentu saja heran. Pratama adalah pria yang kuat dan bijaksana. Selalu memberi solusi disaat apapun Pricelia membutuhkannya dan tak pernah terlibat masalah yang cukup rumit hingga sampai membuat kondisinya semenyedihkan sekarang.
" Pricelia... Kak Adrian menolakku." Pratama berujar lirih nyaris seperti suaranya akan hilang dari tenggorokkannya. Dia benar-benar tampak mengenaskan dan Pricelia jadi mengerti sekarang. Hanya Adrian kelemahan Pratama, maka tak heran jika pengaruh Adrian sampai membuat Pratama seperti ini.
"Ayo masuk dulu, Kak." Pricelia semakin membuka lebar pintu asramanya dan Pratama segera melangkah masuk untuk duduk di salah satu sofa dengan menghempaskan badannya dan memijit kepalanya yang terasa semakin sakit saat memikirkan bagaimana Adrian menolaknya tadi.
"Ah, ada Kak Pratama." Jasmine muncul dari arah belakang, menatap heran pada Pratama yang terlihat berantakkan dan Pricelia yang membawa satu gelas air putih untuk diletakkan di depan Pratama.
Pratama tak menjawab perkataan Jasmine. Wajahnya yang sangat sedih itu membuat Jasmine mengerti bahwa mungkin saja Pricelia dan Pratama ingin mempunyai waktu privasi dulu.
"Ah ya, aku akan ke kamar Kiara dulu. Kami ada tugas yang belum diselesaikan." Jasmine menunjukkan cengiran lebarnya, memberikan kedipan mata pada Pricelia seakan mengatakan bahwa dia bisa menghadapi semuanya, lalu Jasmine benar-benar keluar dari sana. Meninggalkan suasana canggung yang membuat Pricelia melirik Pratama sesekali.
"Ah, aku benar-benar tak menyangka, Pricelia. Aku kira Kak Adrian mempunyai rasa padaku, lalu dia akan menerima cintaku dan memutuskan untuk membatalkan perjodohan itu sebab Kak Adrian bilang dia tidak mencintai gadis yang akan dinikahkan dengannya-" Pratama menjeda sejenak, menarik napas dalam-dalam, lalu menatap Pricelia yang hanya diam mendengarkan, "-Tapi Kak Adrian tetaplah pria baik hati yang aku kenal. Dia sangat mencintai ayah dan adiknya. Rela melakukan apapun untuk mereka. Aku tidak memaksa dan tidak ingin egois-" Pratama memperbaiki posisi duduknya, kepala tertunduk dengan rasa sesak yang semakin menjadi-jadi sebelum satu kalimat terucap lagi, "-tapi rasanya sakit sekali, Pricelia" Lanjutnya dengan suara lirih, mampu membuat Pricelia menatapnya dengan pandangan sendu. Pricelia mencintai Pratama dan dia mengerti bagaimana perasaan Pratama sebab Pricelia merasakannya sekarang. Cinta yang bertepuk sebelah tangan adalah suatu hal yang benar-benar menyakitkan.
Pricelia jadi terpikir, jika mereka sama-sama mengalami patah hati.. Kenapa mereka tidak mencoba untuk sama-sama memperbaiki hati yang patah itu?
"Kak Pratama" Pricelia memanggil pelan, Pratama meliriknya dengan pandangan menyedihkan itu, "Kenapa kita tidak mencoba untuk..saling berbagi kasih-" Pricelia menarik napas dulu sebelum melanjutkan kembali kalimat yang membuat jantungnya berdebar tak menentu, "Suatu kasih yang lebih dari kakak dan adik. Seperti rasa yang kau beri untuk Kak Adrian. Aku...mencintaimu, bisakah kau memberiku kesempatan, Kak?”
Bisakah Pratama berhenti menjadi gay dan beralih mencintainya?
.
.
"Kiara sedang tidak ada di sini! Bisa kau pergi sekarang?!" Aditya yakin jika suaranya akan habis karena terus berteriak sedari tadi untuk mengusir Jasmine yang masih betah di posisinya sambil menahan lengan di permukaan pintu agar Aditya tak bisa menutup pintu berkayu coklat itu.
"Tidak. Jika Kiara tidak ada, maka aku ingin bertemu denganmu!" Balasnya lantang yang mampu membuat Aditya berdecak geram.
Aditya segera membuka pintu itu lebar-lebar, bertatapan muka dengan Jasmine yang kini balas menatapnya dengan penuh keberanian.
"Jasmine! Aku sudah bilang padamu untuk menjauh dariku. Apa kau masih belum mengerti juga?!!" Aditya benar-benar emosi sekarang, dia tidak suka orang yang sudah menghancurkannya kini malah berdiri dengan penuh percaya diri di depannya dan melontarkan kata-kata yang membuat Aditya muak. Tepat saat terakhir kali mereka berbicara ketika Serena melihat hal bodoh menjijikkan itu, maka Aditya sudah menghapus nama Jasmine dalam kamusnya. Tidak ada Jasmine yang akan ia ingat sebagai sahabat baiknya. Menurutnya Jasmine sudah mati seiring dengan perasaan bencinya pada gadis itu.
"Sudah cukup , Dit. Aku sudah bersabar untuk menjauh darimu. Awalnya aku bisa bersikap biasa-biasa saja sebab tak ada orang yang benar-benar dekat denganmu. Tapi.. Kiara membuatku takut. Kau.. terlalu dekat dengannya dan aku rasa aku harus membuat perhitungan kembali dengan gadis culun itu!!" Jasmine sudah dikuasai emosi, ia bahkan berujar keras sembari memukul permukaan pintu kamar Aditya hingga menghasilkan suara debuman yang memekakkan telinga.
"Ha? Apa maksudmu? Kau ini benar-benar sudah gila ya?! Cepat pergi dari sini!" Aditya kembali berteriak, beruntung saat hari libur seperti ini kebanyakkan anak asrama pulang ke rumah masing-masing. Jadi tak ada yang perlu ditakutkan lagi perihal suara mereka berdua yang benar-benar mengganggu ketenangan.
Tatapan Jasmine yang biasanya teduh seketika berubah menajam penuh ambisi dan senyumnya yang biasanya terukir polos, kini malah membentuk seringaian lebar mengerikan.
Ia mendekat pada Aditya, menangkup rahang yang lebih tinggi meski Aditya menatapnya risih.
"Aditya, jika aku tak bisa bersamamu. Maka, Kiara juga tak bisa untuk terus berada di dekatmu. Ingat itu!!"
.
.
Jam sudah menunjukkan pukul 21:00, Kiara baru pulang dari acara jalan-jalannya dengan Danish seharian penuh ini. Beruntung disaat libur, maka gerbang asrama akan terbuka hingga jam 23:00 nanti. Senyum manis terpampang di bibir Kiara dengan sebelah tangan yang berada dalam genggaman Danish yang kini berjalan beriringan dengannya.
"Apa menyenangkan hari ini?" Tanya Danish disaat langkah mereka sudah memasuki area asrama, berjalan menuju lantai atas untuk mengantarkan Kiara ke dalam kamarnya.
"Iya, sangat menyenangkan, Kak." Ujar Kiara penuh semangat tepat saat langkah mereka terhenti di depan kamar yang pintunya tertutup rapat. Danish hanya terkekeh, mengusap rambut Kiara dengan lembut, memandang lama pada wajah Kiara yang terlihat manis tanpa kacamata dan rambut kepang dua berponi yang biasanya tersisir rapi. Ah, Kiara juga terlihat seksi saat ia menatap Danish dengan pandangan malu-malunya.
Danish tersadar dan segera menggelengkan kepalanya. Apa sih yang baru ia pikirkan?!
"Nah, masuklah. Ini sudah malam." Danish mengusap pelan punggung tangan Kiara sebelum membawanya ke depan bibir tipisnya dan mengecupnya lembut. Mampu membuat Kiara terkesiap, namun ia bisa mengendalikan dirinya dan segera terkekeh lucu.
"Iya, Kak. Terimakasih ya untuk hari ini." Lalu Kiara dengan cepat mengecup pipi Danish sebelum membuka pintu kamarnya, melemparkan lambaian malu-malu dan menutup pelan pintu itu kembali. Meninggalkan Danish yang senyum lembutnya berubah menjadi seringaian penuh arti.
'Aku akan segera mendapatkanmu, Kiara. Aku akan membuktikan pada Adrian jika adiknya bisa aku hancurkan juga.'
.
.
Kiara membuka sepatunya dan meletakkannya di rak. Ia merenggangkan otot-ototnya yang lelah, berniat menuju kamar mandi untuk berendam sebelum suara Aditya memanggilnya dengan nada yang mengerikan.
"Kiara Azellia!" Penuh d******i dan tatapan intimidasi yang mampu membuat Kiara mengerut heran, namun tak menampik bahwa ia benar-benar bingung dengan sikap Aditya sekarang.
Tapi Kiara sudah memutuskan untuk membuka kedoknya mulai sekarang, jadi dia harus berani menghadapi semua resiko dan hal yang akan terjadi di hidupnya.
"Ada apa, Dit?" Jawabnya berusaha acuh, berjalan ke kamarnya untuk mengambil bathrobe yang tergantung, tak mempedulikan Aditya yang mengikutinya dari belakang, lalu memilih untuk bersandar di kusen pintu.
"Kau pikir jam berapa sekarang? Apa semenyenangkan itu jalan-jalan bersama si bajinngan Danish?!" Tanya nya dengan suara naik dua oktaf, membuat Kiara memutar bola mata malas. Lagipula apa hubungannya dengan Aditya hingga pemuda itu marah-marah padanya? Memangnya Aditya itu siapa? Berani sekali mengatur hidupnya.
"Aku lelah, Dit. Jangan cari masalah malam-malam seperti ini." Kiara berujar santai.
Aditya hendak menyela, namun ia segera terbelalak saat Kiara tiba-tiba mendekat padanya dengan kerlingan mata yang begitu memprovokasi diri, mengikis jarak dan mencengkram kerah baju Aditya dengan kuat, membuat si pria menelan ludah kasar saat nyatanya Kiara mendekatkan kepala.
"Ya! Kiara Azellia! Apa yang kau lakukan?!”
Kiara hanya acuh, menatap intens raut Aditya yang terlihat gelisah –nyaris membuat Kiara terbahak-bahak jika tidak ingat bahwa ia sedang bermain-main di sini. Aditya selalu mengatakan bahwa ia benci perempuan, ia membenci Kiara. Namun nyatanya ia terlihat seperti kekasih pencemburu yang bahkan tidak memperbolehkan Kiara untuk keluar bersama orang lain.
"Kau bilang kau benci perempuan dan yang paling penting kau membenciku kan?" Kiara bertanya dengan suara mendayu, mendekatkan wajah dalam tatapan lembut yang membuat Aditya terlena. Kedua onyx Kiara terlihat memikat, berbinar berbahaya namun disisi lain sangat cantik. Kiara tanpa kacamata memang benar-benar berbeda 100 %.
Sebelah tangan Kiara terangkat untuk mengelus rahang Aditya yang terpahat sempurna, "Jadi.. tak apa kan jika aku mendekati Kak Danish?"
-TBC-