Bab 2. Caroline Kecewa

1281 Kata
Caroline duduk termenung di perpustakaan dengan beberapa tumpukan buku yang menyebutkan tentang Dunia Pararel. Gadis itu terus saja mencari buku baru untuk mengisi pengetahuan agar nantinya saat sampai di dunia itu bisa beradaptasi dengan baik. Maggie yang melihat kerja keras Caroline dari jauh merasa tak tega. Berulang kali gadis itu memperingatkan agar merelakan Jason untuk selamanya. Akan tetapi, Caroline tetap bersikeras mencarinya. “Apakah kau sudah menemukan sesuatu?” tanya Maggi sambil duduk. Caroline menoleh sebentar, matanya pun beralih ke sebuah buku yang di pegang. “Tak banyak buku mengenai Dunia Pararel, tapi ada hal aneh di buku yang aku baca ini.” Caroline menyodorkan buku tersebut untuk di tunjukkan kepada Maggie. “Katanya manusia bumi dengan manusia di Dunia itu hampir tak bisa di bedakan. Ras mereka lebih unggul dari kita. Tapi, di sini tak di jelaskan mengenai keunggulan itu.” Caroline bertanya-tanya, apa keunggulan dari manusia yang ada di Dunia Pararel. Maggie menunjuk ke arah tulisan yang janggal. “Penyihir suci memiliki jalan langit untuk menjawab semua pertanyaan dari kegelisaan manusia biasa.” Mereka berdua saling tatap satu sama lain. Caroline tersenyum, “Mana ada penyihir di dunia modern.” “Tapi tidak menutup kemungkinan kalau penyihir ada di Dunia Pararel,” bisik Maggie dengan pelan. Bola mata Caroline melotot sempurna, dan mengangguk berulang kali. “Perkataanmu ada benarnya juga.” Caroline menutup bukunya, lalu membuka ponsel yang ada di atas meja untuk mencari tahu keberadaan penyihir. “Penyihir sudah menghilang selama ratusan tahun,” kata Caroline putus asa. Jika ada penyihir hidup di era ini, pasti ia bisa bertanya sesuka hati, dan meminta tolong untuk masuk ke Dunia Pararel. Tiba-tiba, ponsel Maggie berbunyi dengan sangat keras. gadis itu pun langsung mengangkatnya. Dahi Caroline berkerut saat melihat ekpsresi wajah dari sahabatnya itu. “Ada apa?” tanya Caroline penasaran. Maggie menggeser kursinya “Ada gerakan mencurigakan dari Bryan. Dia pergi ke paboratorium bawah tanah.” Maggie berjalan keluar perpustakaan diikuti Caroline dari belakang. “Kita tak punya banyak waktu. Aku takut pria itu akan lolos,” kata Maggie lagi. Mereka berdua langsung berlari menuju gedung belakang kampus. “Berhenti!” teriak Maggie sambil mengangkat tangan. Caroline sampai terengah-engah karena gadis yang bersamanya lari sekuat tenaga. “Lihat itu!” seru maggie sambil menarik lengan Caroline untuk bersembunyi di belakang pohon besar. Memang gadis itu adalah pahlawan kesiangan luar biasa. Selain cantik, dia juga mantan atlite lari nasional. “Buka matamu lebar-lebar, Caroline.” Maggie mengambil air di dalam tasnya,lalu meneguk hingga tak tersisa. Caroline pun mengintip Bryan yang tengah berbincang dengan orang asing yang tak dikenal. Tentu saja gadis itu curiga, dan mulai melihat bahasa bibir untuk mencari tahu hal apa yang di bicarakan. “Apakah kau sudah tahu? Siapa pria itu?” tanya Maggie sambil ikut mengintip. “Mereka akan membahas sesuatu malam nanti di cafe tak jauh dari rumah Bryan.” Satu-satunya cafe yang dekat dari rumah Bryan adalah Love Cafe. Ia yakin kalau pria itu akan ke sana. “Oke, kita pantau dia nanti malam. Aku akan meminta anak buahku mengurusinya.” Maggie menatap ke arah Caroline yang terlihat gelisah. “Apakah kau baik-baik saja?” Caroline mengambil nafas dengan perlahan. “Aku hanya berpikir, kenapa Bryan menyembunyikan sesuatu dariku?” Tak mudah bagi gadis itu dengan berjuang sendirian saat semua orang yang tersayang jauh darinya. “Aku juga belum tahu motif tersembunyi dari Bryan.” Maggie berpikir keras mengingat segala perbuatan Bryan. Pria itu seakan menghalangi Caroline untuk menemui Jason. “Lebih baik pergi ke rumahku.” Maggie menggandeng lengan Caroline dengan mesra, layaknya sepasang kekasih. “Kau menjijikkan, Maggie,” ejek Caroline sambil berdecih. Maggie hanya tersenyum lembar, dan terus memamerkan kemesraan mereka. Semua orang yang melihat kedua gadis itu hanya berbisik satu sama lain. Jangan kira Maggie pedulu. Semakin dia menjadi pusat perhatian, maka gadis itu akan semakin menjadi-jadi. “Sayang..., aku merindukanmu,” kata Maggie dengan lembut-mencium pipi Caroline secepat kilat. Wajah Caroline langsung meradang, tapi ditahan karena banyak orang di sekitarnya. “Kau terlalu berlebihan,” kata Caroline penuh penekanan. Tangan gadis itu merangkul pinggang Maggie untuk mencubit lemak yang sudah menumpuk itu. Maggie meringis kesakitan, dan langsung menyeret Caroline untuk masuk ke dalam mobil. “Apakah kau gila? Pasti cubitanmu berbekas di tubuh putihku.” Gadis itu membuka kaosnya sedikit untuk mempertontonkan bekas cubitan Caroline. “Untungnya tidak berbekas,” kata Maggie dengan lega. Caroline menahan tawa melihat tingkah gadis itu. karena tak tahan, akhirnya ia kelepasan. “Jangan tertawa!” teriak Maggie dengan keras. Caroline berdehem sebentar, lalu melirik ke arah maggie yang terlihat malu. “Hanya saja kau terlalu heboh, Maggie.” Caroline mengusap bekas air mata kebahagian yang baru saja terjadi. “Ponselmu bergetar, Maggie,” celetuk Caroline tiba-tiba. Maggie mengambil tasnya untuk melihat pesan yang tertulis di ponsel miliknya. “Kita ke cafe sekarang. Dia bergerak.” Tanpa menunggu persetujuan dari Caroline, gadis itu menginjak pedal gasnya dan meluncur dengan cepat. Caroline tak menyangka bahwa Bryan akan mengubah jadwal pertemuan mereka. Itu berarti sedari awal pria tersebut tahu kalau dia di intai. “b******k!” teriak Maggie- memukul setir berulang kali. “Untung saja aku menaruh mata-mata di sana.” “Dia sudah tahu kalau kitamenguping pembicaraannya.” Caroline terlihat sangat cemas, takut kalau kedua pria itu sudah berdiskusi mengenai suatu hal yang pastinya berhubungan dengan Dunia Pararel. Tak lama kemudian, mereka berdua sampai di Love Cafe. Maggie membayar pemilik tempat itu agar mengatur tempat yang tak jauh dari Bryan. Setelah mereka masuk ke dalam ruangan yang ada di dekat pria itu, Maggie mengeluarkan alat penyadap suara. “Apakah kau sudah menemukan batu itu?” tanya seorang pria yang tamp[ak asing ditelinga kedua gadis tersebut. “Sudah, dan aku akan menyembunyikannya. Aku tak mau kalau Caroline tahu tentang batu ini,” jawab orang yang familiar di telinga Caroline. Gadis itu yakin bahwa pria tersebut adalah Bryan. “Kenapa kau tidak bilang terus terang saja?” tanya orang itu lagi. “Bagaimana aku bilang, kalau dia tak akan percaya dengan mudah. Jika Caroline ke dunia itu, aku tak yakin dia bisa selamat.” Jantung Caroline tercekat saat Bryan berkata demikian, begitu pula Maggie. Keduanyapun saling pandang satu sama lain. “Aku tak ingin Caroline celaka karena semua sudah diprediksikan oleh Profesor Jason.” Perkataan Bryan membuat pengertian ambigu bagi Caroline. “Setidaknya, kau harus memberitahu gadis itu agar berhenti mencari cara pergi ke dunia itu.” “Aku akan menghancurkan batu itu sebelum gerhana bulan terjadi. Dan kau harus memastikan Caroline tak tahu tentang hal ini, Vano,” kata Bryan. Kali ini bukan Caroline yang tercengang, melainkan Maggie. Bagaimana bisa Vano Haiden bersama dengan Bryan. Sungguh pasangan pria yang kopak dalam menjalankan misi saling untuk membohongi Caroline. “Tak ada pembicaraan lagi, mereka sudah pergi.” Maggie mematikan alat penyadap suara itu. “b******k!” teriak Caroline dnegan keras, setelah itu ia minum segelas jus dengan sekali tegukan. “Lupakan Vano, Caroline.” Maagie mengelus tangan Caroline dengan lembut. “Bukan itu. Bryan menyembunyikan semuanya dariku,” ucap Caroline dengan marah-marah. “... lagi pula, bukan Vano yang aku benci, melainkan Bryan. Jadi, kau jangan khawatir.” Maggie tersenyum, “Dia pria baik, tapi sayang menyembunyikan sesautu. Aku pikir, dia bersih.” Kekecewaan terlihat jelas di wajah gadis itu. wajar saja karena Vano adalah  pacarnya. “Apa yang kau rencanakan setelah ini?” tanya Maggie dengan senyum terpaksa. Caroline menatap lekat wajah gadis itu untuk menilai suasana gadis itu. ia tahu kalau Maggie sedang dalam kondisi buruk. “Aku bisa mengatasinya. Kau pergilah bersenang- senang dengan Vano selama dua hari setiap malam. Dan aku akan melaksanakan rencanaku," kata Caroline dengan wajah dingin. Maggie pun mengangguk setuju, karena tahu rencana apa yang akan di luncurkan Caroline sahabatnya. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN