Ditukar Demi Hutang

1211 Kata
Seorang gadis cantik berambut coklat sedang duduk di bawah rindang pohon, gadis itu sedang berteduh dan membaca buku. Tiupan angin sepoi-sepoi mengibaskan rambut indahnya, jemari tangannya sekilas memindahkan sehelai rambutnya di kuping yang menutupi mata. Mata biru indahnya serius melihat setiap lembaran kertas putih yang ia pegang , beberapa kali ia tersenyum. Tampak tenang sekali membaca buku dan membuat aura kecantikannya terpancar. Gadis itu ialah Lily Cassandra, orang-orang biasa memanggilnya Lily. Lily Gadis cantik yang periang. Lily adalah gadis yang sempurna, hampir tidak ada celah cacat pada bagian tubuhnya itu. Ditambah senyuman manis dan sifat rendah hatinya itu yang membuat banyak orang menyukainya. Tetapi ada juga yang membenci dirinya karena terlalu sempurnanya ia menjadi perempuan, terlebih para perempuan banyak yang dengki. Bahkan seorang Lily yang cantik dan rendah hati tidak membuat nasib dirinya beruntung. Paman dan bibinya memperlakukan dirinya bak pembantu. Namun, Lily tidak pernah membenci orang ataupun dendam terlebih kepada Paman dan bibinya itu, Lily selalu menyanyangi mereka seperti orangtuanya sendiri. "Ah sudah sore rupanya, aku harus pulang." Lily melihat jam tangannya sudah menunjukan pukul 16.00, Sudah waktunya Lily pulang ke rumah. Ia tidak boleh telat sampai rumah jika berani telat bahkan telat 1 detikpun bibinya akan menghukumnya. Lily akan dikurung selama 2 hari tanpa diberi makan. Belen bibinya selalu menuntut Lily sudah berada di rumah di jam 18.00. Seperti saat kejadian Sekolah, telat 10 menit sampai rumah karena uangnya habis untuk membeli buku tugas dan mau tidak mau pulang berjalan kaki karena sudah tidak ada uang lagi untuk naik bus. Dan saat sampai rumah telat bibinya mengomelinya tanpa ampun langsung mengurung Lily di kamarnya selama 3 hari tanpa makanan, untung dirinya kuat tidak sampai mati, dan selama dikurung hanya mengandalkan air mineral saja. Ingatan yang menyedihkan. Lily tidak mau sampai itu terjadi lagi, Lily langsung beranjak berdiri dari duduknya dan meninggalkan taman. Lily melangkahkan kakinya berjalan ke jalan raya menunggu bus umum. Lily terduduk di halte menunggu bus datang. Banyak orang berlalu lalang, keramaian manusia, suara kendaraan yang bising sudah biasa ia lewati. Tidak beberapa lama bus besar berwarna merah datang, Lily yang melihat langsung berdiri menegakkan tubuhnya dan melangkah masuk ke dalam bus itu. Lily mengetap kartu Ventra ke mesin reader untuk membayar bus dan duduk di belakang. Selena menatap kaca bus melihat pemandangan jalan yang sudah menjelang petang dan mulai gelap. ***** "Lilyyyyy...!" Panggilan teriakan melengking Belen. mengagetkan Lily yang sedang mengerjakan tugas kuliah. "Lilyyyyy....!" Lily langsung sigap beranjak dari kursi meja belajar nya dan berlari menghampiri bibinya di ruang tamu. Saat di ruang tamu terlihat paman dan bibinya terduduk di sofa menunggu Lily dengan raut wajah yang amat serius. "Lama sekali kau! bentak Bellen kesal. "Maaf bibi, aku tadi sedang mengerjakan tugas kuliah." Lily yang berdiri menundukkan wajahnya takut. "Alasan saja kau!" kata Bellen dengan senyuman miring tidak senang. "Diam kau Bellen! Lily ayo duduk sayang," ucap lembut perintah Steve yang menepuk sofa menyuruh Lily untuk duduk. Steve ini tidak jauh berbeda dengan istrinya Bellen sama-sama bermuka dua tetapi Steve sikapnya lebih sedikit ada rasa iba kasian terhadap ponakannya. "Iya, Paman." Lily menurut dan duduk di samping Steve. "Ada yang ingin paman bicarakan." Steve menatap dengan serius pada Lily dengan memegang kedua tangan Lily "Sudahlah Steve.. Jangan berbasa-basi..." timpal Bellen menghela napasnya kasar. Wajah Lily langsung memucat saat mendengar suara bibinya Bellen, tubuhnya seperti terbakar merasakan firasat yang tak enak. Lily merasakan akan di Interogasi dan dihukum tetapi Lily tidak tahu kesalahan apa yang membuat dirinya sampai di panggil seperti ini. "Apa kau sayang dengan paman dan bibi?" tanya Steve bermuka dua. "Cih, Steve kau berbasa-basi sekali. Cepat katakanlah pada anak sialan ini!" Bellen mendengar perkataan suaminya itu menggerutu dalam hati. Menjijikan sekali bagi Bellen, tatapan mata Bellen sinis memandang Lily. "Tentu, Paman dan bibi sudah membesarkan dan merawatku dari kecil." Lily menjawab tersenyum lembut. Bahkan di saat Lily ingin di jual oleh pamannya, gadis itu masih bersikap manis. "Kau tahu Lily paman sedang mempunyai masalah besar. Apa kau ingin membantu paman?" Lily memang tahu masalah pamannya itu jika perusahaannya sedang dalam masalah besar dan diambang kebangkrutan. Lily berpikir membantu bagaimana maksudnya? memberikan uang? Apa sebesar itu masalah pamannya hingga meminta bantuan pada dirinya, bahkan uang pun ia tidak punya. Harus mencari uang kemana sebesar itu untuk membantu pamannya? pikirnya. "Iya aku tahu Paman. Aku ingin membantu Paman tapi aku uang dari mana paman?" ucap polos Lily yang masih tak mengerti. "Hahahaha." Bellen tertawa mengejek mendengar ucapan bodoh Lily. "Bagaimana bisa anak ini berpikir tentang uang? bodoh!" Bellen melipat kedua tangan dengan menyendarkan tubuhnya di sofa yang kesal pada perkataan Lily. "Apa kau tidak bisa diam dulu Bellen! bentak Jovan pada istrinya itu yang terus menyerocos. Steve menatap ponakannya dengan senyum lembut bermuka duanya. "Paman sudah mendapatkan bantuan untuk mempertahankan perusahaan, tetapi harus ada imblannya Lily. Imbalannya yaitu kau, Tuan Kendrick meminta kau harus mengorbankan dirimu, melayani dan mengabdi padanya sampai mati. Jika kau tidak mau kita akan menjadi gelandangan. Apa kau mau kita jadi gembel dan gelandangan tidur di trotoar? " jelas Steve dengan panjang mulut bedebahnya itu menekan Lily. Penjelasan Steve bagaikan tornado yang menghantam hati Lily. Steve berbicara seperti iblis yang tidak merasa berdosa. Steve tega menjual ponakannya hanya karena takut miskin. Lily mendengar penjelasan pamannya langsung menangis, wajah cantiknya seketika menjadi pucat. Tetesan air mata sudah memenuhi pelupuk matanya yang indah itu. Tubuh Lily bergemetar dan berkeringat dingin. "Apa Tuan Kendrick? Siapa pria itu sebenarnya? Kenapa tega menukar diriku?" "Sudahlah jangan lebay gitu! sahut sinis Bellen dengan menggebrak tangan menepuk sofa. Lily meremas-remas kedua tangannya yang basah berkeringat dingin. "Tapi paman—" suara Lily melemas gugup dan takut dengan situasinya kini. "Paman sudah membesar dan merawatmu dari kecil. Apa kau tega membiarkan paman dan bibi mu jadi gelandangan dan tidur di jalan? Apa kau tega membiarkan perusahaan paman yang sudah membiayai dan merawatmu itu hancur?" suara kasar lantang Steve berkata penuh penekanan tidak ada rasa belas kasih. Steve tega mengungkit dan meminta imbalan atas budinya membesarkan Lily. "Hey... kau seperti mau mati saja!" cemooh Bellen yang benci melihat raut wajah Lily. "Kau hanya diminta untuk membantu keluargamu sendiri yang sudah merawatmu. Apa kau tidak tahu diri? Apa caramu seperti ini menyanyangi paman dan bibimu, Lily?" maki Afreda ini bibirnya pedas sekali seperti cabe. Mereka berdua sama saja seperti rubah. Lily memang menyanyangi mereka, Lily yang berhati polos itu menuruti permintaan Paman nya meskipun hatinya berat. Liky juga tidak tega membiarkan orang yang ia sayang kesusahan. Bagaimanapun juga mereka adalah orangtua sambung Lily, kebahagiaan paman dan bibinya juga milik Lily "Baiklah Paman," jawab Lily dengan suara pilu dan tubuh bergemetar diambang kesedihan. "Baiklah, Paman akan memberitahu sekretaris Jackson untuk bertemu kita dan Tuan Kendrick. Kau tahu Lily, Paman meminta bantuan pada Kendrick Leon Hector. Apa kau tahu?" ucap Steve sumringah dengan bangga memberitahu kepada siapa dia meminta bantuan. "Kendrick Leon Hector?" Lily memang pernah mendengar nama itu. Nama yang tidak asing dan mengerikan. "Aku sering mendengar nya. Bukankah itu lelaki miliarder yang masuk daftar terkaya di dunia. Pasti tentunya sudah tua dan seperti kakek-kakek. Bagaimana bisa paman menjual diriku pada kakek tua?" "Aku tahu, Paman," jawab Selena dengan lemas. Hati Lily bak teriris pisau dari keluarganya yang gila harta. Lily terpaksa dan mau tidak mau menjadi penebus hutang. "Iya kau akan mengabdikan dan melayani dirinya," kata Steve dengan penuh penekanan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN