Chapter 4

832 Kata
Mas Bagas tepat terjatuh di pundakku. Ya tuhan...apa yang terjadi sebenarnya dengan Mas Bagas? Sepertinya Kinan sudah menjelaskan semuanya.   "Mas...sadar mas...mas baik baik aja kan?" Aku menepuk nepuk pipi mas Bagas berharap ia akan segera sadar.   "Masya allah Mba Flo! Kok tamunya pingsan?" Jerit Anit kala melihat mas Bagas terjatuh tepat di pundakku.   "Bantu aku bawa dia ke dalem Nit." Anit menanggukkan kepalanya dan langsung membantuku memapah mas Bagas ke dalam.   Tanpa sadar airmataku menitik melihat keadaan mas Bagas. Kenapa Kinan dan mas Bagas harus memiliki cerita rumit seperti ini? Saling menyakiti fisik dan hati mereka masing-masing. Apa cinta memang serumit ini?    ** "Mas udah sadar?" Pekikku saat melihat kedua mata Mas Bagas terbuka. Ia menggeliat kecil dan memegangi kepalanya dan meringis pelan.   "Mas istirahat dulu aja. Aku buatkan teh hangat ya." Saat akan beranjak menuju dapur, tiba tiba saja lenganku tertahan. Aku menoleh dan mendapati wajah Mas Bagas yang tengah menatapku sendu.   "Ada apa mas? Mas perlu sesuatu?" Mas Bagas menarikku kedalam rengkuhannya. Astaga, kenapa jantungku seakan ingin keluar saja?   "Mas...ada apa?" Bukannya melepaskan justru Mas Bagas makin mengeratkan pelukannya padaku.    "Mas...jangan kaya gini. Ga enak kalo nanti dilihat orang." Akhirnya, ia melepaskan pelukannya. Ia menatapku dalam. Aku semakin tak mengerti dengan pandangannya.   “Maaf, Flo. Saya kelewatan.”   Aku bingung harus bagaimana sekarang. Oke fokuskan pada masalah Kinan dan Mas Bagas. Mungkin tadi Mas Bagas refleks.    "Kinan sudah cerita sama Mas?"    "Flo, aku ga ngerti lagi harus gimana. Kenapa Kinan harus bikin aku sefrustasi ini?" Ia mengacak rambutnya kesal dan sesekali memukuli kepalanya yang tak berdosa.   "Mas! Mas ga boleh sakitin fisik Mas kaya gini! Hujan-hujanan, pukulin diri Mas sampe kaya orang frustasi! Mas pikir dengan ngelakuin itu semuanya bakal baik baik aja?" Bentakku kesal. Kenapa Mas Bagas dan Kinan seolah mirip dengan anak kecil jika menghadapi masalah? Apa mereka tak ingat umur mereka?   "Dia membatalkan pernikahan! Bayangin kalo kamu jadi aku! Gimana sakitnya aku, ditinggal calon pengantin saat pernikahan akan berlangsung beberapa hari lagi!”Aku semakin tak tega. Belum pernah aku menemukan kasus seperti ini selama aku bekerja. Dan ini terjadi pada sahabatku sendiri.    "Maaf mas. Aku emosi. Habis, Kinan dan mas Bagas sangat kekananakan dengan menyakiti diri sendiri tanpa mau berkepala dingin menghadapi masalah."    "Bantu aku Flo..." Lirihnya. Aku bingung dengan arah pembicaraannya.   "Gantikan Kinan....di hari pernikahanku nanti." Aku terbelalak dengan permintaan Mas Bagas.    "Mas bicara apa?" Tanyaku dengan volume suara agak meninggi.   "Aku mau kamu jadi pengganti Kinan di hari pernikahan nanti. Aku mohon." Aku diam tak bergeming. Masih berusaha mencerna segala kata-kata yang keluar dari mulut Mas Bagas barusan.   "Ngga Mas. Aku ga mungkin setega itu. Aku yakin Kinan mencintai Mas Bagas. Aku gak mungkin ngehianatin Kinan." Tolakku halus. Mas Bagas kembali memohon.   "Aku mohon bantu aku Flo. Aku ga mungkin mempermalukan orangtua dan keluargaku. Aku mohon." Ucapnya lagi seraya menarik narik tanganku.   "Aku perlu waktu."   "Sampai kapan?"   "Mas, pernikahan bukan hal yang mudah. Apalagi kita belum lama saling mengenal. Dan tanpa rasa apapun. Pasti akan sulit jika dijalani. Lagipula, kenapa Mas tidak berusaha memperbaiki hubungan dan membujuk Kinan?”   Mas Bagas merogoh sakunya dan mengambil ponselnya. Ia menunjukkan sebuah pesan singkat dari Kinan.   “Kinan sudah memutuskan, sekuat apapun aku membujuk. Aku coba untuk tau alasannya. Kinan hanya diam.” Wajah tampan itu menatapku sendu. Belum pernah aku lihat laki-laki sekacau ini.      "Aku akan berusaha. Buat bikin kamu bahagia di pernikahan kita. Aku mohon."   Aku beranjak meninggalkan Mas Bagas dan menuju dapur. Pikiranku kali ini hanya tertuju pada Kinan. Bagaimana perasaan Kinan jika tau permintaan Mas Bagas barusan? Pasti ia akan sakit hati sekali.   "Flo." Panggil Mas Yogo yang membuatku menghentikan lamunanku.   "Kenapa Mas?"   "Tamu kamu nunggu di ruang tamu kok kamunya malah di dapur?"   "Mas....gimana kalo misalnya aku gantiin Kinan di pernikahan mereka?"   Mas Yoga terbelalak.   "Hah? Yang bener aja kamu." Ia menggelengkan kepalanya.   "Jangan main-main sama pernikahan." Lanjutnya lagi.   “Apalagi sekarang sebutannya, pelakor. Ngga Flo. Kamu jangan sampe disebut orang kaya gitu. Mas gamau.”    Mas Yogo meninggalkanku.   Pernyataan yang terlontar dari Mas Yogo tadi semakin membuatku ciut menerima permintaan Mas Bagas. Bukan masalah akan dibilang pelakor atau tidak, tapi ini betul-betul bukan sesuatu yang aku idamkan untuk menikah.    ** Aku menghampiri Mas Bagas yang kini tengah terduduk di sofa ruang tamu rumahku.   "Mas....diminum dulu tehnya biar lebih fresh." Mas Bagas mengambil alih teh yang kubawa dan langsung meneguknya.   "Dimana orangtua kamu?" Aku mengerutkan kening. Untuk apa Mas Bagas menanyai mama dan papa?   "Ada didalem Mas. Ada apa?"   "Bilang sama mama dan papa kamu. Besok aku sama keluarga aku akan kesini untuk ngelamar kamu."   Apa yang barusan Mas Bagas katakan? Apa ia serius dengan ucapannya. Ya tuhan....kenapa sekarang menjadi serumit ini?   “Mas, aku ngga bisa. Ini bukan hal yang mudah.” Aku mencoba memberi pengertian.    “Kita bisa coba.”    “Rasa cinta gabisa dicoba-coba Mas.”   1 kalimat tadi entah kenapa sedikit membuat dadaku sesak. Aku ingin menikah dengan orang yang kucintai. Saling mengenal sampai akhirnya saling mencintai dan memutuskan hidup bersama. Bukan dengan cara menjadi pengganti seperti ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN