Baru pasien yang ketiga, ibu yang aku inginkan memasuki ruangan kantorku, benar benar cantik dan anggun tinggi besar dengan rambut sebahu, bibir sensual dan hidung mancung, kakinya mulus dan ramping benar benar aduhai.
Ketika memperkenalkan diri, tangannya terasa hangat dan empuk sekali, suaranya yang agak serak membuat aku makin terangsang sehingga hampir aku tidak mendengar ketika ia menyebutkan namanya Pratiwi.
Aku berusaha bersikap tenang dan wajar mendengarkan keluhannya. Pratiwi adalah seorang pengusaha yang menjadi rekanan pemerintah, omzetnya miliaran, tetapi belakangan ini bisnisnya mengendur karena banyak tender yang meleset dan jatuh ketangan pengusaha lain. Dia sudah berusaha macam macam tetapi semuanya gagal total bahkan belakangan ini perusahaannnya hampir kena penalti karena kekeliruan karyawannya.
Pratiwi benar benar gelisah dan ngeri oleh semuanya ini. Wajahnya yang cantik kelihatan tegang dan dicuping hidungnya kulihat bintik bintik keringat menambah keseksiannya. Melihat aku memandangnya, Pratiwi juga balas memandang tanpa berkedip. Tiba tiba aku bertanya kepadanya, apakah dia percaya bahwa kehidupan seks nya sangat mempengaruhi pekerjaannya, Pratiwi mengangguk dengan pelan, kulihat matanya sedikit berkedip seperti kaget.
Aku langsung menyambung pertanyaanku dengan pertanyaan yang aku sendiri tidak menyangka kalau itu keluar dari mulutku, karena aku menanyakan apakah dia seorang lesbian. Diluar dugaanku dia mengangguk, tetapi dia menambahkan bahwa dia juga suka berhubungan dengan pria. Aku menanyakan kepada Pratiwi, coba ibu tebak, berapa kira kira panjang kemaluan saya, karena jika ibu bisa tepat menduganya, maka berarti saya dapat menangkal masalah ibu.
Pratiwi agak menyeringai mendengar perkataanku itu. Dengan ragu ia bertanya maksudnya panjang waktu tidur atau waktu berdiri. Aku menjelaskan yang mana saja pokoknya tepat. Pratiwi terdiam sambil berpikir keras, aku tahu dia bingung karena saat itu aku duduk dikursi dibelakang meja kantorku, dan akupun memakai pakaian lengkap sehingga dia tidak mempunyai bayangan apapun tentang kont*lku.
Tiba tiba saja dia meraih penggaris yang ada dimejaku dan merentangkan jari jarinya diatas penggaris itu untuk kemudian ditunjukkannya kepadaku. Aku melihat angka yang tertera diujung jari Pratiwi, aku kaget karena disitu tercantum angka 18.5 cm, hampir sesuai dengan kenyataannya.
Pratiwi bertanya apakah itu benar, aku hanya berkata coba ukur saja sendiri. Aku langsung berdiri memutari mejaku dan mendekati Pratiwi yang sedang duduk, kubuka celanaku dan kukeluarkan kont*lku yang masih lemas itu. Pratiwi melirik kont*lku dan mengambil penggaris untuk mencoba mengukurnya, dengan ragu ragu satu tangannya memegang kont*lku sementara yang satunya memegang penggaris.
Tentu saja ukurannya tidak tepat karena masih lemas, seperti yang sudah kuduga, tangan Pratiwi meremas remas kont*lku agar ngaceng dan mengurut urut. Kubiarkan saja semua gerakannya itu, tetapi percuma saja karena kont*lku tetap tidur nyenyak.
Tiba tiba saja ia menundukkan kepalanya dan ……slep …..kont*lku sudah terjepit diantara bibirnya yang tebal itu, terasa hangat dan lembut sekali, kurasakan bibirnya menjepit kont*lku dengan gerakan yang lancar meskipun tak sedikitpun Pratiwi membasahi kont*lku dengan ludahnya.
Kont*lku mulai bangun dan makin lama makin mengembang, sementara Pratiwi makin lancar mengulumnya, tanganku mulai bergerak meraba buah d**a Pratiwi yang montok dan kenyal itu, tanpa ragu ragu tanganku menerobos blousenya dan meremas buah dadanya, tak kukira bahwa Pratiwi tidak memakai beha, aku dapat merasakan p****g susunya yang kecil tetapi keras seperti batu itu, kuremas remas susunya, dan kupelintir p****g susunya.
Rasa geli disekeliling kont*lku membuat aku jadi tak tahan lagi, bayangkan sejak tadi aku sudah terangsang oleh ulah beberapa ibu yang aku temui, maka saat ini rasanya sudah maksimal dan syer ……. syer ……croot , airmaniku memancar keras sekali dua, tiga dan empat kali memancar memenuhi mulut Pratiwi, tak sedikitpun Pratiwi melepaskan kont*lku semuanya masuk didalam mulutnya dan saking banyaknya sampai sebagian mengalir keluar dari samping bibirnya. Aku meremas buah dadanya sekeras kerasnya Pratiwi diam saja, dia asyik menelan air maniku.
Setelah dilihatnya aku sudah puas, Pratiwi mengeluarkan kont*lku dari mulutnya dan langsung diukurnya kont*lku yang masih ngaceng itu dengan penggaris.
Dia tersenyum ketika melihat bahwa dugaannya benar. Aku juga tersenyum karena hisapan Pratiwi yang nikmat itu. Tiba tiba Pratiwi berdiri, tanpa kuduga ia mulai membuka pakaiannya sehingga telanjang bulat. Ia berkata bahwa sekarang saatnya aku memuaskan dia agar jadi seri.