Entah apa yang terjadi setelahnya, Emran tidak tahu. Yang ia ingat hanyalah ledakan bola api dari tubuh Aufa yang menghantamnya hingga terlempar ke dinding. Rasa sakit mendera seluruh tubuhnya, lalu semuanya menjadi gelap. Ketika Emran membuka mata, ia sudah berada di rumah sakit. Pandangannya menyapu sekeliling ruangan. Di balik kaca pintu, terlihat Pak Harja dan istrinya duduk menunggu. Bersama mereka ada Indra, anak buah Irfan. Ketiganya segera masuk begitu melihat Emran telah siuman. "Alhamdulillah, Nak Emran sudah sadar," ucap Pak Harja dengan wajah lega. Bu Harja dan Indra turut mengucapkan hal yang sama, penuh rasa syukur. "Sudah berapa lama saya pingsan, Pak?" tanya Emran, sambil meringis menahan nyeri di punggungnya. “Tidak lama, Nak. Hanya sekitar tiga jam.” Emran menoleh k

