2. Cyra Menghilang

1355 Kata
"Hanna pasti kedinginan ... kamu sejak kemarin di sini, ya, hmm? Semalaman hujan deras dan kamu sendirian di sini. Maafkan aku, Hanna, maafkan ....” Ia pun menangis sesenggukan. "Siapa pun orang bodoh yang berani menyakiti Hanna akan berurusan langsung denganku, aaaarrrgghhhh!" Suara teriakannya makin kencang. Isak tangisnya begitu menyeruak membuat orang-orang yang berada di sana merasa iba melihatnya. Tangan dan kemeja putih Rain penuh dengan darah dari luka kepala istrinya. Ia pun meratapi paras cantik istrinya yang akan dilihatnya untuk terakhir kali. Tak lama, tangannya merogoh saku celana, mengeluarkan ponsel pintar untuk kemudian menghubungi seseorang. "Andy, bantu aku!" "Hai, Rain. Apa yang bisa kubantu?" Andy adalah teman semasa kuliah yang sudah lama menjadi sahabat terdekatnya. "Kamu tahu apa yang kumaksud, kan?" "Aku mengerti, Rain. Nanti siang aku akan berkunjung ke kantormu.” "Baiklah, sekarang aku harus mengurus Hanna dulu." *** Satu minggu sebelum kejadian. "Pak, untuk lahan perkebunan milik Pak Raharja, aku sudah mendatanginya dan mereka minta bertemu di lokasi," jelas Maya. "Kamu sudah atur waktunya?" "Hari Senin pekan depan, pukul sepuluh," sahut Maya. "Oke. Oh, ya, Maya. Sudah jam tujuh, kamu boleh pulang. Saya mau selesaikan pekerjaan dulu." "Apa Anda perlu sesuatu lagi, Pak?" tanya Maya sebelum pulang. "Tak usah. Oh, ya, kamu bisa pulang bareng Hendra. Saya mau menyetir sendiri." "Baik, Pak. Saya pamit pulang." Rain hanya mengangguk. Ia menyelesaikan pekerjaannya dalam tiga puluh menit dan bergegas ke mobil untuk pergi ke suatu tempat. Di lokasi itu sudah ada seorang wanita cantik alami dengan rambut terurai sedang duduk menunggu. "Malem, Hun. Kamu udah nunggu lama?" sapa pria bermata hitam tegas itu sambil mengecup pipi merah istrinya. Hanna menggeleng, "Aku belum lama sampai. Gimana kerjaan kamu?" "Begitulah ... aku lagi ngurus lahan di daerah Bandung." Rain, melihat-lihat buku menu. Sementara, seorang waitress sudah mengantar makanan yang dipesan Hanna sebelumnya. "Kamu udah pesan, Hun?" "Udah, Sayang. Aku juga udah pesankan menu favoritmu,” jawab Hanna dengan suara lembutnya. Rain tersenyum sambil membuka serbet dan memasangkan di atas paha Hanna yang berbalut dress berwarna maroon. Mereka makan malam romantis berdua. Begitulah setiap bulannya mereka selalu menghabiskan waktu berdua untuk sekedar makan atau berjalan-jalan berkeliling kota, mengobrol tentang apa yang tidak sempat mereka diskusikan di rumah karena kesibukan masing-masing. *** "Cyra?" panggil Rain. "Papaaa, Mamaaa ....” Rain memeluk Cyra yang berlari dari kamarnya. "Rain?" panggil seseorang yang keluar dari dalam kamar Cyra. "Oh, Papa. Kapan sampai sini?" "Tadi sore, Rain. Mama kangen ketemu Cyra," sahut William. "Mama mana, Pa?" "Di dapur lagi bantu Bi Ina. Oh, ya, Rain, gimana proyek hotel dan lahan Raharja?" William berjalan masuk ke salah satu ruangan yang difungsikan untuk bekerja, diikuti Rain di sampingnya. "Hotel masih dalam tahap design akhir oleh tim, Pa. Kalau tidak ada halangan akan segera dimulai proses pembangunan akhir bulan ini. Untuk lahan Raharja, mereka baru setuju bertemu pekan depan." "Kamu harus dapat proyeknya, Rain. Karena Papa dengar dari Heri kalau Delta dan Graha Bumi juga mau membeli lahan Raharja." "Pasti, Pa. Tempat itu memang sangat strategis untuk proyek perumahan, dekat akses jalan tol, dan tidak jauh ke pusat kota.” "Ya, itu investasi yang sangat menguntungkan Rain." *** Tiga hari sebelum hari kejadian. "Pak, Maya dan Hendra sudah menunggu," ujar Bi Ina. "Iya, Bi, terima kasih." "Maya, saya tidak akan ke kantor hari ini. Kita akan berangkat ke lokasi lahan Raharja sebentar lagi, sekitar jam sembilan. Jadi, nanti kalian bisa istirahat di— "Tante Mayaa?" teriak Cyra memotong penjelasan Rain. "Halo, Cyra Sayang. Kamu udah bangun?" Maya menyapa dengan riang sambil merendahkan tubuhnya setinggi Cyra. "Udah, Tante," jawab Cyra. "Maaa Cyra mau sarapan sama Tante Maya," teriaknya pada Hanna. "Iya, Sayang.” Hanna menyahuti dari kejauhan. Hanna membawakan beberapa sandwich dan teh manis untuk Maya dan Hendra sambil mengobrol di halaman depan rumahnya yang penuh dengan bunga tulip. Cyra sangat dekat dengan Maya karena Maya sering bermain dengannya ketika berkunjung ke rumah. "Maa, s**u Cyra mana?" "Oh, ya, Sayang. Mama lupa ... Mama ambil dulu, ya, di dapur." "Biar saya ambilkan, Bu. Saya mau sekalian ke toilet," ujar Hendra mengusulkan. "Oh, boleh kalau gak keberatan. Makasih, ya, Hen.” Hanna tersenyum. *** Sementara itu, di lokasi lahan, Pak Raharja mengajak Rain berkeliling lahan bersama sekretaris dan sopirnya Rain. "Begini, Pak, dikarenakan lahan ini ada di tengah-tengah pemukiman warga, jadi saya juga harus menjaga beberapa milik warga setempat. Saya tidak mau ada warga mengeluh atas pembangunan proyek Pak Rain. Di samping itu ada Delta dan Graha Bumi yang sudah lebih dulu menawarkan kontrak." "Pak Raja?" Rain menghentikan perjalanannya diikuti Pak Raja dan yang lainnya. "Saya berjanji tidak akan mengganggu dan membatasi aktivitas warga. Saya akan memberi dan lebih lagi akan mengindahkan akses jalan yang tentunya menguntungkan juga bagi warga. Dengan begitu ... saya yakin warga akan mendukung," ucap Rain dengan tulus dan mencoba meyakinkan Pak Raharja dengan kata-katanya. Pak Raharja tersenyum mendengar penjelasan dari Rain. "Kalau begitu saya akan mempelajari kontrak Pak Rain dan dua perusahaan lainnya. Kalau saya sudah yakin, saya akan segera menghubungi Anda lagi," terang Pak Raharja. "Terima kasih, Pak Raja. Saya tunggu titik terangnya," ucap Rain penuh harap. "Hendra, antar saya ke rumah!" tegas Rain setelah masuk ke dalam mobil. "Kita gak ke kantor, Pak?" tanya Maya. "Hari ini saya akan mengajak Hanna dan Cyra piknik. Jadi, tolong alihkan meeting hari ini untuk besok." "Baik, akan segera saya urus, Pak.” Sesampainya di rumah, Cyra mengejar Rain saat keluar dari mobil mewahnya. "Papaaa, sekarang jadi jalan-jalannya sama Cyra sama Mama?" "Jadi, dong, Sayang. Mama mana?" "Mama lagi dandan, Pa." "Maya dan Hendra, kamu boleh kembali kantor atau langsung pulang." "Pa, Cyra mau jalan-jalan cama Tante Maya," rengek Cyra sambil memegang pergelangan tangan Maya. Rain dan Hendra menatap Hanna yang baru keluar dari rumahnya seraya memberi jawaban dengan anggukan. "Cyra, Cyra boleh ajak Tante, tapi Cyra gak boleh gangguin Tante Maya, ya?" ucap Hanna. "Cyra janji, Ma," jawabnya dengan girang sambil menunjukkan jari kelingkingnya lantas dilingkarkan oleh jari kelingkingnya Hanna. Kemudian, mereka saling menyentuh hidung dengan telunjuk diikuti tawa renyah Cyra. "Oke, Maya dan Hendra, kalian boleh ikut hitung-hitung refreshing," ujar Rain. Maya dan Hendra mengangguk setuju, "Terima kasih, Pak," sahut mereka bersamaan. Mereka saling bertatapan satu sama lain, lalu senyum tersungging di kedua bibir mereka. "Cyra mau jalan-jalan ke mana?" tanya Rain di dalam mobil. "Cyra want to go the zoo, Papa," jawab Cyra yang duduk di pangkuan Rain. "Oke Zoo, I'm coming !" seru Rain, Hanna, dan Cyra berteriak bersama. Maya dan Hendra tertawa melihat keharmonisan keluarga Rain dari kaca spion. Sampai di Taman Safari, Rain dan Hanna menuntun tangan Cyra, sementara Maya dan Hendra berjalan di belakangnya. Rain yang pergi ke toilet, tanpa disadari Hanna kehilangan Cyra. Maya berpisah dari mereka untuk mencari Cyra. Sementara, Hendra masih bersama Hanna. "Adik Cantik, kamu lagi apa?" tanya seorang gadis remaja yang melihatnya sedang kebingungan. Cyra terdiam, mulutnya mengerucut, dan matanya berkaca-kaca. "Dik?" Gadis itu mengangkat tangannya untuk memegang bahunya Cyra, tetapi Cyra berjalan mundur ketakutan. "Gak apa-apa, Sayang. Kakak gak jahat, kok. Mamamu mana?" tanya gadis bertubuh tinggi itu. Cyra menangis sejadi-jadinya, kemudian gadis itu menghampiri untuk memeluk Cyra sambil menepuk-nepuk punggungnya. "Gak apa-apa, Sayang. Coba cerita sama Kakak, ya? Kamu kenapa menangis, hmm?" "Ma-mama i-ilaang," jawab Cyra. "Hilang?” Ia berpikir sejenak. “Kamu tenang dulu, ya. Kita cari Mama sama-sama, mau?" tanya gadis muda itu. Cyra mengangguk, kemudian gadis itu menggendong Cyra serta membawanya ke ruang information centre dan meminta petugas di sana mengumumkan berita kehilangan anak. "Pengumuman, bagi pengunjung yang kehilangan seorang anak perempuan usia sekitar tiga tahun dengan ciri-ciri rambut diikat dua, memakai baju pink, dan rok jeans, silakan mengunjungi pusat informasi, terima kasih." Hendra yang mendengar informasinya lekas menarik pergelangan tangan Hanna dan berlari ke pusat informasi. "Cyra?" panggil seorang wanita dari kejauhan. Cyra lantas melepas pelukan gadis itu dan berlari ke arah panggilan. "Kamu baik-baik aja?" tanya Maya. Cyra mengangguk. "Emmh ... kalau begitu saya permisi dulu. Cyra, jangan jauh-jauh dari mamamu lagi, ya," ujar sang gadis sebelum berbalik pergi. "Thank you, Good Sister," ucap Cyra sambil menatap gadis itu beranjak pergi. Sementara gadis itu pergi, Hendra datang sambil berlari bersama Hanna. Maya pun melirik ke arah tangan Hendra yang menggenggam pergelangan tangan Hanna sambil berlarian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN